59. Penggemar Baru Vino

25 5 56
                                    

Irawan membuka mata perlahan. Ia melihat atap yang menjadi pemandangan pertamanya. Lalu, laki-laki itu melirik sekitar, memastikan tempatnya berada. Sayup-sayup Irawan mendengar suara sang nenek mengobrol dengan seseorang. Jika sudah terdengar suara sang nenek, sudah bisa dipastikan,  bahwa saat ini, ia berada di kediaman keluarga Dewangga.

Irawan menghela napas. Entah siapa yang sudah membawanya pulang. Pasti ada saja orang yang melaporkan keadaannya ke keluarga Dewangga. Tenggorokan Irawan terasa gatal dan membuatnya batuk-batuk. Pemuda itu berniat bangun untuk mengambil sebotol air mineral yang bertengger di atas meja samping tempat tidur, tetapi kepalanya masih terasa pusing. Pada akhirnya, tangan Irawan tidak mampu meraih botol air dan malah menjatuhkan pigura foto. Suara jatuhnya pigura foto ke lantai membuat Nyonya Riana dan dokter yang bersamanya menoleh ke sumber suara gaduh berasal. Kini mereka tahu, bahwa Irawan sudah bangun. Keduanya segera menghampiri Irawan yang saat ini berusaha turun dari tempat tidur untuk membersihkan pecahan pigura yang tak sengaja dijatuhkan.

“Irawan, udah! Biar nanti ART yang bersihin!” ucap Nyonya Riana dengan meraih tangan Irawan untuk menghentikannya.

“Irawan, gimana keadaan kamu sekarang? Apa kepala kamu masih pusing?” tanya Dokter Lidia.

“Lumayan. Cuma masih agak pusing,” jawab Irawan seraya menyingkirkan tangan sang nenek.

Dokter Lidia mengangguk. Kemudian, ia memandang Nyonya Riana, seolah bertanya lewat tatapan mata. Nyonya Riana mengangguk sebagai jawaban. Dua wanita itu seperti memiliki kemampuan telepati.

“Irawan, kamu minum obat ini, lalu istirahat! Besok saya akan kembali ke sini untuk memeriksa keadaan kamu,” tutur Dokter Lidia sembari menyodorkan satu pil pada Irawan.

Tanpa banyak bertanya, Irawan menerima pil tersebut dan memakannya. Nyonya Riana menyodorkan satu botol air mineral pada Irawan untuk membantunya menelan pil tadi. Kali ini, Irawan menerima bantuan sang nenek, meski tanpa mengucapkan terima kasih setelahnya.

Irawan kembali merebahkan tubuh. Entah mengapa, setelah meminum pil pemberian Dokter Lidia, ia jadi mengantuk. Padahal Irawan baru saja bangun, tetapi sudah mengantuk lagi.

Nyonya Riana dan Dokter Lidia keluar dari kamar Irawan. Selepas menutup pintu kamar Irawan, Nyonya Riana menemani Dokter Lidia turun tangga. Baru sampai di lantai bawah, terlihat Pak Karjo menghampiri Nyonya Riana.

“Nyonya Besar, maaf sebelumnya, apakah Tuan Muda sudah bangun? Kebetulan, teman-temannya datang untuk melihatnya,” tanya Pak Karjo.

“Irawan sedang tidur. Beritahu ke mereka, bahwa Irawan harus istirahat!” balas Nyonya Riana yang terdengar seolah tidak mengizinkan siapapun bertemu Irawan saat ini.

“Baik, Nyonya Besar!”

Pak Karjo menunduk. Kemudian, berjalan mundur untuk menjauh dari sang majikan. Pria itu membiarkan Nyonya Riana berjalan lebih dulu untuk mengantar Dokter Lidia keluar rumah. Jujur saja, melihat ekspresi Nyonya Riana saat membalas pertanyaannya barusan membuat Pak Karjo sedikit takut. Puluhan tahun bekerja di keluarga Dewangga, Pak Karjo seperti sudah hafal berbagai karakter orang-orang di keluarga Dewangga.

Ketika memasuki ruang tamu, Nyonya Riana dan Dokter Lidia bertemu dengan Yeslyn, Sandrina, Vino, dan Sony. Keempat remaja itu yang tadinya duduk, saat melihat penampakan Nyonya Riana, langsung berdiri serentak dan memberi hormat pada sang tuan rumah. Sementara Nyonya Riana hanya menatap sekilas para remaja tadi dan melanjutkan kegiatannya berjalan sambil mengobrol dengan Dokter Lidia.

Jujur saja, Yeslyn sangat ingin bertanya tentang keadaan Irawan pada sang nenek. Namun, ia mengurungkan niat. Tatkala sedang berbicara dengan orang lain, Nyonya Riana sangat tidak suka jika ada yang menyela. Oleh karena itu, Yeslyn tidak berani bertanya.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang