Di tengah-tengah kebisingan yang terjadi, sosok dokter Reza datang mengejutkan mereka semua, termasuk Aila. Istri dari Rama itu langsung berlari menghampiri dokter Reza, benar-benar tidak sabar untuk mengetahui kondisi suaminya. Demi apa pun, Aila berharap suaminya baik-baik saja, dan selamat saat menjalani operasi. Namun, belum sempat Aioa bertanya, Dokter Reza sudah lebih dulu berbicara.
"Maaf sebelumnya Kyai Ikmal, operasi Rama berjalan dengan lancar. Tapu beliau masih dalam keadaan kritis, dan harus di rawat di ruang ICU beberapa hari sampai keadaannya membaik." paparnya.
Tubuh Aila kembali melemas, seperti Alexa, dan Bagas. Umi Desi yang terkejut mulai menangis di pelukan Pak Syahrul, begitu juga dengan Babanya yang tampak gusar.
"Dok, saya boleh lihat Mas Rama?" tanyanya. Ia tidak tahu sudah berapa banyak ia menangis malam ini sejak kedatangan Rama ke rumah sakit sebagai pasien.
Dokter Reza menghela napas, menghilangkan rasa sesak yang menderanya kala melihat dan mendengar Aila yang sangat frustrasi dengan keadaan Rama.
Meski sulit, ia akan mencoba menghapus perasaannya. Ia tidak mungkin merebut istri orang lain, kan?
Dokter Reza mengangguk, "Boleh. Tapi hanya satu orang saja ya, yang boleh masuk. Karena kondisinya masih sangat kritis,"
"Nak, biar Uminya Rama dulu ya masuk, setelah itu gantian sama kamu. Bisa, kan dok?" tanya Baba Ikmal.
"Bisa Yai,"
Dengan di tuntun oleh suaminya, dan di pandu dokter Reza, Umi Desi kini sudah berada di dalam ruang ICU setelah mengenakan pakaian khusus. Air matanya mengalir melihat putranya terbaring lemah, dan belum sadarkan diri.
Ia tidak pernah sedikit pun membayangkan akan melihat putranya berada dalam situasi seperti sekarang ini. Apalagi Rama selama ini bekerja dengan sangat keras di medan yang berbahaya.
Ia tidak tahu sudah berapa banyak luka yang di dapatkan putranya ini selama menjalankan misi. Putranya bahkan menyembunyikan semua identitas pekerjaannya selama ini, jika terluka siapa yang akanerawatnya hingga sembuh?
Ia tidak menyangka, di balik wajah penuh senyum dan kebahagiaan putranya menyimpan banyak rahasia, dan mungkin juga luka yang berhasil ia sembunyikan dengan baik.
Umi Desi duduk pada kursi di samping brangkar putranya. Tangisnya tak bisa terbendung lagi, Ibu mana yang tidak akan menangis saat melihat putranya yang selama ini selalu ceria, kini justru malah terbaring tak berdaya, dan sangat pucat.
"Ini Umi Ram. Sampeyan apa ndak mau bangun?" ucapnya seraya mengusap rambut putranya, dan memberikan kecupan pada dahinya dengan air mata yang mengalir deras.
"Ram, Ning Ayumu ndak berhenti menangis. Kamu apa ndak kasihan melihatnya menangis, hm?"
Umi Desi terisak, seraya menggenggam tangan Rama. "Ram, cepat bangun nggih, Umi kangen sekali dengar ocehan kamu sama Bapak. Anak Umi pasti kuat menjalani semua ini, cepat bangun ya Ram .... "
Setelah itu Umi Desi keluar, ia kembali menumpahkan tangisnya pada Alexa yang juga menangis seraya memeluknya. Semua orang bersedih atas kejadian ini, dan sama-sama berdoa untuk keselamatan Rama.
Kini giliran Aila yang masuk, tubuhnya langsung melemas di samping ranjang pasien, Rama yang berbaring dan belum sadarkan diri itu membuatnya kembali menangis. Matanya sudah sangat sembab karena terlalu banyak menangis hari ini, tapi ia tidak peduli.
Ia mencoba bangkit, dan menyentuh wajah pucat Rama. Dengan air mata yang mengalir, pertama kalinya ia mengecup wajah pria yang sangat di rindukannya ini. Ia sadar beberapa lama ini bahwa seluruh hatinya sudah berlabuh sepenuhnya kepada sang suami.
"Mas Rama, aku mohon jangan pernah meninggalkan aku. Aku tidak bisa membayangkan jika sampai Mas Rama menyerah sekarang. Mas Rama harus berjuang untuk sadar ya Mas? Ada aku, dan semua orang yang sudah menunggu kedua mata Mas Rama terbuka," Aiala terisak, air matanya mengalir begitu sangat deras, bersamaan dengan rasa sesak yang mendera hatinya.
"Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada kamu Mas. Tolong jangan menghukumku dengan cara seperti ini Mas ... Aku mencintai kamu Mas .... "
Seraya menangis, hatinya tak berhenti memohon agar suaminya cepat sadar, ia juga berjanji pada dirinya sendiri kalau akan menjadi istri yang baik, karena ia snagat mencintai Rama.
Ya Allah, hamba mohon jangan ambil Mas Rama sekarang. Hamba tidak sanggup jika harus kehilangannya ....
*****
"Mas Rama sama Fikron kenapa baru sampai sekarang sih? Saya sudah menunggu setengah jam lho, disini. Semua orang sudah pulang, tinggal saya sendiri, kalau tahu akan menjemput lama seperti ini lebih baik saya pesan taksi online saja!"
Ah, Rama mengernyitkan dahinya saat mendengar suara dan kalimat yang di ucapkan oleh seorang perempuan yang sangat familiar baginya. Ia melirik dirinya sendiri, tampilannya tengah memakai pakaian ala pasien rumah sakit.
Tapi di depan sana ia melihat jika dirinya dan Fikron tengah menunduk mendengarkan ucapan yang di lontarkan oleh Ning Myiesha Aila Rizqiyana.
Lagi-lagi dahinya mengerut samar, ia ingat tempat dan kejadian ini. Jika tidak salah ini adalah saat Aila pertama kali masuk kuliah, ia dan Fikron terlambat menjemput Aila karena Fikron ada rapat osis di sekolahnya.
Ini juga pertama kalinya ia menjemput Ning Aila, karena Kyai Ikmal tengah ada ceramah ke luar kota, jadi ia yang di tugaskan untuk menjemput Fikron dan Aila. Ia juga mengakui dalam hati, jika dirinya telah jatuh cinta kepada Ning dari pondok pesantren Darul Hikmah, tempatnya belajar.
Ia menyukai bagaimana sosok Ning Aila yang tegas, dan juga cerdas. Namun ia sadar diri, dan memilih menyimpan perasaannya sendiri. Ia tidak berani untuk sekedar berharap dan merayu Tuhan untuk di satukan dengannya.
Tapi, siapa yang menyangka jika takdir akhirnya berpihak padanya. Perasaannya berbalas, dengan perjodohan yang di buat oleh Kyai Ikmal. Ia kembali teringat saat dimana ia dan Aila berdebat alot sebelum akhirnya ia setuju untuk menikah dengan Ning Aila yang ia ketahui menyimpan rasa kepada pria lain.
"Mas Rama maaf, saya belum bisa menerima kamu sebagai suami saya."
Rama kembali di tarik ke masa yang berbeda, masa dimana ia melihat Ning Aila yang diam-diam menangis di ruang makan pukul 2 malam, tepatnya sehari setelah mereka menikah.
Alasan Rama menolak perjodohan di awal adalan ini, ia tidak mau menyakiti Ning Aila karena harus menikah, dan hidup bersama pria yang tidak pernah ia cintai.
Aila tidak tahu jika malam itu, ia mendengarkan tangis dan kata-kata itu di balik tembok, saat dirinya hendak mengambil minum karena haus. Hatinya tentu saja sakit, bagaikan tertusuk ribuan pedang. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya atas semua rasa sakit yang di rasakan Aila.
Seandainya saja ia tidak mengabdi, dan bekerja kepada Kyai Ikmal, mungkin pernikahan yang bagaikan duri ini bagi Ning Aila, tidak akan pernah terjadi.
Setiap malam, ia merasa sangat bersalah sekali saat menatap wajah lelap Aila, ia berjanji akan membahagiakan istrinya itu meski harus berdarah-darah melewati jalan yang penuh ranjau.
Ia mencintai Aila, namun ia ingin Aila bahagia meski bukan dengannya, ia ikhlas jika suatu saat harus melepaskan Ning Aila yang ia cintai, karena kebahagiaan Aila adalah hal yang paling utama baginya.
****
BTW, kalian bosen gak sih bestiee sama cerita ini ? 😭
Partnya masih panjang banget soalnya, semoga gak bosen ya huhu
KAMU SEDANG MEMBACA
AILA & RAMA [TERBIT] ✓
General FictionDi zaman sekarang, zaman serba modern ini apakah perjodohan masih berlaku? Tentu saja, seperti yang terjadi pada Myiesha Aila Rizqiyana, seorang dokter bedah bergelar Ning, dari pondok pesantren besar di jogjakarta. Di tengah puncak kariernya ia jod...