BERAKHIR

9.7K 497 31
                                    

Arlinda tentu tahu siapa siapa orang yang datang bersama dengan Gus Fariz. Jantungnya berdebar saat langkah kedua laki-laki beda usia itu mendekat ke arahnya.

Rama dan Fikron sendiri merasa terkejut melihat kedatangan keduanya.

"Haduh, kamu sudah bertindak sangat jauh Arlinda."

Pak Hambali berdiri tepat di hadapan Arlinda yang memucat. Arlinda jelas tahu, Pak Hambali ini bukan orang sembarangan tapi yang ia pikirkan sekarang adalah mengapa pria tua ini bisa datang bersama dengan Gus Fariz?

Seseorang yang menolak ajakannya untuk meninggalkan Kyai Ikmal seperti para investor lain. Siapa sebenarnya Gus Fariz ini, sampai bisa datang bersama dengan Pak Hambali orang yang sangat berkuasa, bahkan jika di bandingkan dengan Papanya, maka Papanya bukan apa-apa di hadapan Pak Hambali.

"Karir Papamu sedang bagus-bagusnya di pemerintahan daerah. Ia sampai terpilih dua kali sebagai wakil rakyat daerah. Bagaimana ya, jika karir yang susah-susah di bangunnya hancur atas tindakan gegabah putrinya?"

Gus Fariz sendiri langsung menghampiri Rama yang terlihat semakin pucat.

"Fik, bisa tolong bantu Mas ke toilet ndak? Aduh perut Mas mual banget. Ugh!"

Dengan di bantu Gus Fariz, Fikron membawa Rama ke bilik toilet, dan benar saja begitu sampai Rama langsung memuntahkan semua yang di tahannya sejak tadi. Fikron, dan Gus Fariz merasa sangat khawatir melihat keadaan Rama seperti itu.

Setelah sedikit membaik, Rama berkumur dan membasuh wajahnya. Sungguh rasanya benar-benar sangat lemas, Fikron dan Gus Fariz kembali memapahnya.

"Saya berikan kamu kesempatan sekali lagi. Kalau sampai kamu kembali mengusik Rama, dan keluarga Kyai Ikmal, saya akan menghancurkan keluarga kamu. Menghancurkan karir papamu, dan juga hidupnya."

Di hadapan mereka, Arlinda tampak bersujud di bawah kaki Pak Hambali seraya menangis memohon ampun, itu tentu saja membuat Rama dan yang lainnya terkejut. Ya, walau mereka tahu jika Pak Hambali memang orang yang sangat berpengaruh. Tapi mereka tidak menyangka jika si angkuh Arlinda sampai memohon dan berlutut seperti itu.

"Saya yang memberitahu Abah, tentang Arlinda. Karena sebelumnya wanuta itu juga meminta saya untuk meninggalkan perusahan Kyai Ikmal, makanya saya perlu Abah untuk menghukum Arlinda. Hanya karena cintanya tidak terbalaskan, Arlinda sampai bertindak sangat jauh." jelas Gus Fariz.

Pak Hambali menatap Rama yang lemas. "Kalian duluan saja ke mobil. Abah masih ada urusan dengan Arlinda. Kamu juga Riz, pulang saja ikut mobilnya mereka." titah Pak Hambali.

Gus Fariz menurut, ia memapah tubuh Rama untuk ke mobil milik Fikron dan pulang bersama.

"Jadi, sebenarnya Gus Fariz ini sudah tahu kalau Arlinda adalah dalangnya?"

"Sudah." ia menjawab pertanyaan Fikron setelah duduk di seat belakang.

Fikron dan Rama duduk di depan, dengan Fikron sebagai pengemudi.

"Fik, ambilin rujaknya Mas dong!" titah Rama.

"Katanya buat Baba. Gimana sih?"

"Mas udah chat Baba, katanya buat Mas aja. Cepetan deh Fik, kepala Mas udah pusing banget nih!"

Dengan sedikit kesal, Fikron mengambil satu porsi rujak yang langsung di makan denga lahap oleh Rama. Fikron, dan Gus Fariz hanya meringis melihatnya.

"Gus Rama lagi ngidam toh?" tanya Gus Fariz.

Kening Rama sontak mengerut. "Ngidam? Enggak ah. Pas saya tinggal kesini Ning Ayu nggak lagi hamil tuh. Ini saya kurang enak badan aja Gus." sanggah Rama.

"Tapi aneh lho. Sampeyan ini kaya lagi ngidam. Saya juga pernah baca di internet, kadang kalau istrinya hamil suaminya yang mengalami ngidam."

Rama menggeleng, kembali menyuapkan rujak dengan berbagai buah yang berperisa asam itu dengan lahap ke mulutnya. "Ning Ayu aja nggak pernah bahas soal kehamilan."

Gus Fariz mengangguk. "Mungkin saya salah tebak."

Fikron hanya mengangkat bahunya acuh, dan mulai mengemudikan mobilnya dan meninggalkan restoran mewah itu.

*****

Rasa rindu kala terpisahkan oleh jarak, kian terasa semakin membesar. Meski kata orang, zaman sekarang sudah ada tekhnologi canggih yang bisa memangkas rasa rindu saat jauh dari pasangan. Itu semua tidak berlaku pada Rama, meski setiap hari selalu melihat wajah istrinya melalui panggilan video, rasanya belum cukup.

Ia ingin memeluk, dan bermanja-manja dengan istrinya yang setiap hari semakin cantik saja. Membuatnya ingin cepat-cepat pulang.

"Aku mau nginep di rumahnya Mbak Alexa ya Mas? Boleh nggak?"

Ya, saat ini ia tengah melakukan panggilan video dengan istrinya yang tengah berada di kediaman Alexa, istrinya itu tampak tengah duduk di sisi kolam berenang, karena istrinya itu sempat membalikkan kameranya ke kamera belakang, memperlihatkan kolam berenang di hadapannya.

Sungguh rasanya ia ingin berada disana, duduk menemani istrinya seraya mendengarkan istrinya bercerita banyak hal.

"Boleh dong. Kalau nggak boleh, biar mama sleding nanti."

Terdengar suara tawa dari istrinya, ia mendengkus saat ponsel istrinya di ambil alih oleh Mama Ratna. "Kamu apa kabar Ram, sehat?"

"Sehat Ma. Mama sehat?"

"Sehat banget, apalagi setiap hari mama di temenin sama istri kamu, dan Alexa juga di rumahnya Bagas."

Ya, istrinya juga sudah bercerita jika ia sering di jemput di rumah sakit oleh Mama Ratna, dan bermain ke rumah Alexa. Istrinya juga bilang sudah meminta maaf atas kesalah pahamannya kepada Alexa, dan hubungan mereka sangat membaik.

"Kamu nggak usah khawatir, selama kamu pergi. Mama, dan keluarga akan menjaga istri kamu dengan baik."

"Iya Ma. Mskasih udah jagain Aila."

"Lagian istri kamu juga betah kok disini. Iyakan Nduk?" Mama Ratna mengembalikan ponsel itu kepada Aila.

"Kamu senang disana?"

Aila mengangguk. "Iya Mas, lucu deh liat perutnya Mbak Alexa yang makin membesar." ucapnya senang.

"Hm, jangan lupa jaga kesehatan ya sayang."

"Iya, Mas juga ya."

Pasangan itu mengobrol cukup lama, sampai akhirnya panggilan itu terputus saat Aila pamit untuk melaksanakan shalat magrib.

Rama menghela napas, memandang wallpaper ponselnya terpasang wajah cantik Aila saat mereka menikah. "Mas kangen sekali sama kamu sayang...." gumamnya, sebelum akhirnya ia juga bergegas mandi untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.

AILA & RAMA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang