Rutinitas Winara setiap harinya masih sama. Kali ini berbeda, dia enggan berada di rumah saat makan siang karena itu sengaja pergi ke restoran daging yang sudah sejak lama dia incar.
"Kamu mau makan daging sendirian? Tega sekali kamu Wina!"
"Bagaimana kalau akhir pekan kita barbequan di rumah? Akan kubelikan daging sapi paling mahal untukmu."
"Aku ingin memakannya besok. Lagian kakak suka banget buang-buang uang buat aku. Mending ditabung deh, tahun depan kan kakak mau nikah."
"Wah wah wah! Lihat siapa yang ngomong. Nggak inget kemarin siapa yang boros?"
"Wah wah wah! Kok kakak nggak ikhlas? Aku kan cuma beli bando, baju, gelang, topi, sarung ta-"
Okay, banyak juga ya ternyata. Winara malu sekali. Dia merampok kakaknya waktu itu. Tapi Yura sendiri yang mengatakannya semua belanjaan Winara di pasar malam itu tidak sebanding dengan harga gaunnya. Jadi ya tidak apa-apa lah ya.
Dan pertengkaran kecil itu berakhir dengan canda tawa. Memang sejak awal tidak ada yang serius sih.
Duduk di salah satu meja di dekat jendela, Winara tak bisa menahan senyumnya mencium aroma harum daging di tempat ini.
"Ah harusnya emang aku ngajak kak Yura. Lain kali deh!"
Winara memainkan ponselnya sembari menunggu pesanannya datang. Saat melihat pesan-pesan yang belum terbaca, Winara menatap lama nama Jeffrian.
Tidak sekalipun pria itu melewati hari untuk mengiriminya pesan. Gatal sekali tangan Winara ingin memblokir nomornya.
Tapi dia dan Jeffrian masih memiliki urusan bukan?
Bukan tentang perceraian melainkan tentang Jeffrian yang membuatnya terganggu.
Jadi tidak apa-apa untuknya menelpon pria itu dan menyuruhnya pergi. Lagipula hanya menelepoin, ini tidak seperti mereka berhadapan langsung.
Melewati semua pesan yang tak Winara baca, dia menekan tombol panggilan ke nomor itu.
Jantung Winara berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Satu detik, dua detik, lalu satu menit panggilan itu tak juga diangkat.
"Huhh!"
Winara membanting benda itu ke atas meja setelah yakin Jeffrian sialan itu tak akan mengangkat panggilannya.
"Nyebelinn," gumamnya terdengar oleh pelayan yang barusan mengantarkan makanan.
"Maaf apa kakak membutuhkan sesuatu?"
Winara yang tersadar dari kegregetannya pun menoleh. "Oh enggak. Terimakasih."
Begitu pelayan barusan pergi dari hadapannya, dada Winara kembali lega. Terlebih saat mencium aroma steak daging yang memabukan. Ah, Winara begitu mengidamkannya.
"Bagus lah nggak diangkat. Gue juga males ngomong panjang lebar sama dia!"
"Gue juga ogah denger suara lo, brengsek!"
Tapi Winara tetap memakannya dengan menahan kekesalan di hati. Sejujurnya dia sangat bersyukur karena Jeffrian mengabaikannya.
Harusnya begini saja! Kenapa Jeffrian masih ingin menganggunya?!
Selesai menghabiskan satu porsi, Winara akhirnya memesan satu lagi karena merasa belum puas. Dia tidak lapar, hanya ingin terus mengunyah saja.
Lalu saat akan membayar, Winara menyadari sesuatu di dompetnya. Kartu berwarna hitam milik Jeffrian tidak ada di sana. Sebenarnya sudah lama benda itu tak ada di dompetnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession Series 3; Light and Shadow
Romance❝She fell first but he fell harder, harder, and harder❞ - by milkymiuw