PANIK

11.6K 495 12
                                    

"Astagfirullah .... " Aila meringis seraya memegangi perutnya yang terasa sangat mulas, dengan intensitas yang semakin sering.

Ia melirik ke arah pintu, mencoba untuk bangkit dari atas ranjang untuk menghampiri sang suami yang berada di ruang kerjanya, setelah mendapatkan telepon dari Gus Fariz. Seraya meringis, Aila berjalan ke arah pintu, wajahnya sudah berkeringat karena menahan rada sakitnya.

Cklek!

Begitu pintu kamarnya berhasil terbuka, ia mulai berteriak memanggil Umi Desi yang masih menginap dirumah mereka.

"Umi. Akh, Umi!!" serunya sedikit keras.

Mendengar suara teriakan menantu, Umi Desi serta Pak Syahrul yang baru selesai makan itu bergegas berlari menghampiri Aila yang memegangi daun pintu seraya berteriak, dan meringis kesakitan.

"Astagfirullah nduk. Sudah waktunya melahirkan ini. Rama mana?" tanyanya seraya memapah tubuh sang menantu.

"Di--rua--ng ker--ja. Mi .... "

Pak Syahrul mengangguk, gegas mencari Rama.

"Astagfirullah Mi, sakiit .... "

Umi Desi menatap sang menantu dengan kedua mata yang berkaca-kaca. "Kamu tenang ya, tarik napas, lalu keluarkan pelan-pelan." ucapnya. Aila menurut, melakukan instruksi dari sang mertua.

Aila tanpa sadar meremas tangan Umi Desi dengan sangat kencang karena rasa sakit yang di rasakannya semakin tidak tertahankan.

"Ya Allah, Rama kenapa lama sekali?" gumam Umi Desi yang akhirnya menjadi ikut panik melihat Aila yang kesakitan sendirian seperti ini.

"Ya Allah ... Allahu akbar .... " Aila terus melapalkan beberapa kalimat asma Allah, sungguh rasa sakit yang di rasakannya semakin tidak bisa di tahan.

Dari kejauhan, Rama terlihat berlari menghampiri Aila dan sang Umi.

"Mas, sakit .... " rintihnya seraya mulai menangis dan meraih tangan suaminya untuk ia remas sebagai pengalihan rasa sakit, namun sayangnya itu semua tidak berhasil rasa sakit itu malah semakin menjadi.

Tak lama, Pak Syahrul menyusul dengan membawa sebuah kursi roda. Namun, belum sempat Aila duduk disana, tiba-tiba air yang mengalir dari sela-sela paha Aila hingga membasahi lantai.

"Ran cepat bawa Ning Aila ke mobil. Ketubannya sudah pecah ini, biar Umi yang bawakan perlengkapan Aila. Kamu ke rumah sakit duluan sama Bapak, biar Umi nyusul sama Mama Ratna dan Bagas."

Rama mengangguk.

"Kamu nggak boleh panik Ram. Kamu harus menjadi satu-satunya orang yang tetap sadar, karena Nung Aila membutuhkan support dari kamu."

Rama kembali mengangguk, di bantu dengan sang ayah, ia mendudukkan Aila ke kursi roda dan gegas memasuki mobilnya dengan di dampingi oleh sang ayah pula.

Demi apa pun, Rana sudah menangis melihat bagaimana kesakitannya Aila.

"Lho, Mas mau kemana?"

Kebetulan ada Fikron yang baru datang dengan menaiki sepeda motor.

"Fik, toling bantu Mas menyetir mobil ya? Kakakmu mau melahirkan, Mas nggak bisa menyetir karena harus menemani kakakmu di belakang."

Fikron terkejut, namun ia segera mengangguk, dan naik ke mobil Rama mengambil duduk di kursi kemudi, di temani Pak Syahrul yang duduk di sampingnya. Sementara Rama duduk di kursi belakang bersama Aila yang meringis kesakitan.

"Sayangku. Sabar ya, tahan ya. Sebentar lagi kita akan ke rumah sakit. Gapapa kamu bisa remas tangan Mas, atau mencubitnya untuk melepaskan rasa sakit yang kamu rasakan." ucapnya.

Fikron diam-diam menitikkan air mata, melihat kondisi kakaknya yang biasanya selalu bertengkar dengannya, dan saling mengejek itu kini tampak tidak berdaya dan sangat kesakitan seperti itu, membuat hatinya juga ikut teremas sakit.

Apalagi, ia juga dapat melihat kedua mata kakak iparnya yang memerah berusaha menahan agar tidak menangis dengan kondisi kakaknya. Siapa memangnya yang tidak sedih melihat orang yang sangat di cintai kesakitan seperti itu, tentu pasti tidak ada.

Begitu pun yang di rasakan Rama. Ia ingin menangis, namun ia harus kuat karena Aila sangat membutuhkan supportnya.

"Astagfirullah .... " Aila semakin berucap lirih. Tangis Rama terasa akan meledak, demi apa pun, ia tidak sanggup melihat Aila seperti ini.

Seandainya saja bisa, ia akan meminta agar semua rasa sakit yang di rasakan oleh Aila beralih kepadanya. "Sabar ya sayang. Rumah sakitnya sudah dekat. Kamu harus kuat, untuk Mas dan anak-anak kita."

Setelah menempuh perjalanan selama sepuluh menit akhirnya mobil yang di kemudikan oleh Fikron sampai di tempat parkir rumah sakit. Dengan sigap, Fikron langsung masuk ke rumah sakit dan meminta sebuah kursi roda.

Kakaknya langsung di rujuk ke IGD san setelah menunggu beberapa saat, Aila di bawa ke ruang operasi untuk menjalani operasi sesar dengan di temani oleh suaminya.

Fikron, dan Pak Syahrul menatap pintu ruang operasi yang tertutup. Keduanya mengusap wajahnya yang membasah karena tangis mereka.

Bersyukur, Fikron datang di saat yang tepat. Jika Rama yang mengemudi, pak Syahrul yakin jika putranya itu tidak akan bisa berkonsentrasi karena melihat kondisi istrinya.

"Pak, Fikron pamit ke musholla dulu ya. Sambil mengabari Umi, dan Baba kalau Kakak sedang di operasi untuk melahirkan."

Pak Syahrul mengangguk. "Iya Fik. Terima kasih ya, karena sudah datang di saat yang tepat."

Fikron mengangguk. "Sama-sama Pak. Semuanya pasti sudah di atur yang kuasa." ucapnya. Memang benar, ia tiba-tiba saja ingin mengunjungi kakaknya seraya membawab dua box martabak dengan topping coklat kacang tanah, dan keju coklat, kesukaan kakaknya.

Siapa yang sangka, jika sampai kesana ia berpapasan dengan Rama yang akan membawa kakaknya ke rumah sakit karena hendak melahirkan.

Sungguh, Fikron akan berdoa sebanyak-banyaknya agar kakak, serta kedua calon keponakannya sehat dan selamat.

Fikron pergi setelah pamit.

Kini tinggallah Pak Syahrul yang menunggu di depan pintu ruang operasi, sungguh ia tidak berhenti merapalkan doa untuk keselamatan sang menantu yang tengah menjalani operasi di dalam ruangan ini.

Tak lama, Umi Desi, Bagas, dan juga Mama Ratna datang. "Aila sudah di dalam?" tanya Mama Ratna.

Pak Syahrul mengangguk.

Kedua wanita yang merupakan kakak beradik itu menghela napas lega. Tak lama kemudian datang juga Baba Ikmal, serta Umi Shilla.

Mereka semua kompak berdoa untuk kelancaran operasi, dan keselamatan bagi Aila dan calon cucu-cucu mereka.

AILA & RAMA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang