48. Video yang Membuat Salah Paham

35 5 49
                                    

Libur akhir dan awal tahun telah berlalu. Para murid kembali bersekolah dan menjalani aktivitas padat seperti sebelum liburan. Memasuki pembelajaran semester genap tentu akan lebih menguras tenaga dari semester ganjil. Oleh karenanya, para murid harus bersiap menghadapi berbagai ujian dan evaluasi untuk mempersiapkan diri masuk ke tingkat yang lebih tinggi.

Sandrina memasuki kelas bersama beberapa murid lain. Seperti sebelumnya, pemandangan pertama yang gadis itu dapati tatkala melihat area tempat duduknya adalah penampakan Irawan yang sudah tidur nyaman di tempat duduk belakangnya. Sampai sekarang Sandrina masih heran, untuk apa pemuda itu datang pagi ke sekolah, kalau tujuannya hanya untuk tidur.

“Wih, sepatu baru, nih! Kenalan, dong!” sapa Paramitha yang baru datang seraya menginjak sepatu baru Sandrina.

“Hei Bangsat, baru masuk sekolah jangan bikin masalah!” sungut Sandrina dengan menatap tajam Paramitha.

“Selow aja kali! Lagi dateng bulan, ya?” Paramitha merespons santai. Kemudian, berjalan menuju tempat duduknya.

Sandrina menghela napas. Ini masih pagi, jangan sampai ia terbawa emosi dan menjambak rambut Paramitha. Sudah cukup beberapa hari terakhir ini suasana hati Sandrina memburuk. Bahkan sampai saat ini, Sandrina masih merajuk pada sang ibu karena insiden pembuangan sepatu.

Sebab merasa bersalah pada Sandrina, sang ibu membelikannya sepatu baru sebagai ganti sepatu yang dibuang beberapa waktu lalu. Sebenarnya Sandrina enggan memakai sepatu tersebut. Namun, sang nenek memaksa supaya Sandrina memakainya. Terlebih, sepatu Sandrina yang dulu juga sudah rusak.

Sandrina kembali berjalan menuju tempat duduk. Ia melihat tempat duduk Vino yang masih kosong. Memasuki semester genap ini, Sandrina akan berpisah kelas dengan Vino. Hal itu membuat Sandrina berada antara sedih dan senang. Sedih karena tidak akan satu kelas lagi dengan Vino. Senang karena pada akhirnya Vino bisa mewujudkan keinginan untuk masuk Kelas Kompetisi.

Sesampainya di tempat duduk, Sandrina meletakkan tas ke atas meja. Saat itu ia melihat sesuatu yang bertengger di laci mejanya. Sandrina mengambil sesuatu yang berbentuk kotak tersebut.

“Woah, udah punya penggemar rahasia, nih,” celetuk Paramitha tanpa memandang Sandrina.

Sandrina duduk dan membuka kotak tadi. Tampak sepasang bakiak yang menyambut. Gadis itu mengernyitkan dahi, menebak orang yang memberinya bakiak tersebut. Paramitha diam-diam melihat isi kotak di depan Sandrina. Kemudian, melirik Irawan yang sedang tidur.

“Cih, seleranya norak!” cibir Paramitha.

Tiba-tiba Irawan membuka mata. Ia menatap Paramitha tajam, seolah tahu kalau gadis itu baru saja mencibirnya.

“Bukan norak! Tapi unik dan bernilai seni.” Irawan menyanggah, sebab tak terima.

Singkat cerita, sebelum pulang dari Swedia, Irawan bingung mau membeli apa sebagai oleh-oleh untuk Sandrina. Karena melihat Bu Devi membeli Falsterbotofflor, ia jadi ikut membeli. Sebenarnya Irawan tidak tahu selera perempuan pada umumnya. Ia hanya berpikir, bahwa Bu Devi pasti memiliki selera yang bagus.

“Apa lo beli ini langsung dari Swedia?” tanya Sandrina yang kini membalikkan badan dan melihat Irawan.

Sebuah anggukan menjadi wakil dari jawaban Irawan. Mendengar perkataan Paramita tadi, Irawan jadi ragu dan khawatir Sandrina akan mengatai seleranya norak juga.

Thanks! Bakiaknya bagus. Gue suka,” ungkap Sandrina.

Sungguh, apa yang Sandrina katakan membuat Irawan lega. Rasanya ia ingin berhore ria saja saking senangnya. Tidak disangka, Sandrina akan menyukai bakiak pemberiannya meski Paramitha mencibir seleranya.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang