Kyai Ikmal menjemput Aila bersama dengan Fikron ke rumah yang Rama tinggalkan atas nama Aila. Kyai Ikmal merasa malu kepada Rama, yang meski sudah di sakiti tetap memberikan rumah, dan tabungan uang dalam jumlah yang cukup banyak untuk Aila.
Sementara Fikron memilih diam, meski ia ingin sekali bertanya apa yang membuat Baba nya itu terlihat risau, dan beberapa kali terlihat mengusap air matanya.
Sesampainya di rumah milik Aila, Fikron dan Kyai Ikmal di sambut oleh suara tangis Aila. Fikron berpikir jika kakaknya itu mungkin mengalami KDRT, namun akhirnya pikirannya salah, saat Aila memeluk Babanya dan menangis.
“Ba. Mas Rama pergi Ba. Mas Rama—Ayo Ba cari Mas Rama...”
Kyai Ikmal memalingkan wajah, tidak membalas pelukan sang anak yang sudah membuatnya terlanjur kecewa. “Ayo pulang,”
"Ba! Aila ndak mau pulang. Aila mau cari Mas Rama, Ba .... " Ia merengek kepada sang ayah yang masih diam dengan rahang yang mengeras.
"Mas Rama ndak boleh meninggalkan Aila ... Hiks--Hiks .... "
Kesal karena tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Babanya, Aila beralih mendekati Fikron dan menarik ujung baju yang di kenakan oleh adiknya. "Ayo Fik, bantu kakak cari Mas Rama. Ayo Fiiik .... "
Fikron bungkam, ia tidak tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Ia juga tidak tahu mengapa kakaknya menangis kencang seperti ini, dan ke mana Mas Rama pergi, sampai kakaknya mencari-cari seperti ini.
Kyai Ikmal mengepalkan tangannya. "Aila! Baba bilang pulang sekarang!"
Aila menggeleng, kenapa rasanya semua orang tidak mengerti perasaannya? Kenapa tidak ada yang mau membantunya mencari Mas Rama?
"Aila nggak mau pulang Ba ... Aila mau cari Mas Rama!" Aila kembali menangis, dan mengguncang lengan adiknya yang juga masih mematung.
Sudah cukup, kesabaran Kyai Ikmal sudah habis. Ia ingin sekali menyeret putrinya itu untuk pulang, "BABA BILANG PULANG, YA PULANG!!"
Fikron, dan Aila terkejut. Ini pertama kalinya mereka mendengar Kyai Ikmal, sang Baba berbicara dengan nada tinggi seperti itu. Aila yang semula menangis histeris mendadak diam, ia tidak tahu apa yang menyebabkan Babanya terlihat marah seperti itu.
“Baba .... “ lirih Aila.
Kyai Ikmal mengucap istigfar, lalu kembali menatap sang putri. “Ayo pulang. Jangan sampai Baba melakukan hal kasar sama kamu Kak!”
Aila hanya bisa menurut, ia tahu saat ini Babanya sedang marah kepadanya. Entah karena apa, ia tidak berani menanyakannya. Ia takut emosi Babanya akan kembali memuncak, dan akhirnya melukai dirinya.
Selama dalam perjalanan, Fikron dan Aila memilih bungkam. Membiarkan sang Baba mengemudi, sedangkan kakak beradik itu duduk di seat belakang.
Aila mengusap air matanya yang terus mengalir di pipinya, seraya menatap jalanan yang di lalui melalui kaca mobil di sampingnya. Ia teringat beberapa kenangan tentang kebersamaan mereka beberapa hari ini. Ia terisak lirih, Rama selalu meratukannya sejak dulu, tidak ada hal buruk tentang pria itu.
Aila menyukai senyuman dari suaminya, menyukai bagaimana bibir suaminya berucap lembut memanggilnya dengan Ning Ayu.
Kenapa di saat cintanya mulai tunbuh, Rama justru sudah menyerah mempertahankan semuanya, mempertahankan cinta, dan juga rumah tangga mereka.
Mas Rama, saya mencintai kamu. Ya Allah, saya ingin egois kali ini. Saya menginginkan Mas Rama untuk terus bersama saya, bila perlu selamanya ....
*****
Kedatangan mereka di sambut oleh Ashilla, Aila langsung berlari dan menangis seraya meneluk ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILA & RAMA [TERBIT] ✓
General FictionDi zaman sekarang, zaman serba modern ini apakah perjodohan masih berlaku? Tentu saja, seperti yang terjadi pada Myiesha Aila Rizqiyana, seorang dokter bedah bergelar Ning, dari pondok pesantren besar di jogjakarta. Di tengah puncak kariernya ia jod...