47. Pengakuan Cinta di Bawah Aurora Borealis

31 6 57
                                    

Stockholm, Swedia

Irawan memeriksa ponsel setelah keluar dari ruang rapat. Ia menunggu balasan chat dari Sandrina, tetapi tidak ada. Entah sibuk apa Sandrina, sampai-sampai tak membalas chat Irawan setelah beberapa jam. Hal itu membuat Irawan khawatir. Kemudian, Irawan menelepon Sandrina. Sayangnya, ponsel Sandrina sedang tidak aktif.

“Dia kenapa, ya? Apa baterainya habis pas ada pemadaman listrik?” Irawan berbisik.

Nyonya Riana dan Bu Devi yang baru keluar dari ruang rapat menghampiri Irawan. Karena terlalu sibuk dengan ponselnya, Irawan sampai tak sadar kalau sang nenek ada di dekatnya.

“Irawan!” panggil Nyonya Riana.

Irawan menoleh dan tampak kaget, melihat penampakan Nyonya Riana dan Bu Devi di dekatnya. Secepatnya Irawan mengantongi ponselnya kembali sebelum sang nenek bertanya sesuatu dan menebak-nebak.

“Iya. Ada apa, Oma?” balas Irawan.

Bu Devi menyodorkan kunci mobil pada Irawan. Irawan menerimanya dengan ekspresi heran dan penuh tanya. “Kenapa ngasih aku kunci mobil?”

“Urusan bisnis di sini sudah selesai. Jadi, sekarang kamu bisa menikmati liburan kamu. Kamu bisa jalan-jalan keliling Stockholm pake mobil ini. Atau kamu pengen pergi ke luar Stockholm? Kamu bilang aja mau kemana, biar Bu Devi yang pesankan sewa kendaraannya!” jelas Nyonya Riana.

Irawan ingat, ketika video call-an dengan Sandrina beberapa waktu lalu, Sandrina mengatakan, bahwa ia ingin pergi melihat Aurora Borealis jika bisa pergi ke Swedia seperti Irawan. Oleh karena itu, Irawan berpikir untuk mengabadikan momennya saat pergi melihat Aurora Borealis untuk dikirimkan pada Sandrina.

Kali ini Irawan hanya bisa mengirimkan video keindahan Aurora Borealis untuk Sandrina. Namun, suatu hari nanti, Irawan berniat membawa Sandrina pergi untuk melihat Aurora Borealis secara langsung bersama. Ya, berencana saja dulu. Untuk urusan terealisasi atau tidak, serahkan saja pada Tuhan.

“Aku pengen ngeliat Aurora Borealis,” ungkap Irawan.

“Aurora Borealis? Berarti ke Abisko,” sambut Bu Devi. Irawan mengangguk sebagai jawaban.

Bu Devi langsung mencari rute tercepat untuk pergi ke Abisko melalui ponsel. Ada beberapa pilihan, yaitu dengan menggunakan mobil, pesawat, dan kereta. Karena Nyonya Riana selalu meminta hal yang cepat, jadi Bu Devi berpikir untuk menggunakan pesawat saja jika Irawan ingin ke sana.

“Saya sudah memesan tiket pesawat. Kebetulan ada jadwal keberangkatan ke Abisko malam ini,” celetuk Bu Devi setelah memeriksa jadwal penerbangan menuju Abisko.

“Aku mau naik kereta aja sambil menikmati pemandangan dari Stockholm ke Abisko. Pesenin tiketnya sekarang! Aku mau siap-siap,” perintah Irawan.

“Baik, Tuan Muda,” jawab Bu Devi.

Irawan berjalan keluar gedung. Ia disambut oleh rintik salju yang turun disertai angin dingin yang bertiup. Musim dingin di Swedia cukup mengejutkan tubuh Irawan. Beberapa waktu lalu, saat baru sampai di Stockholm, Irawan sempat sakit.

Melihat butiran-butiran putih yang jatuh dari langit, Irawan segera mengambil foto untuk dijadikan story di media sosial. Melihat betapa indahnya butiran-butiran salju turun, Irawan jadi semakin ingin mengajak Sandrina ke sana suatu hari nanti.

***

Abisko, Swedia

Suasana ramai di stasiun Abisko Turiststation menyambut Irawan, tatkala laki-laki itu keluar dari kereta. Irawan dan para penumpang lain menghabiskan waktu hingga 18 jam dengan menggunakan kereta malam dari Stockholm ke Abisko. Hiruk-pikuk para turis yang sibuk mengambil gambar bernuansa putih menjadi pemandangan pertama yang Irawan lihat.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang