73. Gara-gara Jepitan Rambut

27 5 56
                                    

Irawan masuk ke mobil dengan sangat terpaksa. Di dalam kendaraan mewah roda empat itu, sudah ada sang nenek dan Sherine yang menunggu. Seperti sebelumnya, Sherine datang ke rumah keluarga Dewangga agar bisa berangkat sekolah bersama Irawan. Kali ini Sherine yakin, Irawan tidak akan bisa kabur, sebab Nyonya Besar Dewangga ikut andil. Irawan tidak akan bisa melawan wanita tua yang menguasai keluarga Dewangga itu.

Irawan duduk di samping Sherine yang memegang sebuah album foto. Meski ada gadis cantik bermata kucing di sampingnya, Irawan lebih memilih untuk melihat ke luar mobil. Sungguh ia malas bertemu Sherine setiap hari, bahkan setiap membuka mata. Mobil yang mereka tumpangi mulai melaju dengan kecepatan normal.

“Calon Suami, ini foto lo pas di Beijing, ya?” tanya Sherine.

Irawan kini menatap Sherine kesal. “Berhenti manggil gue Calon Suami! Nggak enak didengernya!”

“Irawan!” Nyonya Riana menatap sang cucu tajam, seolah menyuruh Irawan untuk tidak bersikap kasar pada Sherine.

“Kalo nggak mau dipanggil Calon Suami, gimana kalo gue panggil Baobei aja? Lebih manis kayaknya,” goda Sherine.

Gadis itu tersenyum di depan Irawan, seperti menunjukkan senyum kemenangan. Melihat Irawan tidak berkutik di depan Nyonya Riana membuat Sherine berpikir untuk menjadikan wanita tua itu sekutunya. Tidak apa-apa jika awalnya Irawan mau bersamanya karena terpaksa. Jika sudah terbiasa, Sherine yakin, Irawan akan mulai bisa menyukai dan menerimanya.

“Gue kagum sama lo. Lo tinggal di Beijing cuma dua tahun, tapi bahasa Mandarin lo udah bagus. Bahkan sampe juara satu kompetisi pidato bahasa Mandarin. Sementara gue, tinggal di Hongkong udah lima tahun tapi sama sekali nggak paham bahasa Kanton. Sepuh, tolong tipsnya, dong!” pinta Sherine seraya memasang wajah imut di depan Irawan.

“Belajar!” balas Irawan yang terdengar singkat, padat, dan irit.

“Baiklah, Baobei!”

Sherine menanggapi balasan Irawan dengan santai. Gadis itu seolah tidak merasa kesal atau sakit hati atas sikap Irawan yang tidak ramah padanya. Kemudian, Sherine melirik Nyonya Riana dan mengacungkan jempol. Nyonya Riana membalasnya dengan senyuman.

Perjalanan menuju sekolah terasa begitu lama bagi Irawan, sebab ada rasa kesal dan dongkol yang menyelimuti. Sherine terus mengoceh ngalor-ngidul di samping Irawan. Namun, Irawan tidak memberikan reaksi atau tanggapan yang berarti.

Sesampainya di sekolah, Irawan dan Sherine keluar dari mobil bersamaan, tetapi dari pintu berbeda. Sebelum keluar mobil, Nyonya Riana menyuruh Irawan untuk bersikap lebih baik dan ramah pada Sherine. Tidak peduli ketika hanya berdua atau ada di depan orang lain. Selain anggukan, Irawan tidak memberikan reaksi lebih. Bibirnya seolah enggan berbicara meski hanya berkata iya.

Baobei, ayo kita masuk kelas!” ajak Sherine sembari meraih lengan Irawan.

Sungguh Irawan ingin menyingkirkan tangan mulus Sherine dari lengannya. Namun, sang nenek masih mengawasi dari mobil. Irawan terpaksa membiarkan Sherine bersikap sesuka hati.

Irawan dan Sherine berjalan bersama menuju kelas dengan beberapa pasang mata yang memperhatikan. Berita tentang perjodohan cucu keluarga Dewangga dan cucu keluarga Hanggoro sudah menjadi kabar hangat di beberapa portal berita bisnis. Tidak hanya tentang perjodohan Irawan dengan Sherine, tetapi juga perjodohan Yeslyn dengan Arya.

Ketika sampai di koridor, Irawan melihat Vino berjalan keluar kelas dengan beberapa buku di tangan. Hal itu dimanfaatkan oleh Irawan untuk bisa lepas dari cengkeraman Sherine.

“Vin, lo mau ke mana?” sapa Irawan setengah berteriak.

Vino berhenti sejenak dan menoleh. Ia baru tahu kalau ada Irawan di sana. “Ke perpustakaan,” jawabnya.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang