Juan? Jangan remehkan dia, dia bukan bunga cantik dirumah kaca yang dimanjakan oleh tuannya.
Dia sudah melihat hal-hal mengerikan bahkan kejam diusianya yang masih kecil, apa lagi pertarungan penuh darah tuannya.
Hanya tatapan mata seperti itu belum bisa membuatnya takut.
Trio kampret yang melihat itu bertepuk tangan kagum dihati mereka, Benar-benar bocah kecil yang berani.
"A-ayo tenang dan selesaikan ini secara baik-baik." Gugup Leo.
"J-Juan ngk takut, kamu-"
Ceklek
Pintu ruang rawat itu terbuka memperlihatkan Rayanza yang saat ini berwajah gelap dan dingin.
Masih dengan pakaian rumah sakitnya, dia menatap mereka dengan mata gelap dan kosongnya.
Keheningan yang mencekam tiba-tiba menyelimuti mereka.
Trio kampret, yang awalnya sibuk menahan tawa kini berdiri dengan tegap dan diam dengan tatapan sedih penuh harap padanya.
Rayanza yang ditatap tak mempedulikan mereka, dia hanya menatap Gibran yang saat ini mencekik Juan.
"Selagi gw masih bisa menahannya, lepasin dia atau pisau gw yang ngelepasinnya sendiri." Dia menggenggam belati hitam kesayangannya dan mengarahkannya pada tangan Gibran dengan ancaman yang dingin.
Matanya menatap lurus pada tangan Gibran yang mencekik Juan.
Dan sungguh hal yang sulit dipercaya bahwa Gibran benar-benar melepaskan cekikannya dan menatap Rayanza dengan tatapan yang bersalah.
"Kecuali dia, kalian ngk boleh masuk bahkan selangkah pun." Ucapnya pada mereka, dengan tangan yang menunjuk Gibran.
"Van-"
"Jangan uji kesabaran gw. Diam dan tenang disini sebelum kalian bener-bener gw lempar jadi makanan anjing." Selanya dengan kejam sebelum masuk diikuti oleh Gibran dibelakangnya.
Sagara yang ingin kembali berbicara pun menjadi diam.
Sagara, Arka, Kafka, dan Leo yang mendengar itu menundukkan kepala sedih. Bukan hanya mereka berempat, tapi mereka semua yang mendengar itu juga dapat merasakan amarahnya.
Meski begitu, mereka semua dengan patuh duduk diam menunggu mereka berdua.
Didalam ruangan, Rayanza kembali duduk di ranjang rumah sakitnya dengan sepiring buah-buahan didepannya.
Sedangkan Gibran, dia duduk disamping dengan kepala yang sedikit tertunduk. Perasaan bersalah langsung menyelimutinya saat melihat orang yang dia cari-cari, namun terluka karena kegilaannya sendiri.
"Maaf." Ucapnya yang memberanikan diri menatap Rayanza.
Rayanza, yang saat ini sedang menikmati buah apel ditangannya hanya menatap santai pada Gibran.
Gibran yang melihat itu justru berpikir bahwa dia sangat marah dan tidak ingin berbicara dengannya.
"Maaf, ini semua karena gw. Lo bisa bales mukul atau bahkan nusuk gw pake pisau lo itu." Tunjuknya pada belati hitam yang saat ini dijadikan tusuk buah oleh Rayanza.
"Jangan nodai pisau gw sama darah lo." Dingin Rayanza yang langsung disalah artikan oleh Gibran.
Yang dipikirkan oleh Gibran adalah Dia yang sudah sangat membencinya hingga tak mau berurusan dengannya lagi.
Sedangkan Rayanza, belati hitam yang selalu dia gunakan dibuat dengan bahan langka dari pasar gelap, dan dibuat khusus untuk membunuh orang-orang yang berani mengancamnya atau melukai orang-orang disekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi: RAYANZA OR RYIANZA [END]
Novela Juveniltransmigrasi jadi imut ✖️ Transmigrasi seperti mayat hidup ✔️ Ryianza seorang pria dewasa berusia 25 thn Bertransmigrasi kejiwa seorang remaja SMA. Bagaimana sikap ryianza saat mengtahui raga yang ditempatinya memiliki nasib yang tidak jauh berbed...