7. Insiden

2.8K 156 0
                                    

Biarlah sinarmu tetap menyinariku
Tetaplah menjadi bintang dilangit
Agar cintaku kan tetap abadi.

❤‍🔥❤‍🔥

        Gadis cantik itu termenung di depan teras rumahnya, setelah sang pacar mengantarkannya pulang. Mala masih terngiang-ngiang dengan ucapan Violita, tentang Junior yang ingin dekat dengannya tadi di cafe.

"La? Kamu kenapa?"

Mala tertegun, sorot mata gadis itu layu dengan menghela nafas yang berat dia menggeleng pelan.

"Cerita, La. Aku mau dengerin. Kamu biasanya banyak cerita ke aku"

"Violita"

"Violita kenapa?"

"Violita nyuruh aku buat deket sama Junior" Ucap Mala terkejut saat dirinya keceplosan lalu dengan cepat dia membungkam mulutnya sendiri menggunakan tangan.

Tubuh Rakha seketika membeku mendengar jawaban dari pacarnya itu. Tidak biasanya Mala diam seperti ini, pantas saja sedari tadi Mala menekuk wajahnya. Rakha pikir Mala sedang kecapekan karena aktifitasnya yang sibuk hari ini ternyata tidak, temannya malah mendukungnya untuk dekat dengan Junior. Tangan yang semula berada di bahu Mala kemudian ditariknya kembali. Rakha diam mematung seribu bahasa. Rakha tidak mampu berkata-kata lagi.

"Kamu mau?"

"Enggak. Tapi aku belum jawab"

"Kok belum. Jadi kamu mau?" Tanya Rakha sekali lagi.

Mala menggeleng cepat, takut-takut Rakha marah padanya karena sebelumnya Rakha sama sekali tidak pernah marah kepadanya. Rakha mengepalkan tangannya mencoba menahan emosi di depan pacarnya. Rakha juga tidak boleh gegabah, mungkin Mala sedang bosan dengannya. Apa mereka perlu break dulu dari hubungan ini?

"Yaudah aku mau pamit pulang dulu. Kamu masuk ke dalam udah malem, buruan tidur jangan begadang"

"Rakha aku bisa jelasin"

"Ga usah. Kamu masuk. Sudah malam" Ucap Rakha mulai menghidupkan kembali mesin motornya.

Rakha kemudian mengendarai motornya dengan amat cepat menyapu jalanan yang cukup sepi menembus dinginnya angin malam. Mala masih mematung menatap punggung Rakha yang mulai menghilang di belokan, air matanya mengalir.  Mala berlari menuju ke dalam kamarnya, tubuhnya di banting ke atas kasur hingga membuat tubuhnya mental dan menangis sesegukan di dalam kamar.

"Mala?"

Tangan Mala menyeka air mata yang jatuh di pipinya mencoba berpura-pura harus tegar di depan papanya. Papanya tidak boleh tau jika dirinya sedang menangis.

"Iya, pa. Bentar"

Mala membuka pintu kamarnya, Mala melihat papanya yang berdiri di ambang pintu dan menyuruhnya untuk masuk kedalam. Sudah lama Adrian tidak melihat kamar putrinya itu. Tak banyak perubahan, hanya cat yang semula berwarna pink dia ganti menjadi biru muda agar kesannya lebih cerah karena cat yang lama sudah mulai mengelupas.

"Tadi Rakha? Kok tumben gak pamitan sama papa" Tanya Adrian pada putrinya.

"Iya tadi Rakha, pah" Ucap Mala.

"Kenapa tidak diajak masuk dulu? Ini kenapa nih, putri papa kok nangis. Kalian berantem?" Tanya Adrian.

Mala mengangguk kecil lalu bergerak memeluk papanya dan menangis sesegukan di pelukan sang papa.

"Ya sudah, besok kalian jelasin baik-baik. Ini udah malem kamu harus tidur. Jangan mikir Rakha dulu" Ucap Adrian mencoba menenangkan putrinya. Adrian keluar dari kamar Mala, tangan kanannya menutup engsel pintu. Mala kembali berbaring diatas tempat tidurnya yang berukuran king size. Mala mencoba memejamkan kedua matanya, namun nihil. Pikirannya masih terus berputar-putar mengingat kejadian di cafe tadi.

Basmalah NigistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang