BANTUAN

9.6K 522 47
                                    

Fikron, Rama, dan pak Junaidi sudah sangat putus asa karena tidak bisa membujuk investor untuk bertahan. Tampilan mereka semua sudah tampak berantakan, Kyai Ikmal juga ikut sakit kepala dengan masalah yang terjadi.

"Kita mengalami banyak kerugian Ba. Kalau pun mau pabrik ini tetap berjalan, ya kita harus rehab atau bangun ulang karena bangunan, dan juga alat yang ada sebagian sudah hancur!" sahut Fikron.

"Kalau seperti ini sudah pasti kita akan bangkrut Ba!" Imbuh Fikron.

Rama, dan Pak Junaidi setuju dengan penuturan Fikron. Belum lagi, jika di hitung biaya kompensasi yang akan mereka berikan kepada para korban juga meraup puluhan juta, biaya perbaikan gedung, dan alat-alat yang rusak juga bisa mencapai ratusan juta.

Belum lagi, bahan-bahan yang sudah berada di gudang juga ikut rusak, dengan adanya kejadian ini tentu saja pabrik berhenti produksi. Beruntung, stok pakaian pesanan para pembeli di gudang juga sudah cukup untuk mereka kirim.

Masalah kali ini benar-benar sangat berat.

Mereka berempat tengah berkumpul duduk di sofa yang berada di ruang kerja yang biasa di tempati Rama, atau Fikron jika sedang memantau pabrik.

"Aku masih curiga ada orang di balik ini semua Ba." Fikron kembali berseru.

Baba Ikmal menghela napas. "Pak kades juga bilang jika ia juga di suruh melakukan itu. Tapi saat di interogasi di kantor polisi ia sama sekali tidak memberitahu siapa orang yang ia maksud," ucapnya seraya menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Gus Fariz gimana? Masih mau jadi investor kita?" Tanya Baba Ikmal.

"Masih Ba." jawab Rama. "Tadi sempat telepon Rama, katanya mau mampir kesini sama istrinya." jelasnya.

Gus Fariz adalah rekan kerja Kyai Ikmal yang tentu saja sangat loyal, dan selalu berada di pihaknya. Kyai Ikmal bersyukur Gus Fariz tidak ikut menarik sahamnya.

Yang di pikirkan oleh Kyai Ikmal, bukanlah tentang untung dan rugi. Melainkan kembali ke tujuan awal mereka saat membangun tempat ini untuk menciptakan lapangan kerja. Lagi pula tadi, ada beberapa pekerja yang tidak ikut berdemo, dan beberapa dari mereka bahkan banyak yang membantu menyapu ruangan yang terdapat banyak pecahan kaca.

Ia tetap akan mencari cara untuk mempertahankan pabrik ini.

"Assalamualaikum."

Kyai Ikmal, dan semua orang yang berada di ruangan itu menoleh ke belakang, alangkah terkejutnya mereka dengan apa yang di lihat. Di depan pintu ruang kerja yang terbuka, ada Gus Fariz dan Ning Siti Alfiah yang membawa beberapa box pizza, serta membawa plastik besar dengan logo sebuah minimarket yang cukup terkenal di seluruh daerah di indonesia.

"Waalaikumsallam." Kyai Ikmal segera berdiri dari posisinya, di ikuti oleh yang lain. Mereka menyambut kedatangan Gus Fariz dan istrinya dan mempersilahkan mereka masuk.

Gus Fariz meletakkan semua barang bawaannya di atas meja.

"Apa toh Gus, kok repot-repot sekali." ucap Kyai Ikmal.

Gus Fariz, pria yang seumuran dengan Rama itu menepuk bahu Kyai Ikmal. "Ya ndak apa-apa, sama sekali nggak repot." ucapnya, seraya menatap satu persatu orang di dalam ruangan itu yang terlihat sangat kacau.

Ia tersenyum, "Seberat apa pun masalah, tetap nggak boleh lupa makan. Bukan begitu Gus Rama, Gus Fikron?"

Rama, dan Fikron terkekeh, begitu pun dengan Kyai Ikmal dan Pak Junaidi.

"Wes, sekarang makan saja dulu. Masalah jangan di buat pusing, sambil santai nanti kita cari jalan keluarnya sama-sama ya." ucapnya.

Sungguh, kehadiran Gus Fariz berhasil membuat perasaan para orang yang tengah di landa masalah itu sedikit merasakan ketenangan.

AILA & RAMA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang