Berbeda dengan Rama yang tengah menangis penuh haru biru di rumah kedua orang tuanya. Ning Myiesha Aila Rizqiyana justru tampak bersitegang berhadapan dengan seseorang yang beberapa hari ini tengah ia hindari mati-matian.
Kini, ia berhadapan dengan laki-laki yang sempat mengisi hatinya, sebelum ia sadar bahwa dirinya sudah jatuh cinta kepada seorang Ramadhan Althaf Bayu, yang merupakan suaminya.
Meski belum mencintai sepenuhnya, ia akan mencoba menjaga jarak dari lawan jenis. Menjaga marwahnya yang merupakan perempuan yang sudah menikah.
"Mei!!"
Aila berbalik, kembali menghindari dokter Reza. "Mei tunggu! Kita perlu bicara!"
Aila menghentikan langkahnya, kedua matanya menelisik ke sekitar. Benar saja kini mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian, apalagi dokter Reza barusan berbicara dengan nada sedikit keras, cukup mengundang atensi semua orang.
"Kamu sengaja menghindari saya, apa saya ada salah?"
Aila benar-benar mulai merasa tidak nyaman. "Saya tidak menghindari dokter, kok."
"Tidak! Kamu sengaja melakukannya. Kenapa Mei, kamu bahkan beberapa hari ini tidak makan di kantin seperti biasanya."
"Jangan berlebihan dok. Saya hanya bosan makanan di kantin, dan memilih makanan via online." dalihnya, padahal ia memang menghindari dokter Reza.
Tunggu dulu!! Apa ini? Aila baik-baik saja saat berdekatan dengan dokter Reza. Tidak ada debaran, atau pun merasakan gugup seperti biasanya.
Apa ini artinya ia sudah tidak ada perasaan lagi pada pria yang berjarak beberapa langkah di hadapannya.
Dokter Reza mundur satu langkah. "Oke baik. Saya akan bicara dengan berjarak seperti ini dari kamu. Saya mau serius sama kamu."
Kedua mata Aila sontak melebar. Kenapa mendadak bilang seperti itu? Apa maksudnya? Serius apanya?
Aila semakin merasa tidak nyaman, belum lagi ia dan dokter Reza menjadi pusat perhatian semakin membuatnya tidak nyaman. Di balik ketidaknyamanan nya itu, ia memikirkan satu nama. Ramadhan Althaf Bayu, suaminya entah mengapa ia merasa sangat khawatir, bagaimana jika kehebohan hari ini terdengar sampai ke telinga suaminya.
“Dok, jangan bicara disini ya. Kita bicara di taman saja,” ucap Aila. Sungguh sekarang bukan Dokter Reza lagi yang ia pikirkan, tapi suaminya. Ia tidak ingin lagi menyakiti Rama, pria yang sangat baik meski ia sudah menyakitinya terus menerus.
Dokter Reza setuju, keduanya kini berada di taman. Dokter Reza pikir, mereka akan bicara berdua saja, namun ternyata Aila membawa suster Mira untuk duduk di antara mereka, menjaga agar tidak ada fitnah antara ia dan dokter Reza. Mereka duduk di kursi taman dengan suster Mira yang duduk di tengah-tengah mereka.
Apalagi, ia dan dokter Reza selalu di jodoh-jodohkan oleh rekan kerja mereka. Katanya sangat cocok sekali jika bersanding bersama, mungkin karena itu juga Aila menjadi terbawa suasana dan perasaan cinta itu timbul.
"Maaf dok, saya tidak ingin nantinya timbul fitnah jika kita hanya berdua saja. Tenang saja, suster Mira bukan tipe orang yang senang bergosip kok." Ya, itu alasan mengapa ia membawa suster Mira, selain sangat dekat dengannya suster Mira ini jarang nimbrung jika suster lain tengah bergosip.
Dokter Reza mengangguk, meski hatinya sedikit tercubit. Aila jelas sekali sengaja sangat menjaga jarak darinya.
"Saya mau serius sama kamu Mei. Saya akan melamar kamu."
Bukan hanya Aila yang terkejut, suster Mira juga. Keduanya sama-sama tidak menyangka jika Dokter Reza akan se frontal itu. Aila juga terkejut, kenapa tiba-tiba Dokter Reza menjadi seperti ini?
Tidak bisa! Ia sudah terikat pernikahan dengan Rama, hatinya tidak boleh goyah. Ia tidak mau kehilangan Rama.
"Tidak bisa Dok. Saya ini sudah menikah! Saya istri orang!!"
Akhirnya, Aila menyesali keputusannya untuk menyembunyikan pernikahan mereka. Seharusnya ia melakukan ini sejak dulu, dan tidak memberikan harapan palsu kepada orang lain, dan juga menyakiti perasaan suaminya.
Tentu saja, kata-kata yang keluar dari mulut Aila mengejutkan mereka. Aila sudah menikah katanya? Kenapa tidak ada yang tahu soal ini?
Dokter Reza terlihat kecewa, kemudian terkekeh miris. Ia pikir Aila melakukan ini hanya untuk menolaknya. "Menikah? Hah, jangan bercanda Mei! Kamu sengaja mengatakan itu untuk menolak saya, dan membuat saya menyerah, kan?"
Aila menggeleng. "Demi Allah dok. Saya sudah menikah!!" serunya lantang, meyakinkan kedua orang yang masih terkejut, jika ia tidak berbohong dengan apa yang di ucapkannya.
"Jangan bercanda Mei! Jika memang kamu sudah menikah, seharusnya Mas Rama juga tahu, kan?"
"Apa? Apa maksudnya? Kenapa bawa-bawa Mas Rama dok?"
Sungguh, perasaan Aila mendadak tidak enak. Apa jangan-jangan Mas Rama juga tahu soal ini?
"Saya sempat bicara dengan Mas Rama tadi pagi, Mas Rama bilang dia tidak pernah dengar soal status kamu yang sudah memiliki calon atau belum." Dokter Reza mendengkus, seraya menyugar rambutnya ke belakang. "Tapi, kamu tiba-tiba bilang sudah menikah. Kamu pikir saya akan percaya?"
Kedua mata Aila berkaca-kaca, sungguh perasaannya mendadak tidak karuan, sedih, dan sesak yang lebih mendominasi saat ini. "Astagfirullah .... " tanpa terasa, butiran air mata meluncur dari kedua matanya. "Dok, apa Mas Rama tahu kalau sampeyan mau melamar saya?"
"Iya, dia tahu."
Tubuh Aila tiba-tiba lemas. Rama tahu? Bagaimana perasaannya saat ada seorang pria yang datang padanya dan mengatakan secara terang-terangan ingin melamar wanita yang ternyata adalah istrinya sendiri. Aila meraup wajahnya dan mengucapkan istigfar, kedua matanya memerah menahan tangis yang siap mengalir, ia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya perasaan Rama.
Aila menggeleng, tanpa menjawab Dokter Reza ia berlari seraya menangis, masuk ke dalam ruang praktiknya dan mengambil ponsel menghubungi sang suami, namun tidak ada jawaban beberapa kali.
“Ya Allah Mas. Tolong jawab telepon saya Mas .... “
Sakit, rasanya sakit sekali. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya Rama, tapi pria itu masih bisa tertawa dan tersenyum saat melakukan panggilan video dengannya beberapa saat lalu.
Rama lagi-lagi harus menjadi korban atas keegoisannya. Seharusnya, ia tidak pernah menyembunyikan pernikahan mereka, dan menyakiti Rama untuk kesekian kalinya.
Aila mendapati pintu ruangannya terbuka, dan memunculkan sosok suster Mira yang langsung memeluknya. "Saya sudah menyakiti perasaan suami saya sus. Saya sudah sangat berdosa .... "lirinya di sela-sela isak tangisnya.
Mas Rama, maaf lagi-lagi kamu yang harus menjadi korban atas keegoisan saya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILA & RAMA [TERBIT] ✓
General FictionDi zaman sekarang, zaman serba modern ini apakah perjodohan masih berlaku? Tentu saja, seperti yang terjadi pada Myiesha Aila Rizqiyana, seorang dokter bedah bergelar Ning, dari pondok pesantren besar di jogjakarta. Di tengah puncak kariernya ia jod...