21. Berbaikannya Irawan dan Sandrina

40 7 70
                                    

Irawan berkaca di spion motor seseorang sambil menunggu pemilik motor datang. Setelah menyelamatkan Sony dari amukan guru bahasa Mandarin beberapa saat lalu, Irawan berencana meminta upah. Ah, perlu diingat, bahwa pemuda itu cukup perhitungan dengan teman sebangkunya. Ia berencana  mengajak Sony menjenguk Sandrina dan menjadikan Sony sebagai tameng untuk menutupi perasaannya yang sesungguhnya. Ya, sesungguhnya Irawan sedikit khawatir pada Sandrina dan penasaran dengan keadaannya.

“Kakak Ipar!” sapa Irawan sambil melambaikan tangan tatkala melihat Sony memasuki area tempat parkir.

Melihat penampakan Irawan, Sony menyipitkan mata. Setiap tersenyum, Irawan pasti memiliki rencana tersembunyi. Ya, Sony harus waspada sekalipun Irawan merayunya dengan memanggil ‘Kakak Ipar’.

“Lo ngapain di sini?” tanya Sony seraya menyambar helm yang bertengger di atas jok.

“Gue nungguin lo, Kakak Ipar,” jawab Irawan, masih dengan senyuman tak ikhlasnya.

“Lo kalo bersikap manis kayak gini bikin gue merinding. Mending lo langsung to the poin!” Sony berusaha mempersingkat agar Irawan tak terus basa-basi.

Irawan mendekat pada Sony. “Lo 'kan bestie-nya Sandrina. Masa Sandrina sakit, lo nggak jengukin?”

Sony menyipitkan mata, menatap Irawan heran. Sekarang ia tahu, mengapa hari ini Irawan mendadak baik padanya. Ah, ternyata ini karena Sandrina.

“Lo ngajak gue jengukin Sandrina?” balas Sony malah balik bertanya.

Irawan hampir tak percaya Sony langsung mengetahui maksudnya. Tentu saja Irawan tak akan mengku begitu saja. Bisa-bisa Sony berpikir ia menyukai Sandrina dan khawatir pada Sandrina. Meski kenyataannya memang begitu.

“Gue nggak ngajak! Gue cuma ngingetin lo! Selama ini, Sandrina selalu ngasih contekan tugas matematika ke lo. Lo sebagai temen harusnya sedikit peduli,” kelit Irawan untuk menyamarkan maksud yang sebenarnya.

“Cuma sakit perut doang, kok! Lo nggak usah khawatir! Palingan besok udah masuk.” Sony membalasnya santai dan mulai menaiki motor.

“Kakak Ipar, gimana kalo gue atur pertemuan lo sama Yeslyn akhir pekan ini? Kalian bisa nonton film atau makan-makan,” kata Irawan yang seketika membuat Sony berubah pikiran. Irawan memang tahu bagaimana membuat Sony menurut padanya layaknya anak kucing.

“Oke! Kita dalam bisnis.” Sony mengajak Irawan bersalaman sebagai tanda kesepakatan.

Irawan dengan penuh semangat duduk di jok belakang. Beruntung sekali rasanya memiliki saudara cantik dan mempesona seperti Yeslyn. Sekali-kali memanfaatkan saudaranya tidak apa-apa. Apalagi ini juga bukan untuk hal yang aneh-aneh. Urusan membuat Yeslyn mau bertemu dan keluar dengan Sony, bisa dipikirkan nanti.

“Ir, lo nggak pake helm?” tanya Sony setelah menyalakan mesin motor.

“Nggak! Lagian, sore-sore gini nggak bakal ada pemeriksaan kelengkapan kendaraan bermotor,” balas Irawan.

Sony menggeleng mendengar jawaban Irawan. Pemuda itu mulai melajukan motor matic-nya dengan kecepatan normal keluar dari area parkir sekolah. Melihat penampakan sang saudara bersama Sony, Yeslyn berusaha memanggil Irawan. Sayangnya, panggilan Yeslyn tak didengar Irawan. Padahal hari ini sang nenek menyuruh mereka untuk pulang bersama karena ada sesuatu yang akan dibicarakan.

“Kabur mulu tiap disuruh pulang tepat waktu,” bisik Yeslyn.

***

Sony menghentikan laju motor di depan sebuah rumah sederhana dengan beberapa bunga yang tumbuh di depannya. Irawan baru tahu penampakan tempat tinggal Sandrina. Beberapa waktu lalu ia memang mengantar Sandrina pulang, tetapi Sandrina turun di gang. Jadi, ini adalah kali pertama Irawan ke rumah Sandrina. Suasana rumah Sandrina membuat Irawan teringat pada rumah kontrakan yang ditinggalinya tujuh tahun lalu.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang