KECEMBURUAN NING AILA

12.1K 597 44
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, Rama dan Aila sudah selesai packing pakaian mereka yang memang tidak terlalu banyak. Aila juga membawa keperluannya seperti skincare dan lainnya, setelah itu keluarga besar mereka segera menuju ke rumah baru Rama dan Aila. Setelah menempuh waktu sekitar lima belas menit mereka semua sampai, dan di persilahkan masuk ke dalam, namun tiba-tiba saja wajah Aila yang tertutup cadar itu menjadi murung karena melihat Alexa yang menuju ke dapur menghampirinya yang tengah membuat minuman untuk di suguhkan kepada para tamu, bersama dengan Umi Desi, mertuanya.

Rama di bantu Fikron, dan Irham, tengah membagikan box makanan dan juga kue ke semua penghuni di kompleks perumahan ini.

"Assalamualaikum Umi." sapa Alexa riang, ia mengecup punggung tangan Umi Desi, dan bahkan melakukan cipika-cipiki dengan mertua dari Ning Aila tersebut.

Yang membuat Aila semakin meradang adalah papper bag yang di bawa oleh wanita itu.

Apakah Alexa berhasil mendadaptkan kue-kue itu?

"Waalaikumsallam. Masya Allah, cantik sekali memakai gamis, dan jilbab seperti ini. Bisa yuk, mulai membiasakan diri."

Alexa terkekeh. "Insyaallah Umi. Malu atuh Umi, keluarganya Rama kan dari pesantren semua, masa Aku pakai baju pendek, gak kerudungan juga."

Umi Desi, dan Alexa tertawa.

Tunggu? Umi juga kenal Alexa? Siapa sebenarnya Alexa?

Akhirnya, tatapan keduanya bertemu. "Oh, hai Ning." sapanya.

"Waalaikumsallam."

"Ehehe. Assalamualaikum Ning Aila,"

Aila merotasi kedua bola matanya, Umi Desi terkekeh pelan. "Kalian saling kenal toh?" tanyanya.

Alexa menyahut cepat. "Kenal Umi hehe. Umi, ngapunten ya biar Alexa aja yang bantu Ning Aila bikin minum. Umi duduk saja ya." ucapnya setelah meletakkan sebuah papperbag besar, ia menuntun Umi Desi untuk keluar dari area dapur.

Setelah itu, wanita dengan gamis terracota, dan hijab senada kembali menghampiri Ning Aila yang tengah memasukkan bongkahan es batu ke dalam teko kaca berisi sirup berperisa coco pandan.

"Maaf ya Ning, saya datang terlambat. Oh, ini saya bawakan kue."

Gerakan tangan Aila terhenti, matanya menyorot kepada kotak-kotak kue yang di keluarkan oleh Alexa. Ia tentu terkejut, karena kue tersebut adalah Bika ambon, dan Mooncake yang di carinya.

Bagaimana bisa Alexa mendapatkannya?

Alexa bahkan bukan hanya membawa satu kotak, tapi membawa 3 box Bika Ambon, dan Mooncake.

Alexa mengulum senyum, ia dapat melihat kedua mata Aila yang terkejut melihat kue bawaannya. Ah, entah mengapa rasanya sangat menyenangkan membuat istri dari temannya itu kesal, atau bahkan diam-diam menaruh cemburu kepadanya?

Haha tentu saja Alexa sengaja melakukannya untuk membuat Aila sadar akan keberadaan Rama. Sekaligus meyakinkan bahwa tidak ada lagi pria sebaik dan sesabar Rama di dunia ini, cinta dan kesabaran Rama begitu besar, buktinya pria itu memilih bertahan meski hatinya berdarah-darah karena mencintai secara sepihak.

Aila mengepalkan tangannya. "Mbak, jujur sama saya. Mbak ada hubungan apa sama Mas Rama?" demi apa pun, ia sudah tidak bisa lagi menahannya sekarang. Hatinya bak di guyur oleh air panas setiap kali Alexa sengaja memamerkan kedekatan ia dan Rama.

Alexa berdeham, mati-matian menahan tawanya. Hatinya benar-benar tergelitik setiap kali berhasil memantik kecemburuan Aila. Ah, bukankah berarti rencananya sudah berhasil?

Alexa tidak lagi berfokus membuka box bawaannya. Ia menatap Aila yang memberi tatapan kesal kepadanya. "Hm, bagaimana ya? Hubungan kami sangat dekat. Dekaaat sekali."

Aila mengeratkan kepalan tangannya.

"Kenapa memangnya? Kamu mau mengikhlaskan Rama untuk bersama saya?"

Aila mendengkus, apa katanya? Mengikhlaskan Mas Rama untuknya?

Ya Allah, apa Rama dan Alexa benar-benar memiliki hubungan selama ini?

"Ya Allah Mbak. Istigfar. Mas Rama itu suami saya!"

Alexa bersedekap dada, wajahnya sengaja di buat sedikit menyebalkan. "Yakin? Hubungan kalian bahkan tidak bisa di sebut sebagai suami-istri. Kalian hanya terikat akad saja, hanya Rama yang mencintai kamu, dan berusaha dalam pernikahan ini. Sedangkan kamu, diam-diam menyakiti Rama dengan mencintai pria lain."

Tubuh Aila menegang. Sejauh mana Alexa mengetahui masalah kehidupannya dan Rama? Apa Rama juga yang cerita?

Alexa tersenyum sinis, "Bukan hanya Rama yang kamu sakiti, tapi orang tua kalian berdua juga akan terluka jika tahu bahwa Ning Aila yang di puja-puja semua orang adalah wanita jahat yang menikam hati suaminya sendiri."

Aila masih tidak memberi jawaban, hanya tubuhnya yang tampak bergetar. Sekali lagi, Alexa menyerang dirinya dengan kata-kata yang sialnya semua itu adalah benar.

"Kamu terlalu angkuh Ning. Sampai melupakan semua kewajiban kamu sebagai istri. Padahal saya yakin, kamu lebih paham tentang agama di banding saya, tapi kenapa kamu berpura-pura tidak tahu, dan melupakan semua pelajaran yang kamu hapal?"

"Jangan ikut campur." desis Aila.

Alexa terkekeh, kemudian mengangguk. "Oke. Saya harap, kamu tidak akan terlambat untuk menyesali semuanya."

Alexa dengan cekatan mengambil piring, menaruh kue-kue bawaannya ke dalam piring dan menyuguhkannya ke anggota keluarga Aila, dan Rama yang datang, di susul dengan Aila yang datang membawa minuman segar dan beberapa gelas.

Tak lama, Rama, Irham, dan Fikron sudah kembali dengan tangan kosong, ah ada Bagas juga yang datang.

Setelah melakukan acara syukuran, semua orang mulai pulang, karena hari sudah hampir maghrib.

"Umi, menginap saja disini Mi." ucap Rama saat Uminya berpamitan untuk ikut pulang dengan keluarga mertuanya.

Umi Desi terkekeh pelan, "Ya ndak mau. Umi yang ada nanti malah ganggu kamu sama Aila. Wes, Umi sama Bapak mau pulang dengan Kyai Ikmal. Sampeyan sama Aila baik-baik ya di rumah, Umi sama Bapak, titip cucu ya hehe."

Rama mengulas senyum tipis, menyalami tangan kedua orang tua, dan juga mertuanya, begitu pun dengan Aila.

"Kamu masuk ke dalam ya. Mas mau pergi ke masjid." ucapnya kepada Aila, Rama tidak tahu jika pikirannya sedang sangat kacau hari ini.

Aila mengangguk pelan, meraih tangan suaminya. "Inggih, hati-hati ya Mas."

Rama mengangguk, lantas berlalu meninggalkan Aila yang masih berdiri menatap kepergiannya, dengan air mata yang mulai berlinang.

Aila menyimpan semua perkataan Alexa dengan baik di pikirannya, semua kenangan selama pernikahan mereka teeus berputar dalam ingatannya. Benar, selama ini ia terlalu abai kepada suaminya.

Bahkan Rama masih sempat membuatkan sarapan untuknya setiap pagi, membersihkan rumah, dan menyetrika pakaian.

"Saya ndak mau kamu kelelahan setelah bekerja. Kamu istirahat saja ya, semuanya sudah beres. Ada makanan juga di dalam kulkas, kamu tinggal panaskan saja ya nanti. Mas mau ke pondok Baba dulu sebentar,"

Aila menangis, Rama selalu mengutamakan dirinya di atas apa pun. Apakah ia belum terlambat untuk meminta maaf kepada suaminya?

AILA & RAMA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang