BAB 109

17.2K 2K 786
                                    

Sedangkan Rayanza, yang saat ini masih dibekap oleh seseorang, berwajah Dingin dengan niat membunuh yang kuat.

"Siapa?"

Rayanza dengan cepat melepaskan bekapan orng itu dan mengarahkan belatinya pada leher pria didepannya.

"Bicara atau-"

Perkataan Rayanza terhenti dengan wajah terkejut saat melihat wajah orang didepannya.

Ini....kenapa dia ada disini?

"Apa yang lo lakuin disini, Gibran?"

Ini lah yang membuatnya sangat terkejut. Kenapa dia tiba-tiba bisa ada disini? Bahkan tau dimana dia berada.

Gibran yang ditanya tak menjawab, dia menarik tangan Rayanza menuju tempat tersembunyi yang dia temukan.

Dia membawanya ke sana, mendudukkannya dan menyalakan api untuk menghangatkan mereka berdua.

Rayanza yang masih bingung dengan patuhnya mengikuti apa yang dia lakukan.

Hingga semuanya selesai, Gibran duduk di samping Rayanza, menatapnya dengan dingin dan tegas.

Rayanza yang ditatap tentu saja tidak takut, dia justru menatap balik dengan tatapan yang tak kalah dingin.

Keheningan dengan atmosfir berat itu berlangsung selama beberapa menit sebelum Gibran menyerah dengan wajah tertekan.

"Ayo pulang, jangan disini lagi." Ucapnya tak berdaya.

Rayanza terdiam sejenak sebelum menatap Gibran dengan ragu.

"Lo kesini cuman buat ngajak gw pulang?"

Gibran mengangguk mengiyakannya.

"Ayo pulang, disini berbahaya, gimana kalau kamu terluka lagi?" Ucapnya dengan sedih, dia menatap Rayanza dengan tatapan melasnya.

Benar-benar tidak cocok dengan karismatik nya yang terkenal dingin dan cuek.

Tapi Rayanza, yang tidak mempan dengan hal seperti itu tentu saja langsung menolaknya.

"Gw masih punya urusan di sini, seharusnya lo yang pulang, udah tau bahaya tapi masih dateng ke sini, lo mau mati hah!"

Oke, tolong bawakan cermin yang besar untuk Rayanza.

Menghela nafas lelah, Gibran menatap Rayanza dengan keluhan dimatanya.

"Kamu sadar disini bahaya, tapi masih nekat untuk ke sini. Kalau bukan karena aku yang datang dengan cepat, apa yang akan terjadi dengan mu tadi?" Ceramahnya.

Rayanza mendengus kesal tak ingin menatap Gibran.

"Ngk ada yang minta lo dateng kesini." Gumam nya dengan suara kecil.

Gibran yang tentu saja mendengar itu hanya bisa tersenyum tak berdaya.

Apa dia tidak tau? Kehadirannya sendiri sangat penting baginya, bahkan melebihi keluarganya sendiri.

Dia datang kesini setelah berhasil menyadap panggilannya dengan Agnibrata, dia juga meretas mereka untuk melihat dimana posisinya berada.

Dia langsung ke sini dan mendapati dia yang sedang dikejar.

"Oke, jangan membuat masalah. Sekarang Katakan, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Lembutnya sambil mengusap kepala Rayanza.

Rayanza yang diusap tertegun sejenak, baru saat tangan gibran menjauh dari kepalanya, dia mengerti apa yang dia maksud.

Dia menatap Gibran yang tersenyum didepannya selama beberapa detik sebelum mengangguk setuju dan mencari ranting kayu untuk menjelaskan rencananya.

"Gedung mereka ada tiga lantai, disana ada dua pintu yang dijaga ketat sama mereka, itu dilantai dua dan tiga." Dia menjelaskan sambil menggambarkan lokasinya pada Gibran.

Transmigrasi: RAYANZA OR RYIANZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang