Chapter 44

1K 133 36
                                    

Kebebasan.

Jeffrian akhirnya memberikan kebebasan pada Winara. Kebebasan yang sudah lama tak dia dapatkan karena terkurung di mansion Damares.

Menurut laporan Miguel, Winara tidak memanfaatkan kebebasannya dengan baik.

Jeffrian pikir keluarganya adalah orang pertama yang akan Winara hubungi. Entah ibunya, kakaknya—Yura, atau mungkin malah Gio Mahandika?

Salah besar. Justru Sean lah orang pertama yang berinteraksi dengan Winara setelah beberapa hari berada di rumah sakit.

Dan untuk kali pertama akhirnya Jeffrian melihat senyum di bibir Winara.

Di sana, sepanjang taman rumah sakit Sean mendorong kursi roda Winara. Mereka berbincang ria dan sesekali Winara melengkungkan bibirnya, tersenyum bahagia.

Drrtt Drttt

Jeffrian mengambil ponsel di saku dalam saku jasnya tanpa mengalihkan tatapanya dari wajah cantik Winara. Tak ingin kehilangan satu detik pun mengamati senyumnya.

Panggilan masuk dari Rara, Jeffrian abaikan begitu saja. Dia kembali memasukan ponsel itu ke dalam saku jas mahalnya.

Malam ini Rara memintanya datang untuk makan malam. Sekaligus merayakan ulang tahun Hardinata.

Bagi Jeffrian itu agenda yang cukup penting setiap tahunnya. Berada di rumah pria itu dan merayakan pesta sederhana, hanya mereka bertiga. Lalu mengalir lah cerita tentang Rayna dari bibir pria itu.

"Serius? Kemana pacar bulemu pergi, Sean?"

"Sudah kubilang kan aku tidak punya pacar!"

"Kau tidak mengajaknya ya?"

"Wina!"

"Hahaha!"

Sean sangat rela menghabiskan waktunya untuk menemani Winara berjalan-jalan seperti ini. Mendengar suara merdunya, keceriaanya, dan juga senyum indah di bibirnya.

Sampai senyum itu menghilang saat mereka berpapasan dengan seseorang. Siapa lagi kalau bukan Jeffrian? Pria itu mengabaikan ucapan Miguel dan berdiri di sini.

Memang itu tujuannya datang ke sini kan? Selalu, setiap kali kembali dari kantor, Jeffrian akan berdiam diri di rumah sakit selama berjam-jam lamanya.

"Ayo kembali, Sean." lirih Winara mengalihkan pandangannya dari Jeffrian.

Sialnya, Jeffrian justru berjongkok di hadapan Winara. Pria itu menyamakan tinggi tubuhnya agar sejajar. Jeffrian ingin Winara menatap matanya, bukan menghindarinya seperti ini.

"Lo ngapain bang?" sengak Sean.

Meski mendeklarasikan perang, Sean tetap memanggil Jeffrian dengan sebutan itu 'abang'. Lucu sekali. Tapi tidak dengan ekspresi Sean yang tampak marah dan geram.

"Minggir! Jangan merusak pemandangan deh! Lo ngehalangin jalan!"

Jeffrian mengabaikan Sean.

"Peaches.."

Winara menyingkirkan tangannya saat Jeffrian berusaha meraihnya. Sungguh dia tidak ingin berharapan dengan manusia bernama Jeffrian Damares.

Tidak mau! Tidak sudi juga!

"Sayang. Ayo kita bicara.. sebentar saja. Berikan waktumu sebentar saja untukku."

Sayang? Astaga Sean yang mendengarnya merasa mual. Dia ingin muntah sekarang.

Semoga Winara tidak merasakan hal yang sama. Semoga saja!

"Hujan akan turun Sean. Ayo kembali ke kamarku, aku lelah."

Obsession Series 3; Light and ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang