Di samping pria yang dipeluk oleh Cia, seorang wanita cantik dan elegan berdiri menatap Vero dan Lingga dengan cemas dan Khawatir.
Dan tak jauh dari sana, ada dua aki-laki tampan yang juga mengamati pertikaian itu dengan malas dan dingin.
Plaakk
"Kamu benar-benar membuat Daddy kecewa Vero." Satu tamparan mendarat pada wajah Vero, membuatnya menoleh kesamping dengan rasa panas pada wajahnya.
Pria itu tidak peduli, dia sepertinya masih ingin mengatakan sesuatu.
"Kamu bahkan tidak bisa melindungi saudara mu sendiri. Apa kamu masih bisa di anggap seorang saudara. Lihat, kenapa Cia bisa jadi seperti ini?" Pria itu menatap dingin dan tegas pada Vero.
Plakk
Satu tamparan kembali Vero rasakan.
"Itu semua karena kamu yang ngk berguna jadi saudara. Hanya karena ancaman kecil kamu hanya diam melihat saudaramu di permalukan. Apa derajat Bimantara serendah itu hingga harus di injak-injak seperti ini!?"
Vero tak melawan atau membantah. Dia hanya diam dengan kepala yang tertunduk.
"Mulai sekarang, Kamu tidak boleh keluar mansion selama satu minggu kedepan. Itu hukuman mu karena lalai menjaga Cia dan Lingga."
Vero hanya bisa menghela nafas pasrah. jika sudah seperti ini, mau dia protes sampe mulut berbusa pun juga tidak bisa mengubah apapun.
"Apa kamu-"
"Sayang, jangan terlalu keras padanya. Dia tidak mungkin akan selalu bisa melindungi mereka." Seorang wanita cantik dengan wajah yang masih awet muda dan cerah berjalan mendekati pria itu.
"Tapi dia-"
"Bara! Dia keponakan aku, juga anak aku, kamu tidak bisa bertindak begitu keras padanya." Nada suara wanita itu mulai meninggi. Dia menatap pria yang di panggil Bara itu dengan sedikit kesal.
Pria itu hanya bisa mengalah jika sudah dihadapkan oleh sifat tegas istrinya.
Melihat suaminya yang sudah tenang, wanita itu menatap Vero dengan lembut.
"Vero, jangan pikirkan apa yang di katakan oleh Daddy mu. Lebih baik kamu ke atas dan istirahat, ini pasti hari yang berat buat kamu." Wanita itu mengusap rambut Vero dengan sayang.
"Kamu juga harus kembali dan obati luka mu di kamar." Wanita itu menatap Lingga yang memiliki wajah penuh warna.
"Biarkan Arga datang dan membantu mu." Lanjutnya sambil menunjuk pada laki-laki tampan yang berdiri tak jauh di sana.
Arga yang di tunjuk langsung berwajah datar.
"Ngk! Biar aja dia sendiri. Dia seperti itu pasti karena menggangu 'nya' lagi."
Dia adalah Arga Viano Astara, anak kedua Annie dan Bara. Dia berusia 19 tahun saat ini, dua tahun lebih besar dari Kafka.
"Arga-"
Belum sempat wanita itu menyelesaikan perkataannya, Arga dengan dingin dan tak pedulinya langsung pergi meninggalkan mereka semua. Dia kembali ke kamarnya.
"Arga! Mommy belum selesai ngomong." Wanita itu menatap kesal pada anaknya.
"Anak itu, sejak kakeknya meninggal, dia selalu saja bertingkah aneh." Wanita itu memijat pelipis sakit.
Helena mendekat dan menepuk bahu adiknya itu dengan lembut.
"Annie, Jangan membahas tentang ayah lagi. Dan untuk Arga, dia mungkin masih tak menerima kepergian kakeknya. Diantara kita semua, dia cucu kesayangan kakek sekaligus orang yang paling dekat dengan kakek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi: RAYANZA OR RYIANZA [END]
Fiksi Remajatransmigrasi jadi imut ✖️ Transmigrasi seperti mayat hidup ✔️ Ryianza seorang pria dewasa berusia 25 thn Bertransmigrasi kejiwa seorang remaja SMA. Bagaimana sikap ryianza saat mengtahui raga yang ditempatinya memiliki nasib yang tidak jauh berbed...