"Lo, dengerin gw baik-baik sialan." Tunjuk nya pada Gibran.
"Berani lo sentuh kita bertiga, terutama gw, habis lo. Lo ngk tau aja siapa backingan gw" ucapnya dengan percaya diri tapi dengan hati yg ketar-ketir. Dia bersitatapan dengan mata dingin Gibran.
Tidak, dia harus bertahan, jika dia merasa takut sekarang, maka semua yg dia katakan akan seperti omong kosong belaka.
"Haha..hahaha...ahaha..uhukk...uhuk" tawa Galan bercampur batu menggelegar di kantin yg sunyi itu.
Mereka semua melihat pada Galan.
"Ekkhmm, yo~~ menurut lo, emang siapa yg lebih berpengaruh dari pada dia disekolah ini." Tunjuknya pada Gibran.
"Pak iron, guru killer kalian aja kalah ama dia. Para guru aja masih harus hormat sama dia. Bahkan kepala sekolah pun menjaga sikap padanya. Jadi, menurut lo siapa orang yg lebih berpengaruh yg bisa menekan dia disini?, Hee,NGK ADA." Ucap Galan pada Arka. Dia ingin melihat, apa yg akan terjadi setelah ini.
"Lo-, Lo si anak IPA sialan yg kemaren. Denger baik-baik ya sialan, lo pikir cuma dia yg berpengaruh di sini. Ngk anj, lo liat aja. Gw aduin lo sama dia, bahkan ketua Osis jelek lo itu ngk akan bisa nolongin lo. Inget ini baik-baik." Ancem Arka penuh keyakinan. Ughhh mereka semua mendesak dan menyudutkan Arka dengan kejam. Dia seperti akan menangis.
Galan mengernyitkan alisnya, selain Gibran tidak ada yg lebih berpengaruh disini. Tapi melihat dari kepercayaan diri Arka. Sepertinya dia tidak berbohong.
Reno melihat pada Arka yg sudah berkaca-kaca itu.
"Heeii, lo jangan Nangis sialan, kita ngk ada ngapa-ngapain lo." Ucapnya mencoba menenangkan Arka.
Tapi karena suaranya yg besar, membuat mereka semua menatap Arka. Sial, jangan liat dia sialan. Kalian pikir ngk malu apa, orang nangis kalian liatin.
"Gw ngk nangis ya anj, mata lo picek, buta, tolol." Tak sesuai perkataan, air mata Arka benar-benar sudah mengalir.
"Lo! Liat aja lo semua sialan. Gw tandain kalian, Osis kampret." Ucapnya sambil mengusap air mata yg mengalir itu. Dan menunjuk pada Galan dan Reno.
Mereka semua melihat pada arka dengan tak percaya. Dia masih sempat mengumpat bahkan saat dia menangis sekalipun.
Bahkan Sagara dan Kafka terkejut bercampur malu. Siapa suruh dia berlagak sok seperti tadi.
"Reno, Galan, sekali lagi kalian nyalahin adek gw, gw hajar lo." Ucap cakra menatap tajam pada Galan.
"Heiii, bukan salah gw adek lo nangis ya." Galan.
"Gw ngk nangis anj." Sewot Arka yg masih menghapus air matanya.
"Itu Fakta oke. Kan emang ngk ada orang yg lebih berpengaruh dari Gib-" belum sempat Galan menyelesaikan ucapannya, Arka sudah berlari ke arahnya. tidak, lebih tepatnya melewatinya dengan cepat. Membuat mereka semua bahkan Gibran melihat pada Arka yg berlari dengan secepat kilat.
Mereka pikir Arka akan kabur. Bahkan Sagara dan Kafka juga terkejut dengan tindakan tiba-tiba Arka.
Sial, sepertinya mereka di jual oleh Arka.
Tapi, belum sempat mereka bersuara. Mereka melihat Arka, yg berlari secepat kilat itu memeluk seseorang dan mengeluh padanya.
"Huaaa...hikss...bang...hikss...bang vano...mereka...mereka... nge-bully gw....mereka...hikss....nindes gw...." itu benar, Arka memeluk Rayanza. Dia, yg melihat Rayanza memasuki kantin, berlari dengan cepat dan memeluknya. Dia memeluk Rayanza dengan erat dan mengadukan semua yg dia derita. Dia berbicara seperti dia yg paling menderita di dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi: RAYANZA OR RYIANZA [END]
Novela Juveniltransmigrasi jadi imut ✖️ Transmigrasi seperti mayat hidup ✔️ Ryianza seorang pria dewasa berusia 25 thn Bertransmigrasi kejiwa seorang remaja SMA. Bagaimana sikap ryianza saat mengtahui raga yang ditempatinya memiliki nasib yang tidak jauh berbed...