MISI

9.6K 520 114
                                    

Rama, Bagas, Gilang, dan juga Reksa sudah berada di tempat tujuan. Memarkirkan mobil mereka jauh dari bangunan kosong yang berada di hadapan mereka berempat, lokasinya berada di tengah hutan belantara yang sangat jauh dari permukiman dan jalan raya. Mereka bergegas memakai rompi anti peluru, memeriksa senjata yang di bawa oleh mereka.

“Jangan sampai putus komunikasi. Reksa, pantau terus pergerakan mereka dan laporkan pada kami,” titah Bagas, karena Rama terlihat sangat murung.

“Ram, saya minta sampeyan fokus. Ingat istri ada di rumah Ram,” Bagas menasihati, walau pun sebenarnya dirinya juga merasakan hal yang sama.

Rama menghela napas, kemudian mengangguk. "Oke, ayo semuanya kita berangkat selesaikan misi!" serunya.

"SIAP!!"

Rama mengangguk, kemudian menatap Bagas yang tengah memasang rompi peluru. "Gas, sampeyan pergi sama Gilang. Saya akan pergi sendiri, ya."

Mendengar itu, fokus Bagas beralih kepada sang kepala tim. "Ram?"

"Mas Rama?" Gilang, dan Reksa juga terkejut. Bagaimana bisa Rama bergerak sendiri, jika dulu ada Alexa maka Rama yang akan pergi dengan Bagas, sedangkan Alexa dengan Gilang, atau Reksa.

Tapi kali ini situasinya berbeda, mau tidak mau Rama harus pergi sendiri, karena Reksa bertugas sebagai pemantau monitor di tempat yang tersembunyi nantinya.

Wajah Rama begitu tegas, "Gilang lebih butuh sampeyan Gas. Saya ada Reksa, yang akan menjadi mata saya. Kalian semua ndak perlu khawatir! Misi kita kali ini fokus pada penyelamatan para sandera yang masih tersisa di sini!" paparnya, keputusannya sudah benar-benar bulat.

Bagas menggeleng, seraya berdecak kesal dan berkacak pinggang. "Ram, sampeyan apa ndak egois menyerahkan itu semua kepada kami? Sementara sampeyan berurusan dengan para pelaku?" Sanggah Bagas, sedangkan Gilang dan Reksa hanya memperhatikan Bagas, dan Rama yang mulai bersitegang.

Gilang, dan Reksa bukannya setuju dengan titah Rama. Mereka juga berpikiran yang sama dengan Bagas, bagaimana pun mereka datang bersama, dan artinya harus pulang bersama juga dalam keadaan yang sama-sama selamat.

"Kita selesaikan operasi ini sama-sama Ram!" imbuh Bagas.

Rama mendengkus kasar, memajukan tubuhnya mendekat kepada Bagas. Aura yang di pancarkan Rama benar-benar terasa begitu mencekam. "Terus para sandera mau menunggu berapa lama lagi untuk di selamatkan hah? Tidak ada yang tahu dalam satu menit kemudian apa yang akan terjadi kepada mereka semua?"

Bagas bungkam.

"Keputusan saya sudah bulat. Jika ada yang keberatan, silahkan keluar dari tim!"

Hening. Tidak ada yang bisa membantah keputusan Rama, mereka tahu jika Rama orang yang tidak bisa di bantah, berpendirian tegas, dan juga sigap. Itulah mengapa Rama bisa di tunjuk menjadi ketua tim selama beberapa tahun ini.

Soal kemampuan, tidak perlu di ragukan lagi. Bela diri, menembak tepat sasaran dan pandai merancang strategi, semuanya tidak perlu di ragukan lagi.

Rama bergabung di tim pasukan rahasia kepolisian sejak usianya berusia 20 tahun, pak Bambang adalah orang yang merekrutnya secara langsung, karena Rama pernah menyelamatkannya yang di serang oleh musuhnya. Ia melatih Rama bela diri, menembak dan latihan-latihan kemiliteran lainnya yang berhasil ia kuasai, barulah Rama bergabung dalam tim yang awalnya baru menangani kasus ringan sampai beberapa bulan kemudian ia di pindah ke tim kasus yang berat, dan barulah ia bertemu dengan Bagas.

Awalnya, ia dan Bagas saling bersaing menjadi yang terbaik untuk sama-sama menjadi kepala tim, namun setelah melihat kemampuan Rama yang bersaing dengannya itu lebih unggul, akhirnya Bagas menyerah dan bersahabat dengan Rama, ia yang paling depan mendukung Rama untuk menjadi ketua tim yang beranggotakan ia, Rama, Gilang, Reksa, dan juga Alexa yang berhasil mencuri hatinya.

"ADA YANG MAU KELUAR DARI TIM?" teriak Rama.

"Siap, tidak!!" Mereka menyeru bersamaan.

"Bagus. Sa, kembali ke tempat. Kabarkan semuanya kepada kami nanti!" ucapnya seraya menatap kepada Reksa, dengan tatapan yang sudah melunak.

Reksa mengangguk.

Rama menghela napas, seraya menatap satu persatu anggita timnya."Sekali lagi, jangan sampai komunikasi kita terputus. Mengerti?"

"SIAP MENGERTI!!"

"Oke, ayo bergerak!"

Mereka mulai menyebar, kasus kali ini adalah menangkap pelaku penculikan serta penjualan anak yang sudah sangat meresahkan seluruh warga. Bagas, dan Gilang bertugas melepaskan sandera dan membawanya ke tempat aman. Reksa, adalah mata mereka semua, ia yang paling ahli di bidang IT, dan tim penyerang seperti Alexa, ia yang akan memantau semuanya setelah memasang beberapa kamera kecil yang tak terlihat oleh mata telanjang. Sedangkan Rama, akan menyerang langsung pelaku yang di sinyalir beranggotakan cukup banyak.

Operasi mereka mulai berjalan, dengan mereka mulai berpencar ke tempat tujuan masing-masing dengan Reksa sebagai penunjuk jalan mereka yang berbicara melalui earpiece yang di kenakan oleh mereka masing-masing.

Mereka semua saling terhubung, "Sa, dimana mereka sekarang?" tanya Rama yang sudah menyelinap masuk ke dalam bangunan yang tampak besar dan sudah sangat tua ini.

"Ada di lanta atas Mas. Di sebuah ruangan ketiga sebelah kiri. Mas, hati-hati ya, jumlah mereka tidak sedikit," jawab Reksa, sungguh rasanya ia dangat ingin sekali menyusul Rama yang bergerak sendirian, tapi ia tidak bisa. Tugasnya saat ini adalah memantau pergerakan sasaran target, dan melaporkan semuanya kepada anggota tim.

Rama yang tengah menyelinap itu menjawab, "Kamu tenang saja. Bagas, Gilang, jika kalian sudah selesai, boleh menyusul saya kemari."

"Siap Ram!" sahut Bagas.

"Siap Mas Rama!!" seru Gilang.

"Sa, ada berapa orang disana sekarang?" tanya Bagas, ia benar-benar merasa khawatir karena Rama bertindak sendirian.

"Lebih dari sepuluh orang Mas," jawab Reksa.

Bagas berdecak. "Shit! Gilang, ayo selesaikan bagian kita dengan cepat!"

Rama tersenyum, disaat suasana kian tegang, padahal ia tahu jika senyuman miliknya tidak dapat di lihat oleh para anggota tim-nya. "Santai saja Gas. Ingat, keselamatan mereka yang paling utama,"

"Sampeyan ndak mungkin bisa lawan mereka sendirian Ram!"

"Iya, makanya saya bilang setelah selesai kalian bisa bantu saya. Sudah nggih, saya sudah di lantai atas."

Semua orang menjadi panik saat Rama sengaja memutuskan sambungan komunikasi dengan mereka. Bagas tentulah yang paling cemas, ia lantas berbicara kepada Reksa melalui alat komunikasi yang masih terhubung. "Sa? Gimana Rama? Dia baik-baik aja, kan?"

"Mas Rama aman, Mas,"

Bagas, dan Gilang, keduanya menghela napas lega. Reksa terus melaporkan situasi dan keadaan kepada keduanya yang sudah memasuki tempat yang jadi tempat penyanderaan para korban penculikan.

Keduanya bergegas untuk menyelesaikan bagian mereka, dan segera membantu Rama yang tengah berjuang sendirian.

AILA & RAMA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang