"Mas! Mas Rama mau kemana Mas? Mas!!"
Aila tidak tahu lagi sudah seperti apa tampilannya saat ini, ia mencoba menahan Rama yang sudah memakai tas ranselnya.
Rama juga mengambil kunci mobil miliknya yang di taruh di dalam saku celana yang di pakainya, semalam ia meminta Reksa dan Gilang untuk membawa mobilnya yang selama ini berada di markas kepolisian untuk dibawa pulang ke rumahnya.
Ia sama sekali tidak menghiraukan Aila yang berlari mengejarnya sampai ke teras. "Mas! Mas Rama, tolong jangan pergi Mas! Mas Rama!!" teriaknya.
Rama memasuki mobil pajero hitam miliknya, benar-benar tidak memedulikan Aila yang menangis mengejar dirinya. Ia menghidupkan mesin mobil, melirik spion samping dimana Aila mendekat ke arah mobilnya, Aila menangis menggedor kaca mobilnya dengan keras.
“Mas Rama! Tolong jangan pergi Mas!! Mas Rama!!”
Rama memejamkan kedua matanya, “Kali ini kamu harus tega Ram, demi kebaikan kalian berdua,” gumamnya, sebelum akhirnya ia membuka kedua matanya, dan melajukan mobilnya dengan cepat meninggalkan Aila yang menangis mengejar laju mobilnya.
'Ning Aila, maaf. Pada akhirnya saya hanya bisa menyakiti kamu. Sekarang, saya benar-benar melepaskan kamu. Saya akan kembalikan kamu kepada Baba,' batinnya seraya mencengkeram kemudi mobilnya.
Sekali lagi, maaf . Selamat tinggal Ning Ayu, cintaku ....
Rama meninggalkan Aila yang menamgis di pelataran rumahnya, Aila terus meraung menyebut nama suaminya yang sudah pergi meninggalkannya sendirian.
****
Sementara itu, di kediaman Kyai Ikmal ayah dari dua anak itu tengah menatap pesan masuk ke dalam ponselnya dengan pikiran rumit, dan perasaan yang campur aduk.
Rama
Assalamualaikum Baba.
Maafkan saya, tolong jaga Ning Aila.
Saya meninggalkannya sendirian di rumah.
Ba, sekali lagi saya minta maaf yang sebesar-besarnya.Rupanya hal itu tidak luput dari pandangan Ashilla, sang istri. "Ada apa Mas?" tanyanya seraya mengusap bahu suaminya yang duduk berdampingan dengannya di atas ranjang kamar mereka.
Kyai Ikmal menutup layar chatnya dengan Rama, lalu menatap sang istri seraya tersenyum. "Nggak ada apa-apa sayang,"
Pasangan yang tidak lagi muda itu akan saling memanggil dengan panggilan romantis jika hanya sedang berdja seperti ini, jika di hadapan kedua anaknya mereka akan saling memanggil dengan sebutan 'Baba' dan 'Umi'.
"Ada sesuatu yang tidak Shilla ketahui?" tanya Ashilla.
Kyai Ikmal menghela napas, ia memang tidak pernah bisa menyembunyikan apa pun dari kekasih hatinya ini. "Aila dan Rama ndak baik-baik saja sayang .... "
"Apa Mas?" Ashilla memastikan jika ia tidak salah dengar. Mana mungkin Aila, dan Rama tidak baik-baik saja? Ia melihat jika keduanya saling mencintai.
Ashilla terkejut sampai akhirnya suaminya menceritakan semuanya. Menceritakan bahwa sebelum insiden Rama yang di operasi, menantunya itu sempat datang ke rumah saat semua orang sudah tidur, awalnya hanya mengobrol biasa, sampai akhirnya Kyai Ikmal di kejutkan dengan Rama yang tiba-tiba berlutut di bawah kakinya.
Meminta maaf karena sudah menyakiti Aila dengan pernikahan yang sebenarnya tidak pernah di inginkan Aila. Rama sama sekali tidak menyalahkan Aila dalam semua penderitaannya selama ini, ia malah menyalahkan dirinya, karena menurutnya semua penderitaan Aila dalam pernikahan ini berawal darinya.
"Sayang, selama ini Rama menutupi kelakuan Aila pada kita semua, dan hari ini Rama menyerahkan Aila kembali kepada kita sayang,"
Ashilla semakin terisak, kenapa kisah mereka bisa terulang lagi? Ia tahu bagaimana sakit yang dirasakan oleh Rama, karena ia juga pernah merasakannya.
Kyai Ikmal menggenggam tangan Ashilla, "Sayang, Mas tahu seperti apa Rama. Ia orang yang sangat sabar, dan juga penyayang, jika sampai orang sesabar Rama menyerah, itu berarti Aila sudah sangat keterlaluan."
Ashilla memeluk erat suaminya, hatinya yang lembut itu kembali merasakan sakit, ia juga tahu jika suaminya ini juga sedang merasa marah, dan kecewa kepada Aila yang sudah menghancurkan harapannya.
Kyai Ikmal menikahkan Aila dengan Rama, karena berharap Rama bisa membimbing Aila yang memiliki kepribadian yang cukup keras kepala, ia berharap keras kepala putrinya itu akan meleleh seiring berjalannya waktu yang mereka habiskan berdua. Tapi apa yang terjadi, ia malah menjerumuskan Rama kepada jurang yang penuh duri.
"Mas marah sayang, tapi bukan pada Rama. Tapi kepada Aila, apa kurangnya Rama sampai ia menyakiti laki-laki sebaik Rama. Bahkan, sampai ketika ia meninggalkan Aila, Rama masih sempat mengkhawatirkannya, meminta Mas untuk menjaganya." ucapnya dengan air mata yang mulai jatuh.
"Mas akan jemput Aila. Rama bilang ia meninggalkan Aila sendirian di rumah. Mas yakin, cepat atau lambat surat cerai yang di kirimkan pengadilan agama akan sampai kepada Aila,"
Ashilla melepaskan pelukannya, Kyai Ikmal memberikan kecupan pada keninh istrinya. "Mas kecewa sayang dengan Aila. Kurang apa selama ini Mas, dan Abi memberikan ilmu agama sejak kecil padanya? Apa karena Mas, dan Abi dulu terlalu memanjakannya ya? Makanya sekarang Aila menjadi seperti ini?"
Ashilla menggelengkan kepalanya. "Jemput Aila ya Mas, bicara dengannya pelan-pelan. Kita harus dengar penjelasan Aila melakukan semua ini kepada Rama."
Kyai Ikmal mengangguk, ia kembali bersyukur memiliki Ashilla yang selalu menenangkannya. "Iya sayang. Mas pamit ya,"
Ashilla mengangguk, membiarkan kedua tangan suaminya menyeka wajahnya yang basah. Sebelum akhirnya melabuhkan kecupan pada keningnya.
"Mas, ingat ya bicara pelan-pelan sama Aila."
Kyai Ikmal mengangguk, "Iya sayang, mas akan ingat. Mas pamit ya, mau berangkat sama Fikron, Assalamualaikum .... "
"Waalaikumsallam, hati-hati ya Mas."
Kyai Ikmal mengangguk, sebelum akhirnya keluar kamar untuk mencari Fikron ke pondok, dan mengajak anak bungsunya itu untuk menjemput Aila.
*****
Cung, siapa aja yang masih setia baca dan nunggu part bucin mereka? Maaf ya kalau aku agak kejam sama tokoh cerita aku.
Terima kasih sudah membaca, dan mendukung sampai sejauh ini.
Luv, Anna ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
AILA & RAMA [TERBIT] ✓
General FictionDi zaman sekarang, zaman serba modern ini apakah perjodohan masih berlaku? Tentu saja, seperti yang terjadi pada Myiesha Aila Rizqiyana, seorang dokter bedah bergelar Ning, dari pondok pesantren besar di jogjakarta. Di tengah puncak kariernya ia jod...