Jeffrian menepati janjinya. Itu yang terlintas di pikiran Winara saat membuka mata dan mendapati dirinya terbangun dipelukan Jeffrian.
"Mulai sekarang aku janji akan selalu berada di sampingmu saat kamu bangun. Aku nggak akan tidur jauh-jauh dari kamu."
Wajah damai Jeffrian saat tertidur bisa Winara lihat dengan jelas. Meski bukan pertama kalinya yang bisa Winara lakukan hanyalah terpesona dan terpesona.
Jeffrian memang tampan dan rupawan. Sebuah fakta yang tidak bisa didebat oleh siapapun bahkan oleh dirinya sendiri.
Tatapan Winara langsung jatuh ke dada Jeffrian. Dia membawa jarinya untuk meraba bekas luka yang pernah tertutupi oleh tato itu.
Apa benar menghilangkan tato lebih sakit dari mentato tubuh itu sendiri?
Jeffrian merusak tubuhnya separah? Tidak, luka ini bukan keinginanya kan? Terluka di bagian tubuh siapa yang tidak ingin menghilangkannya?
Padahal tato ini indah. Sangat indah. Begitulah yang terlihat di mata Winara. Dia menyukainya.
Winara menghela napas panjang, tanganya beralih untuk memeluk pinggang pria itu. Membawa tubuhnya agar lebih rapat, sama seperti yang dilakukan Jeffrian. Tangan pria itu berada di pinggangnya, memeluk posesif. Itu juga yang Winara lakukan kepada Jeffrian.
"Peaches.."
Jeffrian merasakan pergerakan Winara, karena nyaman Jeffrian jadi menikmatinya. Sekarang matanya sudah terbuka, dia tidak akan berpura-pura tidur lagi.
"Kenapa?" tanya Winara.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku semalam. Aku lelah bertanya," pria itu merengek manja, menduselkan hidung mancungnya ke pipi Winara dengan gemas.
Jeffrian sedang cosplay menjadi kucing sekarang. Kucing garong!
"Aku juga lelah," ucap Winara jujur. "Aku nggak punya tenaga lagi untuk bangun dari ranjang ini."
Semalam itu memang sedikit gila—tidak. Itu sangat amat gila. Jeffrian yang menyeretnya ke private room, menidurinya lalu berpindah ke mobil karena Winara yang memulainya. Setelah merengek meminta berhenti dan menjanjikan untuk melanjutkan di apartemen, Jeffrian benar-benar menghabisinya semalam. Dalam artian lain.
"Banyak alasan sekali sayangku ini. Kamu nggak perlu bangun dari sini untuk memberiku jawaban."
Winara mengulum senyumnya. Memang benar sih.
"Seharusnya aku datang membawa cincin berlian yang besar dan mahal agar kamu tidak punya kesempatan untuk menolakku," imbuh Jeffrian.
"Aku bukan perempuan matre," ucap Winara mendorong dahi Jeffrian menjauhinya. "Lagipula aku masih menyimpan cincin pernikahan kita."
"Kamu masih menyimpannya?"
Bukan main kagetnya saat Jeffrian mengetahui kebenaran itu. Tubuhnya yang lelah terasa kembali segar. Matanya langsung terbuka selebar-lebarnya.
"Apa? Jangan-jangan kakak yang membuangnya?"
Winara bangkit dari ranjang. Tubuh seksinya yang tak terbalut sehelai benangpun membuat Jeffrian kesusahan menelan ludah. Selalu saja, tanda yang dia tinggalkan membekas di tubuh wanitanya. Kulit putih Winara dan puluhan kissmark itu adalah perpaduan yang sempurna.
"Yah bagaimanapun, kamu duluan yang memberiku tanda tangan di kertas perceraian itu. Jadi aku nggak kaget kalau kamu sudah membuang cincinnya."
"NGGAK SAYANG!"
Winara terkejut karena teriakan Jeffrian barusan. Gara-gara itu dia tak jadi menggulung rambutnya dan malah menatap Jeffrian bingung.
"Aku menyimpannya," suara Jeffrian kembali ke semula. Sedikit menyesal karena dia sudah berteriak. "Aku juga senang mendengar kamu masih menyimpannya, sayang. Hanya saja cincin itu dibuat bukan atas dasar keinginanmu ataupun keinginanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession Series 3; Light and Shadow
Romance❝She fell first but he fell harder, harder, and harder❞ - by milkymiuw