BERTEMU

10K 520 38
                                    

Setelah memakan dua porsi rujak, dan segelas es kelapa muda. Rama dan Fikron sudah kembali berada di dalam mobil, Fikron lagi-lagi tidak habis pikir dengan kakak iparnya yang tiba-tiba maniak sekali dengan rujak.

Ia menatap sebuah plastik berisi dua buah rujak yang di bungkus oleh kemasan dari bahan plastik dan berwarna bening. Kakak iparnya itu bilang jika dua porsi rujak itu untuk Baba, dan Pak Junaidi. Sudah jelas terbaca, ujung-ujungnya kakak iparnya sendiri yang akan memakan dan menghabiskannya.

"Fik."

"Kenapa lagi? Jangan minta yang aneh-aneh." ucapnya seraya menyalakan mesin mobil miliknya. Ayolah, kepalanya sudah cukup pusing dengan segala permasalahan yang ada, di tambah lagi dengan kakak iparnya yang belakangan ini sangat aneh dan sedikit menyebalkan.

Rama menghela napas, "Kita mampir ke restoran xxx dulu. Mas harus menemui seseorang disana Fik."

"Hah? Ngapain? Mas mau ketemu siapa? Itu restoran mewah banget lho Mas."

Rama menggaruk pelipisnya. "Mas harus ketemu seseorang yang menjadi dalang dari semua kekacauan ini Fik. Mas mau cepet pulang juga, udah kangen sama kakak kamu."

Fikron mencibir mendengar kalimat terakhir dari kakak iparnya tersebut. "Bucin banget sama Kak Aila. Btw, siapa dalangnya Mas?"

"Arlinda Maharani."

Kedua mata Fikron membulat. Arlinda Maharani, ada sebuah nama yang sangat ia ketahui. "Dia dalangnya?"

Rama mengangguk. "Dia meminta Mas menemuinya. Kamu nanti ikut Mas masuk juga ya ke dalam, Mas juga meminta Arlinda membawa satu orang lagi. Mas nggak mau pertemuan ini menjadi fitnah."

"Bagaimana Mas tahu kalau Arlinda yang melakukannya?"

Rama mengempaskan tubuhnya pada kursi yang di dudukinya. "Siapa lagi memangnya yang bisa menghasut para warga, bukankah ia asli berasal dari tempat pabrik kita di bangun? Kamu lupa, kalau papanya seorang petinggi pemerintahan daerah?"

Ah, Fikron mengangguk. Benar, semuanya sangat masuk akal sekarang.

"Lagipula, Arlinda juga memiliki saham sebanyak 20% saham di pabrik Baba, termasuk yang paling banyak, setelah Gus Fariz pemilik saham sebanyak 30%. Tentunya mudah baginya untuk menghasut investor lain yang memilimi sedikit saham di kita untuk menarik saham mereka."

Fikron kembali mengangguk. "Tempatnya di depan sana kan?" tanya Fikron.

"Iya benar. Satu lagi, Baba tidak tahu soal ini. Cukup kita berdua saja yang tahu soal ini. Mas akan selesaikan semuanya secepatnya."

"Iya Mas."

Mobilnya kini sudah masuk ke dalam parkiran sebuah restoran bergaya jepang yang sangat mewah. Keduanya lantas turun, dan ada seorang anak buah Arlinda yang ternyata sudah menunggu kedatangan mereka.

Pria itu membawa mereka ke sebuah ruangan privat yang sudah di reservasi atas nama Arlinda.

"Wah, mewah banget Mas." gumam Fikron saat pintu di depan mereka terbuka, memunculkan nuansa mewah dengan interior yang di dominasi oleh warna emas yang mengkilap.

Selanjutnya, Rama dan Fikron di bawa ke sebuah meja dengan tempat duduk berupa dua sofa panjang yang saling berseberangan. Mereka di persilahkan duduk, dan menikmati makanan pembuka yang berupa dimsum dan beberapa makanan manis, selagi mereka menunggu kedatangan Arlinda.

Rama sama sekali tidak berniat memakan hidangan pembuka itu, entah kenapa rasanya mual sekali melihat dimsum dan makanan manis lainnya, padahal bagi Fikron itu semua terlihat sangat menggiurkan.

"Makan saja kalau mau. Mas kok mual ya liatnya, bentuknya dimsum juga ternyata aneh ya? Kenapa gak di bentuk bulat aja kaya bakso sih?"

Fikron menggeleng, kakak iparnya mulai lagi bertingkah aneh.

"Kenapa rujaknya Mas nggak di bawa ya?"

"Katanya buat Baba sama Pak Junaidi." ucap Fikron yang mulai jengah dengan mode Rama yang menyebalkan ini.

"Oh iya ya. Kenapa Mas nggak beli tiga bungkus aja ya tadi, supaya Mas juga bisa makan."

"Haduh, terserah Mas deh! Fikron mau makan dimsumnya aja."

Baru saja Fikron hendak menyantap dimsum di hadapannya, terdengar suara ketukkan heels terdengar menyapa indera pendengaran mereka.

Sosok Arlinda berjalan mengambil duduk di sofa yang berseberangan dengan mereka bersama seorang perempuan yang merupakan sekretaris pribadinya.

Rama membuang napas pelan, entah kenapa aroma parfum yang di kenakan Arlinda mendatangkan rasa mual yang mendesak ingin segera di keluarkan.

Fikron sendiri menatap malas kepada sosok cantik Arlinda yang berpakaian formal dengan jas, dan celana bahan berwarna pink. Wanita itu masih senang mengecat rambutnya, kali ini dengan warna ash blonde.

"Rama, dan Fikron. Apa kabar?" wanita itu membuka topiknya dengan basa-basi busuk seperti biasanya.

Rama memijat pelipisnya. "Bisa langsung saja tidak? Saya sedang kurang sehat."

Fikron menatap kakak iparnya dengan sebalah alis yang terangkat. Kurang sehat katanya? Mana ada orang kurang sehat yang menghabiskan dua porsi rujak asam seperti Rama?

Tapi, memang benar sih wajahnya Rama terlihat sedikit pucat. Ia juga beberapa kali memijat pelipisnya, apakah memang kakaknya itu kurang sehat? Tapi kenapa tiba-tiba sekali?

"Kenapa kamu melakukan itu semua kepada kami?" Rama langsung menuju ke topik utama tujuan mereka bertemu.

Arlinda mengibaskan rambut sebahunya. "Anda masih bertanya kenapa?" Arlinda meletakkan layar ponselnya di atas meja, tepat di hadapan Rama dan Fikron.

Layar ponsel dengan logo apel di gigit itu menunjukkan sebuah postingan foto pernikahan ia dan Aila, dari akun instagram Aila yang dengan terang-terangan mengaku sudah menikah dengan Rama.

Rama menatap Arlinda dengan sebelah alis yang terangkat. "Apa lagi yang mau anda pertanyakan? Bukankah isi postingan itu sudah menjelaskan semuanya?"

Arlinda mengerang kesal. "Kamu keterlaluan Ram!! Apa yang tidak saya miliki dari Aila? Sampai kamu menolak saya, dan menikahi wanita yang merupakan putri dari tuanmu sendiri! Apakah kalian menikah kontrak, dengan perjanjian jika Kyai Ikmal akan menyerahkan pabriknya sepenuhnya kepada kamu? Begitu?"

Ck, ck. Fikron geram sekali mendengaenya, Arlinda ini sepertinya kebanyakan menonton sinetron yang tidak jelas, sampai kepalanya memiliki pemikiran seperti itu.

"Saya memiliki segalanya Ram! Keluarga Kyai Ikmal bahkan tidak ada apa-apanya di banding dengan keluargaku! Apa yang membuat kamu memilih Aila? Apa jangan-jangan, kalian sudah tidur bersama, dan itu sebabnya--"

PRANG!!

Semua orang terkejut, begitu pun dengan Arlinda. Ia mendadak takut dengan aura yang di pancarkan oleh Rama. Rama membanting gelas berisi teh ocha ke tembok di sampingnya, hingga isi dari gelas itu terciprat mengenai pakaian Arlinda.

"Anda terlalu banyak bicara. Terlalu egois, tidak semua dapat anda kendalikan dengan uang. Termasuk cinta, dan hati seseorang." Ucapnya seraya menyugar rambutnya ke belakang.

"Silakan hina saya, caci saya. Tapi saya tidak akan tinggal diam, jika anda berani menghina istri saya. Saya tidak peduli sekali pun kamu adalah perempuan, saya tidak akan segan-segan melakukan hal kasar."

Arlinda yang semula begitu angkuh mulai menciut. "Cinta saya tulus kepada kamu Ram. Kenapa kamu tidak bisa menerima saya?"

Rama berdecih. "Tulus? Tidak ada orang tulus yang melakukan hal licik seperti ini."

Brak!!

Semua orang menatap ke arah pintu ruangan yang terbuka, memunculkan sosoj Gus Fariz dan juga--Pak Hambali mertuanya.

"Apa aku terlambat?" tanya Pak Hambali yang berjalan mengarah ke arah mereka bersama dengan Gus Fariz.

Wajah Arlinda langsung memucat.

AILA & RAMA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang