Fikron dan Irham benar-benar membelikan lima buah testpack untuk Aila. Kini kelima benda itu tengah di coba oleh Aila di dalam kamar mandi, Ayana dan Ashilla menunggu dengan cemas. Sedangkan para pria hanya menggelengkan kepalanya melihat kehebohan dua wanita yang sudah tidak lagi muda itu.
Cklek
"Gimana sayang hasilnya?" Umi Shilla dan Amih Ayana yang sangat antusias dan tidak sabar itu, langsung memberondong Aila begitu ia keluar. Aila menunjukkan kelima alat itu yang menunjukkan hasil positif.
"YEEEYY! Kita benaran punya cucu!!" lagi-lagi para ibu-ibu itu kembali heboh, tanpa aba-aba, mereka langsung menarik Aila ke poli kandungan untuk memeriksakan kandungan.
Kedua calon nenek itu sangat heboh, benar-benar tidak sabar menunggu nama Aila di panggil untuk masuk ke dalam ruangan dokter poli kandungan. Begitu pun dengan Aila, perasaannya mendadak sangat berdebar-debar. Ia beberapa kali bertanya apakah benar jika hal yang di tunggu-tunggunya itu sudah hadir di rahimnya?
"Nyonya Myiesha Aila Rizqiyana!"
"Ayo sayang, nama kamu sudah di panggil." Amih Ayana langsung membawa Aila masuk ke dalam ruang poli, tentunya bersama dengan Umi Shilla juga.
"Eh? ternyata beneran kamu Ning?" Dokter Hilda sempat terkejut melihat kedatangan Aila, yang di apit oleh orang-orang terkasihnya. Memamg sebelumnya ia sedikit kaget membaca nama Aila yang berada di surat daftar masuk ke ruang polinya.
"Sampeyan hamil Ning?" Tanya Hilda setelah bersalaman dengan Amih Ayana dan Umi Shilla.
"Nggak tahu. Tapi tadi pas di testpack hasilnya positif Da." Ucapnya yang membuat wajah Hilda, sang dokter spesialis kandungan itu tersenyum senang.
"Ayo sini coba kita periksa. Aku yakin, para calon Nenek ini sudah sangat penasaran juga, kan?"
Amih, dan Umi terkekeh mendengar penuturan dari Hilda yang memang sangat tepat sekali.
Asisten Dokter Hilda menginstruksikan Aila untuk berbaring di sebuah ranjang khusus pemeriksaan di ruang polinya. Ia mengambil botol berisi cairan khusus untuk melakukan usg setelah meminta Aila menyingkap pakaian yang di kenakannya sebatas perut.
"Bismillah, kita periksa dulu ya." ucap Hilda seraya menempelkan alat untuk usg ke bagian bawah perut Aila yang sudah di oleskan gel barusan.
Layar di depan Hilda mulai menunjukkan keadaan dalam rahim Aila, setelah itu Hilda memekik senang.
"Kenapa Da?" tana Umi Shilla.
"Alhamdulillah. Ning Aila hamil Umi, Amih. Dan kabar bahagianya adalah--" Hilda menjeda ucapannya, menunjuk kepada layar monitor di hadapannya. "Kantung bayinya ada dua! Selamay ya, Ning Aila hamil kembar!!"
Semua orang dilanda rasa senang yang bukan main. Mendapatkan anak, dan cucu dua sekaligus tentu saja membuat mereka semua senang.
Aila sendiri sudah menitikan air mata, mengucap syukur berkali-kali di dalam hati. Doa yang selalu ia pinta, akhirnya terkabul, dan Tuhan memberikannya lebih dari yang ia mau, berupa dua malaikat kecil yang akan terus tumbuh di dalam rahimnya sampai sembilan bulan nanti.
"Senangnya. Anak aku punya temen nanti." Ucap Hilda seraya mengusap air mata haru.
Setelah itu Aila turun dari ranjang, di bantu dengan Amih, dan Uminya yang tentu akan menjadi posesif, dan waspada setelah mengetahui kehamilannya, apalagi janin yang di kandungnya adalah anak kembar.
Hilda mempersilahkan Aila untuk duduk berseberangan dengan mejanya. "Ada keluhan Ning? Pusing, muntah, mual?"
Aila menggeleng, karena ia sama sekali tidak merasakan itu semua. Ia bahkan tidak sadar jika sebulan ini telat datang bulan, karena kesibukannya di rumah sakit.
"Eh, serius? Kok bisa? Aku aja selama ini mualnya parah bangeg lho. Apalagu kamu yang mengandung dua sekaligus,"
Aila menggeleng polos. Karena ia juga tidak tahu mengapa bisa begitu.
"Kayaknya lebih ke Rama deh yang ngalamin ngidam, Da." Ucap Umi Shilla.
Kedua mata Hilda melotot, terkejut sekali, dan tentu rasanya Aila beruntung tidak mengalami morning sickness dan perubahan mood seperti yang di alaminya, beruntung Azman juga sangat sabar menghadapi segala kelakuannya semasa hamil.
"Rama bahkan hari ini di rawat di salalh satu kamar, karena pingsan setelah mengalami pusing dan segala macamnya." Imbuh Umi Shilla.
Aila meringis, sungguh ia juga merasa aneh mengapa Rama yang harus mengidam, bukan dirinya? Apalagi ia tahu, jika selama mereka berjauhan kondisi Rama sedang sulit karena ada masalah besar dengan pabrik disana. Ia tidak dapat membayangkan betapa menderitanya Rama merasakan pusing, mual, dan muntah di saat tengah pusing dengan segala permasalahan yang melanda.
Ah, mengingat itu kedua matanya mulai memanas.
Sungguh, ia memang tidak merasakan tanda kehamilan apa pun selain tubuhnya yang sering lelah, serta nafsu makan yang meningkat. Ia pikir semua itu karena lelah bekerja, dan seringnya melewati jam makan saat bekerja.
Ia menyentuh perutnya yang memang agak sedikit buncit. Ia berharap, suaminya tidak terlalu lama merasakan semua masa mengidam itu.
Setelah selesai konsultasi, dan mendapatkan obat yang di tebus di kasir. Kini ketiga wanita beda generasi itu berjalan kembali ke ruang rawat Rama dengan senyum yang mengembang.
"Sayang darimana?" kedatangan Aila langsung di sambut dengan pertanyaan Rama. Bahkan raut wajah pria itu terlihat sedikit merengut.
Ah, benar-benar terlihat sangat lucu.
Tak kunjung mendapatkan jawaban dari istrinya, Rama kembali bertanya. "Yaang, darimana?"
Semua orang yang melihat itu kompak mengulum senyum melihat Rama yang merengek seperti anak kecil yang tidak di belikan permen.
"Yaaaang .... " Rama kembali merengek.
Aila hendak membuka mulut, namun sang Umi menyela. "Kamu itu ternyata sakit karena ngidam, Mas Rama."
Hah?
Semua orang yang berada di dalam ruangan itu terkejut.
"Hah? Kakak beneran hamil, Umi?" Fikron langsung menyerobot. Jika iya, maka benar tebakannya Gus Fariz jika Rama tengah mengalami masa ngidam yang di sebabkan dari kehamilan Aila.
"Beneran Umi?" Irham ikut bertanya.
Amih Ayana langsung mengeluarkan foto hasil usg yang berada di tangannya kepada Rama. "Selamat ya Ram, langsung dapat Baby Twins nih!"
Rama menatap foto usg di tangannya dengan mata yang beekaca-kaca, di tambah dengan ucapan Amih Ayana barusan, tanpa di perintah Air matanya langsung meluncur.
"MasyaAllah. Alhamdulillah, dapet kembar. Selamat ya nduk, Rama." Ucap Baba Ikmal seraya mengecup pucuk kepala Aila dengan penuh sayang.
Ah, rasanya masih kemarin putrinya ini menangis dan merengek karena tidak bisa memakai sepatunya sendiri, kini gadis kecil itu sudah akan menjadi ibu yang di karuniai dua orang malaikat kecil.
Umi Shilla juga merasakan perasaan yang sama. Perasaan senang, dan haru memenuhi rongga dadanya. Amih Ayana mengusap bahunya dengan lembut, ia juga mengerti dengan apa yang di rasakan adik iparnya karena ia juga menyaksikan pertumbuhan Aila yang sering bermain dengan Irham dulu.
"Waah, selamat ya Kakak, dan Mas Rama. Keren nih Mas Rama, sekali tembak langsung dapet dua!!" Ucapan Fikron mencairkan suasana yang tadinya penuh haru itu, menjadi penuh tawa.
Irham memukul punggungnya. "Sok tahu banget, sekali tembak. Yang bener tuh, setelah beberapa kali nembak ya Mas?" kata Irham seraya menaik turunkan kedua alisna menggoda Rama.
Astaga, memang Fikron dan Irham ini selalu ada-ada saja tingkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILA & RAMA [TERBIT] ✓
Ficción GeneralDi zaman sekarang, zaman serba modern ini apakah perjodohan masih berlaku? Tentu saja, seperti yang terjadi pada Myiesha Aila Rizqiyana, seorang dokter bedah bergelar Ning, dari pondok pesantren besar di jogjakarta. Di tengah puncak kariernya ia jod...