16. Membaiknya Hubungan Irawan dan Vino

36 8 37
                                    

Sandrina, Sony, dan Maya berjalan bersama menuju papan pengumuman yang kini sudah ramai oleh murid lain. Mereka hendak melihat daftar nilai evaluasi bulanan. Saat melihat penampakan Sandrina, beberapa murid saling berbisik sembari menatap gadis itu sinis. Sandrina yang sudah terbiasa dengan hal itu terlihat santai. Murid perempuan tersebut tak mau ambil pusing. Biarlah mereka tak menyukainya, yang penting ia tak merugikan orang lain.

“Gila! Yeslyn peringkat tiga paralel,” seru Sony dengan heboh setelah melihat nama sang gebetan berada di urutan ketiga.

“Son, lo bukannya ngeliat nilai sendiri, malah sibuk liat nilai orang lain,” timpal Maya heran.

Sony hanya membalas perkataan Maya dengan nyengir. Bagi Sony, nilainya tidaklah penting, sebab ia tahu, bahwa peringkatnya pasti mendekati 100. Sony memang tidak begitu pandai dalam hal akademis. Namun, sikap ramah dan baiknya merupakan daya tarik pemuda pemilik senyuman manis itu.

“San, lo peringkat 20!” kata Maya, setelah melihat nama Sandrina berada di barisan khusus para murid peringkat 25 teratas.

“Wih, calon murid Kelas Kompetisi, nih!” sahut Sony seraya merangkul pundak Sandrina.

Sandrina terlihat biasa saja ketika melihat namanya berada di barisan 25 murid dengan nilai terbaik di SMA Mahardika. Gadis itu seperti tak begitu memedulikan nilai. Karena ia merasa hanya melakukan tugasnya sebagai murid dan tak memiliki obsesi lebih. Sandrina hanya berharap, nilai akademis bagusnya bisa memberikan efek baik di masa depan.

“Anjir, Irawan peringkat 40.” Sony kembali heboh setelah melihat nilai teman sebangkunya.

Sandrina agak terkejut mendengarnya. Dengan cara hidup Irawan yang hampir setiap hari digunakan untuk tidur ketika jam pelajaran berlangsung, cucu laki-laki keluarga Dewangga itu cukup hebat bisa berada di peringkat 40.

“Gue perhatiin, lo peduli banget sama Irawan?” tanya Maya penasaran.

“Ey, gue emang orang baik yang peduli sama semua orang. Apalagi Irawan itu calon adik ipar gue,” jawab Sony enteng, seolah tak ada rasa ragu sedikitpun tentang perasaannya pada Yeslyn.

“Dasar bucin!” ucap Sandrina dan Maya bersamaan sambil memasang ekspresi julid ke Sony.

Sony menanggapinya santai. Ia tidak peduli apa kata orang lain. Jika ia sudah menetapkan hati, maka harus berjuang sampai akhir. Rasa semangat Sony patut diacungi jempol. Akan tetapi, akan lebih baik jika semangatnya tersebut digunakan dalam belajar juga.

Kini, perhatian Sandrina, Sony, dan Maya teralihkan pada satu pengumuman lain yang tertempel di ujung papan pengumuman. Entah itu pengumuman apalagi. Beberapa murid hanya melihatnya sekilas, seolah tak terlalu penting. Karena merasa penasaran, tiga murid beda gender itu menggeser posisi ke bagian yang dimaksud.

“Daftar murid yang berpartisipasi dalam olimpiade antar SMA. Olimpiade matematika diwakili oleh Vernando Septian dari Kelas Kompetisi dan Sandrina Laily dari kelas 11 IPA 3.” Sony membaca apa yang dilihat dengan cukup keras, membuat Sandrina yang tadinya fokus membaca perwakilan untuk olimpiade bahasa Inggris, langsung menoleh.

“Anjir, kenapa nama gue ada di situ?” bisik Sandrina bingung.

“Gila, San! Lo jadi peserta salah satu olimpiade.” Maya memberi komentar. Gadis berkacamata itu memeluk Sandrina, ikut senang dan bangga.

Sandrina tidak terlihat senang. Gadis itu masih bingung dan bimbang. Ia ingin hidup tenang tanpa ikut kompetisi apapun. Akan tetapi, namanya sudah terlanjur dicatat di sana. Pastinya akan sulit menolak.

Selang beberapa saat, seorang murid laki-laki menghampiri Sandrina. Sosok dengan tanda nama Vernando Septian tersebut tersenyum ramah pada Sandrina. “Lo Sandrina, 'kan? Kata Pak Yudi, sekarang kita disuruh kumpul di aula bareng peserta olimpiade lain buat bahas persiapan olimpiade.”

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang