"Sedikit lebih besar bukan dari yang sebelumnya?" dokter itu bertanya dengan senyuman di wajah.
Layar kecil itu menampilkan gambaran rahim Winara yang terdeteksi dengan alat perekam ultrasound. Bayi kecil itu berada di sana.
Baik Jeffrian dan Winara tak bisa memalingkan tatapan mereka dari layar itu. Si dokter tersenyum sambil menggeleng pelan. Calon ayah dan calon ibu ini bahkan lupa meresponnya karena terlalu terpesona melihat bayi mereka.
Anak memang selalu membawa keajaiban. Entah kecil ataupun besar. Kehadirannya mungkin membawa sesuatu yang tak disangka-sangka. Kebahagiaan contohnya.
"Titik kecil di tengah ini? Bayi kami?" tanya Jeffrian menunjuk layar itu dengan jari gemetaran.
Ini pertama kalinya Jeffrian melihat itu. Dia tidak punya kesempatan melihatnya selain hanya mendengar semuanya dari Miguel.
Jeffrian merasa beruntung sekarang. Hatinya menghangat. Apalagi melihat tatapan mata Winara yang dipenuhi binar kebahagiaan.
Meskipun tatapan itu tidak ditujukan untuknya, Jeffrian tetap merasa senang. Sangat senang.
"Ya, terhitung sudah enam minggu. Masih masuk dalam trisemester pertama, tolong ingat saranku tadi. Ada banyak hal yang harus diperhatikan, tidak hanya kondisi fisik sang ibu tetapi juga kondisi mentalnya."
"Detak jantung.. bisakah aku mendengar detak jatungnya?!"
Winara ingat sekali dokter mengatakan pada pemeriksaan sebelumnya detak jantung bayinya terdengar sangat lemah.
"Aku melakukan kesalahan dokter. Aku harus memastikannya hidup dan mendengar detak jantungnya!" lirih Winara.
Tanpa sadar setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Saat Miguel mengatakan bayi itu nyaris kehabisan oksigen, Winara merasa tertampar. Kali ini dia ingin mendengarnya sendiri dengan kedua telinganya.
"Biarkan kami mendengarnya," ucap Jeffrian.
Telapak tangan pria itu terulur untuk membingkai pipi kanan Winara. Jeffrian menghapus air mata itu dengan jari jempolnya.
Tidak tahu apakah air mata kesedihan atau kebahagiaan, Jeffrian hanya tidak suka melihat Winara menangis.
Oh Jeffrian juga tidak peduli kalau Winara ingin meremas lengannya lagi. Tapi tidak. Hal itu tidak terjadi karena baik Jeffrian maupun Winara kini membeku di tempatnya setelah mendengar suara detakan jantung yang terdengar berirama.
"Detak jantungnya sangat normal. Diusia 7 minggu akan terdengar lebih baik. Tapi ini sudah sangat-sangat normal. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Benarkan? Aku enggak perlu khawatir?"
Winara takut sekali mimpinya menjadi kenyataan. Saat bayi di dalam pelukannya menghilang. Dunianya mendadak hampa dan terombang-ambing ke sana kemari.
"Aku pasti membesarkanya dengan baik," ucap Winara berseru bahagia. Air matanya lagi-lagi turun membasahi pipi, kali ini lebih deras. "Tidak peduli apapun yang terjadi, aku akan membawanya ke dunia ini dengan selamat."
"Sayang," Jeffrian menyeka air mata Winara dengan kedua tangannya. "Kamu akan menjadi ibu yang baik. Aku yakin itu. Berhentilah menangis."
Winara menatap Jeffrian lekat, matanya yang basah membuatnya tak bisa melihat wajah Jeffrian dengan jelas. Suara pria itu terdengar begitu lembut dan khawatir di saat yang sama.
Tunggu?
Apa Jeffrian juga menginginkan anak ini?!
Bajingan ini?! Dia benar-benar tidak masalah dengan status anak ini?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession Series 3; Light and Shadow
Romance❝She fell first but he fell harder, harder, and harder❞ - by milkymiuw