08. Pembuat Keributan yang Pandai Matematika

46 8 36
                                    

Sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap memasuki area SMA Mahardika. Setelah berhenti, dua orang yang merupakan penumpang mobil tadi keluar. Irawan keluar dari pintu kiri, sementara Yeslyn dari pintu kanan. Sepasang saudara kembar tak identik itu berjalan ke arah gedung yang berbeda, sebab memang beda kelas. Irawan merupakan penghuni kelas biasa di gedung IPA. Sedangkan Yeslyn adalah murid andalan dari Kelas Kompetisi. Perbedaan Irawan dan Yeslyn memang sangat mencolok, sehingga tak jarang beberapa orang meragukan tentang fakta persaudaraan kembar mereka. Ya, di catatan sipil keluarga Dewangga, Irawan dan Yeslyn adalah saudara kembar. Namun, siapa yang tahu cerita di baliknya? Hanya Tuhan dan keluarga Dewangga yang tahu.

Sony sejak tadi memerhatikan Irawan dan Yeslyn yang keluar dari mobil  yang sama. Pemuda itu menyipitkan mata dengan beberapa pertanyaan yang mengganjal di kepala. Ketika Irawan lewat di depannya, Sony segera mengikuti.

“Ir, Yeslyn itu siapa lo?” tanya Sony penasaran.

“Saudara kembar,” jawab Irawan tanpa memandang sang lawan bicara.

Sony menampakkan ekspresi kaget bercampur heran. “Kembar? Kok nggak mirip?” Sony menyanggah.

“Lo kira gue sama Yeslyn kayak Upin Ipin?” Irawan mulai menaiki tangga.

“Ya 'kan kebanyakan kalo kembar itu mirip. Sementara lo sama Yeslyn kayak langit sama bumi. Yeslyn serba sempurna sementara lo serba ....” Sony menggantung ucapan tatkala Irawan tiba-tiba berhenti berjalan.

“Serba apa?” Irawan menyipitkan mata, menatap Sony.

“Serba keren,” tandas Sony seraya menampakkan deretan gigi putihnya dan mengacungkan jempol pada Irawan.

Irawan tersenyum miring. Melihat gelagat Sony, sepertinya ada udang di balik batu.

“Tapi sorry, gue nggak gampang ngasih kontaknya Yeslyn ke orang lain. Apalagi orang yang punya aura buaya darat,” kata Irawan, menyindir Sony.

Irawan kembali berjalan. Kali ini lebih cepat. Sony masih tetap mengikuti layaknya anak anjing yang mengikuti sang induk. Sony seolah tak menyerah begitu saja meski Irawan sudah memberikan penolakan.

“Ir, Yeslyn udah punya cowok, belum? Kalo belum, dia pernah deket sama siapa aja di sekolah ini? Spill dikit, dong!” Sony masih berusaha mengorek informasi dari Irawan.

Irawan tak menanggapi dan malah memasang earphone. Kaki panjangnya terus berjalan menuju lantai dua tempat kelasnya berada.

“Wah, bakal susah, nih. Naklukin kembarannya aja susah, apalagi naklukin target utama,” kata Sony seraya menggeleng dan menatap punggung Irawan yang semakin menjauh.

Sesampainya di kelas, Irawan duduk di kursi VIP-nya. Perlahan, merebahkan kepala ke atas meja dan mulai memejamkan mata seiring dengan alunan musik yang terdengar dari earphone.

Sebelum masuk ke keluarga Dewangga, Irawan adalah sosok yang cukup pintar dan rajin di sekolah. Meski hidup dengan perekonomian yang pas-pasan, bahkan kurang, tetapi Irawan merasa nyaman dan tenang. Sangat berbeda tatkala nama Dewangga menjadi nama belakangnya. Ia bisa mendapatkan segalanya, tetapi hidupnya tak tenang. Keadaan di keluarga seolah membuatnya malas menjadi anak baik yang penurut seperti dulu.

Selang beberapa saat, Irawan membuka mata dan melihat sosok yang sedang menempelkan plester pada luka setengah kering di sikunya. Melihat Irawan yang tampak kaget, gadis itu juga ikut kaget

“Lo ngapain?” tanya Irawan.

“Pake nanya! Gue nempelin plester ke luka lo.” Sandrina menjawab sambil melanjutkan kegiatannya.

“Tadi malem gue beliin plester, tapi lo malah kabur,” lanjutnya.

“Oh itu ... ada urusan mendadak,” balas Irawan sedikit canggung, karena Sandrina terkesan perhatian padanya. Ia sendiri bahkan lupa kalau semalam terluka setelah jatuh bersama Farrel.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang