Setelah adegan penuh haru itu, Aila kini mengantar sahabatnya sampai lobi, karena suaminya sudah datang menjemput, jangan lupakan setiap langkahnya Ning yang berprofesi sebagai dokter bedah itu terus memberikan wejangan kepada Hilda.
Bukan apa-apa, Hilda ini terlalu aktif, dan grasah-grusuh. Takutnya ada apa-apa dengan ia dan bayi yang baru berusia satu bulan itu.
"Inget pesan aku yah. Jaga diri, dan anak aku baik-baik. Ngerti?"
Hilda menghela napas. "Iya bunda bawel. Aku mau pulang dulu ya, cepet nyusul, menikah itu enak lho Ning."
Aila mendengkus, "Mulai deh!" serunya seraya merotasi kedua bola matanya.
Hilda terkikik, lantas menghampiri sang suami yang tengah menyapa Aila. "Ning." sapa Azman, suami Hilda.
Aila mengangguk. "Hati-hati ya Az, jangan ngebut." pesannya, yang dianggukki oleh suami Hilda.
Hilda sempat bilang, jika ia baru mengetahui kehamilannya hari ini, dan belum memberitahu suamu, dan juga keluarganya.
"Dadah!! Aku duluan ya Ning! Assalamualaikum!!" serunya riang.
Aila menggeleng pelan, melihat kelakuan sahabatnya. Ia akan berdoa, semoga Hilda dan kandungannya sehat sampai persalinannya nanti. Ah, rasanya ia tidak sabar menanti kelahiran bayi lucu yang akan memanggilnya bunda.
Aila membalikkan tubuhnya, hendak kembali ke ruang praktiknya, senyum di wajahnya langsung surut karena ia menemukan sosok orang yang sempat membuatnya kesal beberapa saat lalu. Aila bertanya-tanya, sedang apa orang itu malam-malam di sini?
Wajah Aila semakin masam saat Alexa menyadari keberadaannya dan tersenyum seraya berlari kecil menghampirinya.
Aila tentu makin kesal, kenapa perempuan itu menghampirinya?
"Oh, Hai Aila!" serunya dengan deru napas yang beraturan, seperti kelelahan.
Ia tampak menghela napas beberapa kali, sebelum akhirnya ia tersenyum cerah kepada Aila. "Senang bertemu denganmu. Kamu pasti terkejut ya melihat saya disini?"
Tatapan Aila tidak berubah, ia masih menatap wanita di hadapannya dengan datar, dan juga jengah. "Tidak. Semua orang berhak datang kemari, termasuk kamu."
Alexa tertawa. "Jawaban yang pintar. Ah, by the way. Selamat atas rumah baru kalian." katanya seraya melangkah maju ke hadapan Aila, yang otomatis membuat jarak mereka semakin sangat dekat.
Aila sedikit memundurkan kepalanya, menunjukkan betapa tidak nyamannya ia berada dalam posisi ini. Hatinya meradang, mendengar ucapan terakhir yang terlontar dari bibir wanita yang memakai hoodie hijau mint yang di padukan dengan rok bermotif polkadot yang berwarna hitam semata kaki. "Kamu tahu?"
Alexa mengangguk. "Huum, Mas Rama yang memberitahu."
Mas?
Apa Aila tidak salah dengar, barusan Alexa memanggil suaminya dengan sebutan 'Mas' ?
Hah? Sedekat apa memangnya hubungan mereka sampai Alexa juga memanggilnya dengan sebutan seperti itu?
Melihat tatapan Aila yang terlihat terkejut, Alexa memasang wajah yang terkejut pula seraya menutup mulut dengan telapak tangan. "Oh wait. Apa Mas Rama tidak memberitahu soal ini?"
Alexa tersenyum lebar, menambah kekesalan dalam diri Aila. Alexa sengaja mengibaskan rambut blonde miliknya, "Mas Rama bahkan meminta saya datang besok, dan membawa makanan juga. Karena katanya seluruh keluarga kalian akan berkumpul." Paparnya.
Aila masih mematung disana, tanpa berniat menyahuti ucapan Alexa barusan. Ia benar-benar terkejut atas semua pemaparan Alexa. Lagi-lagi kenapa harus Alexa? Kenapa suaminya tidak menyerahkan tugas itu kepadanya? Ia masih sanggup kok membeli makanan, atau kue untuk syukuran mereka besok.
Mas Rama sudah keterlaluan!
Aila mengepalkan kedua tangannya, kembali memasang wajah datarnya. "Maaf ya, saya permisi dulu. Ada operasi yang harus saya lakukan."
Alexa mengangguk, "Oh boleh. Saya juga mau pamit, karena takut terlambat membeli kue Bika Ambon, dan Mooncake kesukaan Mas Rama juga," tanpa bersalah Alexa melambaikan tangannya, "bye bye ibu dokter. Semoga pekerjaan anda lancar, dan penuh keceriaan. Permisi!"
Alexa berjalan meninggalkannya seraya bersenandung kecil, berbanding terbalik dengan dirinya yang sudah sangat emosi sampai ke ubun-ubun. Hah, Aila membuang napas kasar. "Keceriaan katanya? Hah yang benar saja! Asal kamu tahu ya, sejak dari rumah perasaan saya sudah kacau, dan itu karena kamu!" serunya kesal dengan nada yang pelan. Ia tidak mau semua orang menatapnya aneh karena berteriak melampiaskan semua kekesalannya pada Alexa yang sudah masuk ke dalam mobil taxi.
Aila memijat pelipisnya, ia akui jika sosok Alexa sungguh sangat mengganggu dirinya.
"Astagfirullah .... " Aila mengucapkannya beberapa kali, sampai perasaannya mulai tenang.
Aila jelas marah saat tiba-tiba ada wanita yang memanggil suaminya dengan sebutan 'Mas', bahkan sampai tahu kue kesukaan suaminya, yang tidak ia ketahui?
Bukankah wajar, jika Aila berasumsi macam-mac tentang hubungan macam apa yang terjalin antara Alexa dan suaminya.
Menggelengkan kepala, Aila bergegas untuk mengganti pakaiannya dengan seragam operasi, benar saja suster Mira sudah mendatanginya.
"Dok, semuanya sudah siap."
Aila mengangguk, "Tunggu sepuluh menit ya? Saya akan bergegas kesana."
Ia menghela napas, kenapa ia jadi mengingat Bika Ambon, dan Mooncake ya? Tidak bisa, ia harus fokus bekerja sekarang!!
"Dok? Anda baik-baik saja?" tanya suster Mira setelah melihat Aila menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Aila menggeleng lagi, "Tidak apa-apa sus. Umh, sus."
"Ya Dok?" suster Mira tampak merasa cemas, takut pertanyaannya barusan menyinggung Aila.
Aila berdecak pelan. Baiklah, ia mengaku menyerah, karena gagal untuk melupakan perkara Mooncake dan Bika Ambon yang merupakan makanan suaminya. Entah kenapa ia sangat ingin mendapatkan itu sebelum Alexa mendapatkannya.
"Kamu tahu toko kue dekat sini yang menjual Bika Ambon, dan Mooncake yang enak?" Ia benar-benar kalah! Ia memilih bertanya, dan akan berusaha mendapatkan itu sebelum Alexa, lihat saja nanti.
Suster Mira menghela napas lega, ia pikir dokter Aila akan marah padanya. Namun dugaannya salah, "A--ada sih dok. Tapi agak jauh dari sini, dan berlawanan arah dengan jalan pulang dokter."
Kedua mata Aila langsung berbinar. "Tidak apa-apa. Katakan, dimana tempatnya?"
"Luna's cake and bakery, dok."
Aila memekik senang, benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Ah, ini gara-gara Alexa yang membuat kegelisahan di hatinya.
Akhirnya, ia bisa bernapas lega. Oke, ia harus fokus bekerja, setidaknya satu masalah sudah selesai.
"Ayo sus!"
Aila benar-benar semangat sekarang, ia bahkan pergi ke ruang operasi dengan langkah yang sangat riang, membuat suster Mira menatapnya heran, dan bertanya-tanya apa yang terjadi kepada dokter bergelar Ning tersebut?
KAMU SEDANG MEMBACA
AILA & RAMA [TERBIT] ✓
General FictionDi zaman sekarang, zaman serba modern ini apakah perjodohan masih berlaku? Tentu saja, seperti yang terjadi pada Myiesha Aila Rizqiyana, seorang dokter bedah bergelar Ning, dari pondok pesantren besar di jogjakarta. Di tengah puncak kariernya ia jod...