Tidak ada yang terjadi setelah itu, karena tiba-tiba keduanya di kejutkan oleh suara bel yang berasal dari pintu depan rumahnya. Keduanya tampak sangat canggung, "Mau ikut ke depan Ning Ayu?"
Aila mengangguk kaku.
Rama mengusap wajahnya, kemudian memakaikan kembali cadar istrinya. "Ayo," ucap Rama setelah selesai memasangkan cadar pada wajah Aila. Rama menggandeng tangan istrinya, saat bel kembali berbunyi, Rama sudah membuka pintu.
Keduanya di kejutkan dengan kedatangan Pak Ahmad dan Ibu Sulastri yang berdiri di depan mereka. Sebelumnya mereka berdua bertanya-tanya apa gerangan yang membuat pasutri itu datang ke kediaman mereka.
"Ah, Pak Ahmad, Ibu Sulastri. Ayo masuk dulu Pak, Bu." ucap Rama.
Pak Ahmad menggeleng, "Ndak usah Mas Rama, kami hanya sebentar kok," jawab Pak Ahmad, ia lantas menyenggol bahu istrinya yang sejak tadi terus tertunduk.
Ibu Sulastri mengangkat wajah, ekspresinya masih saja jutek kepada Ning Aila. Ia berdeham, "Saya minta maaf Mbak." ucapnya dengan nada yang jelas-jelas terpaksa.
Pak Ahmad menghela napas. "Yang bener toh Bu. Tadi perjanjiannya kan begitu, mau minta maaf dengan Mas Rama, dan Mbak Aila." tegur Pak Ahmad. Jujur saja, ia sudah lelah dengan segala tingkah istrinya. Entah apa tujuannya memusuhi semua orang di kompleks ini. Ia dan anak-anaknya sangat malu dengan kelakuan ibu dua anak itu.
Ia juga sangsi, karena sepama ini semua orang mengenal Rama sebagai orang yang sangat baik, ramah dan juga dermawan. Malu rasanya jika sampai membuat Rama sampai tersinggung.
Ibu Sulastri berdecak. "Iya, iya. Bapak ini banyak omong sekali." gerutunya.
Aila dan Rama memilih diam, menonton pasangan suami istri yang tengah berdebat kecil itu.
Wajah Ibu Sulastri mulai melunak, "Mbak Aila, saya minta maaf nggih. Maaf sudah bikin keributan," kali ini, Rama dan Aila merasakan ada ketulusan pada kata-kata yang terlontar dari Ibu Sulastri.
Aila dan Rama yang memang dasarnya adalah orang baik, tentu saja sudah memaafkan dan bahkan melupakan kejadian beberapa saat lalu. "Saya sudah maafkan kejadian tadi Bu, saya berharap setelah ini ibu tidak mengulanginya lagi." Ucap Aila.
Ibu Sulastri mengangguk.
"Maaf ya Mas Rama, dan Mbak Aila. Kalian pasti kurang nyaman dengan adanya kejadian ini," pak Ahmad berbicara dengan penuh sesal.
"Ndak apa-apa pak Ahmad, benar apa kata Aila, jangan sampai terulang lagi,"
Ibu Sulastri dan Pak Ahmad mengangguk, setelah itu keduanya berpamitan. Pak Ahmad bahkan terus mengucapkan maaf berkali-kali atas kelakuan istrinya, benar-benar sangat malu sekali karena menyinggung Rama, dan istrinya.
Aila bersemu saat Rama menatapnya dengan lekat, "Mau ulangi kejadian tadi?"
Aila berdeham, ia jelas sangat malu. Entah apa yang akan terjadi, jika saya Pak Ahmad, dan Ibu Sulastri tidak datang. Ah, membayangkan itu seluruh tubuhnya meremang.
Aila segera berlari, meninggalakan Rama yang tengah menutup pintu. Suaminya itu tertawa, Rama hanya berpura-pura biasa-biasa saja padahal hatinya juga sama-sama berdebar, dan malu seperti Aila.
Bagaimana tidak, itu adalah sentuhan paling intim yang pernah mereka lakukan. Rama meraup wajah, padahal ia yang bilang kepada Aila untuk melakukan pendekatan dengan pelan-pelan, tapi dirinya malahan yang sangat agresif.
Huh, dasar Rama!
Rama memilih duduk di ruang tamu, tanpa berniat menyusul Aila yang masuk ke dalam kamar. Sesuai perkataannya, biarkan semuanya mengalir seiring berjalannya waktu. Tidak perlu terburu-buru, takutnya Ning Aila justru akan merasa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILA & RAMA [TERBIT] ✓
General FictionDi zaman sekarang, zaman serba modern ini apakah perjodohan masih berlaku? Tentu saja, seperti yang terjadi pada Myiesha Aila Rizqiyana, seorang dokter bedah bergelar Ning, dari pondok pesantren besar di jogjakarta. Di tengah puncak kariernya ia jod...