"Surat cerai yang kamu temukan di kamar Jeffrian tidak ada apa-apanya. Cobalah pergi ke apartemen lama. Tempat yang pernah kau tinggali selama satu malam. Kamar yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun.."
Tidak!
Tidak!
Ini tidak benar. Winara menggelengkan kepalanya dengan cepat. Theo memberikan akses masuk ke dalam apartemen Jeffrian dan kamar yang sudah lama ditinggalkan pria. Dan apa yang Winara temukan membuat tubuhnya tak lagi bisa berdiri tegap.
Jeffrian seorang kriminal. Melihat banyaknya foto orang lain yang tertempel di dinding kamarnya. Lalu garis-garis yang menghubungkan satu dengan yang lainnya. Beberapa foto telah ditandai dengan sebilah pisau kecil.
Tidak ada yang Winara kenali kecuali foto Jonathan, ayahnya, Yoga, dan dirinya sendiri. Foto dirinya saat memakai gaun pengantin sederhana. Itu foto yang diambil di hari pernikahan. Winara berdiri sendirian tanpa Jeffrian. Pria itu meletakan fotonya di sana. Entah dengan tujuan apa.
Lalu otak kecil Winara menarik kesimpulan, pisau kecil itu adalah penghargaan untuk sebuah kematian. Bahkan di samping foto Jonathan ada beberapa headline artikel yang sengaja ditempel. Tentang kecelakaan tragis dan kematian si calon pewaris.
Foto Yoga yang sudah setengah rusak dan beberapa berita tentang bangkrutnya bisnis Mahandika di Bali. Setiap artikel yang pernah Winara baca tentang bisnis keluarganya ada di sini. Ayahnya tidak berbohong. Jeffrian berkaitan dengan keluarganya, bahkan sebelum perjodohan itu dilakukan. Pria itu sudah berusaha menipu ayahnya.
"Kak Jeff.."
Winara menitikan air matanya, deras mengalir membasahi pipi. Dia terisak hebat.
Winara berdiri dengan tertatih mendekat ke dinding. Derai air matanya membasahi setiap lantai yang baru saja dia pijaki.
Semua ini palsu. Jeffrian bukan orang seperti ini!
Jeffrian, pria yang selalu tersenyum dan memeluknya dengan hangat. Membelainya dan menggumamkan namanya dengan penuh kasih sayang.
Pangeran bayangan.. Winara teringat bagaimana Theo memberikan nama itu untuk Jeffrian.
Jika semua yang dia anggap palsu itu adalah kebenaranya. Lantas selama ini mungkinkah Jeffrian hanya bersandiwara?!
"AAAAAAARGGHHHH!"
Seperti orang gila yang kesetanan, Winara mengacak-acak dinding penuh tempelan foto itu. Dia membuang semua yang bisa diambilnya ke lantai. Tak peduli tetesan darah mulai mengalir dari tangannya yang tergores pisau.
Menyakitkan. Namun rasa sakit ini tak sebanding dengan sakit hatinya. Dada Winara sesak menyadari selama ini dia hidup di dunia mimpi.
Winara mencintainya. Sangat.
Sekarang Winara ingat. Jeffrian tak sekalipun pernah mengatakan sayang ataupun cinta padanya.
Meski begitu Winara mencoba mengerti. Hanya dia yang jatuh cinta. Perasaan Jeffrian tak bisa dipaksakan. Kenyataanya semua rasa sayang dan cinta yang Winara berikan justru dimanfaatkan habis-habisan.
Dia dibodohi.
"Peaches.."
"Aku suka kakak! Aku mau menyerahkan hati dan tubuhku.. semuanya.. hanya ke kakak. T-tapi—"
"Baiklah, kemari. Dengan senang hati aku akan menerima semuanya, Peaches."
"Berjanjilah satu hal, Peaches. Kau hanya akan menjadi milikku— selamanya hanya milikku."
"HIKS! HIKS! KENAPA?! KENAPA?!"
Teriaknya frustasi. Kilasan suara lembut Jeffrian yang menggema di telinganya. Bercampur dengan bayangan saat Winara melihat sendiri Jeffrian berbohong kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession Series 3; Light and Shadow
Romance❝She fell first but he fell harder, harder, and harder❞ - by milkymiuw