Yeslyn turun dari mobil bersama Irawan. Karena peristiwa tadi siang, Yeslyn memaksa Irawan agar pulang bersamanya dan meninggalkan motor di sekolah. Hari ini Yeslyn bersikap layaknya seorang kakak bagi Irawan. Sampai saat keluar dari mobil saja, Yeslyn yang membukakan pintu untuk Irawan.
Dua saudara itu berjalan bersama memasuki rumah besar keluarga Dewangga. Ketika membuka pintu, Irawan dan Yeslyn disambut oleh sang ibu dan sang adik yang sudah rapi. Seperti biasa, Yasmine langsung berlari memeluk Irawan. Perlu diketahui, bahwa Yeslyn tidak terlalu dekat dengan Yasmine. Lebih tepatnya, Yeslyn jarang mengajak Yasmine mengobrol dan membuat Yasmine merasa kakak perempuannya itu terlalu pendiam dan sulit didekati.
“Mama beneran mau pergi?” tanya Yeslyn, seolah memastikan sesuatu.
Nyonya Bianca mengangguk. Diraihnya tangan putih sang putri. Namun, Yeslyn malah menepisnya. Yeslyn menatap tajam sang ibu, seolah sudah tak bisa menahan kekesalan di hatinya lagi.
“Yeslyn, Mama pergi karena ada urusan di Beijing. Lagian, pesta ulang tahun kamu udah diatur sama Oma kamu. Jadi, kamu nggak perlu khawatir! Oh iya, kado ulang tahun kamu udah Mama siapin. Nanti bakal dikirim sama orang suruhan Mama,” ungkap Nyonya Bianca dengan ekspresi santai, seolah tak merasakan aura kemarahan sang putri.
“Aku nggak butuh kado dari Mama! Yang aku butuhkan cuma Mama! Aku pengen Mama ada di samping aku dan ikut ngerayain ulang tahun aku sebagai orang yang udah ngelahirin aku! Apa itu susah buat Mama lakuin?” teriak Yeslyn dengan mata berkaca-kaca.
Ia tak bisa lagi menahan diri. Rasanya sangat sesak jika terus ditahan. Selama ini, setiap hari ulang tahun Yeslyn, ibunya selalu pergi ke Beijing dengan berbagai alasan. Awalnya Yeslyn mengira memang ada urusan. Namun, semakin dewasa, Yeslyn jadi tahu, alasan sang ibu pergi ke Beijing setiap tahun tepat di hari ulang tahunnya. Apalagi alasannya kalau bukan karena Yosep. Ya, meski Yosep telah meninggal 16 tahun lalu, Nyonya Bianca masih terus merayakan ulang tahunnya, seolah sang putra masih hidup. Hal itu seperti obat bagi Nyonya Bianca, sebab setiap hari ia harus melihat anak orang lain berperan sebagai putranya.
Nyonya Riana juga tahu hal itu. Namun, apa yang bisa ia lakukan hanyalah diam dan membiarkan sang menantu melanjutkan hidup dengan cara itu. Ya, meski hal tersebut harus mengorbankan perasaan Yeslyn. Terlahir sebagai saudara kembar dengan Yosep, Yeslyn selalu merasa bahwa kedua orang tuanya hanya menginginkan Yosep. Kematian Yosep seperti dijadikan alasan bagi mereka untuk tak begitu memedulikannya.
Melihat Yeslyn marah sampai berteriak, Irawan lekas membawa Yasmine keluar. Ia tidak ingin adiknya yang masih di bawah umur melihat dan mendengar hal-hal yang belum saatnya diketahui.
“Yeslyn, tolong kamu jangan bikin ribut! Mama harus berangkat sekarang,” balas Nyonya Bianca, berusaha tak ikut emosi agar tak terjadi keributan.
“Mama pergi aja! Terus aja Mama sibuk ngerayain ulang tahun anak Mama yang udah mati itu!”
Kali ini, sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Yeslyn. Dua detik kemudian, Nyonya Bianca menyesali perbuatannya. Tanpa sadar, ia telah menyakiti sang putri.
“Yeslyn, maafin Mama!” kata Nyonya Bianca setelah sadar, bahwa apa yang dilakukan pasti sangat menyakiti Yeslyn.
Sebenarnya tamparan sang ibu memang sakit. Namun, rasa sakit dari tamparan itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hati Yeslyn. Perlahan bulir-bulir bening mengalir dari mata indah Yeslyn. Rasa kecewa dan marah yang ia rasakan seperti tak bisa diungkapkan lagi. Ia benci terlahir sebagai anak dari keluarga Dewangga. Ia benci dengan kenyataan, bahwa kelahiran Yosep jauh lebih diinginkan kedua orang tuanya dibandingkan dia. Ia juga benci pada dirinya, yang masih tetap bertahan dan selalu pura-pura baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop [END]
Ficção AdolescenteSandrina Laily dipaksa menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah drastis. Ia pindah sekolah dan tempat tinggal karena perceraian kedua orang tuanya. Di sekolah barunya, Sandrina mengenal Irawan Pradana Dewangga, seorang murid laki-laki yang suka...