Waktu terus berlalu. Tanpa terasa, hari pertunangan Irawan dan Sherine tinggal satu pekan lagi. Kedua keluarga sudah mempersiapkan banyak hal untuk hari besar tersebut. Bahkan kedua orang tua Sherine yang berada di Hongkong juga datang untuk menghadiri acara pertunangan sang putri.
Sherine dan Irawan mencoba pakaian yang akan mereka kenakan di hari pertunangannya di salah satu butik langganan Nyonya Riana. Meski hari ini Nyonya Riana tidak ikut hadir, tetapi wanita itu menyuruh sang menantu, Nyonya Bianca, untuk mengawasi Irawan. Ya, tentu saja ia khawatir Irawan akan berbuat sesuatu yang tidak terduga.
Irawan dan Sherine keluar dari ruang ganti dengan pakaian yang berwarna senada. Keduanya berjalan berdampingan dengan ekspresi berbeda. Sherine dengan senyumannya yang mewakili rasa bahagia yang dirasakan. Sementara Irawan dengan ekspresi kesal, seolah tidak ikhlas.
“Woah, kalian sangat serasi. Nona Muda Hanggoro sangat cantik dan manis, sementara Tuan Muda Dewangga sangat tampan dan tinggi. Tidak terbayangkan, bagaimana wajah anak kalian kelak,” puji si pemilik butik, memberikan komentar.
Sherine tersenyum, menanggapi komentar tersebut. Kemudian, diraihnya lengan Irawan dan melingkarkan tangannya di sana. Irawan yang sebenarnya merasa tidak nyaman hanya bisa menggerutu dalam hati.
“Tante Bianca, gimana menurut Tante? Kami cocok pake yang ini atau yang tadi?” tanya Sherine seraya memandang Nyonya Bianca.
“Semuanya cocok. Kita ambil semuanya aja,” jawab Nyonya Bianca.
Sebenarnya, sejak tadi Nyonya Bianca terus memperhatikan Irawan. Wanita itu seolah tahu ketidakberdayaan Irawan. Dalam hati, ada rasa ingin membantu. Sayangnya, ia sendiri tidak memiliki kekuatan untuk melawan perintah Nyonya Besar Dewangga.
Sherine dan Irawan kembali masuk ke ruang ganti. Meski Irawan terus memasang wajah masam bercampur kesal, hal itu seperti bukan masalah bagi Sherine. Gadis itu bersikap seolah tidak memiliki beban atau rasa tidak enak.
Semakin hari, hari pertunangan mereka semakin dekat. Sherine terus meyakinkan diri, bahwa ia pasti bisa membuat Irawan menyukainya. Tidak masalah jika sekarang Irawan bersikap dingin dan terus menatapnya penuh kekesalan. Ia ingin waktu yang melembutkan hati Irawan.
Selepas keluar dari ruang ganti, Sherine langsung menghampiri Irawan yang juga baru keluar dari ruang ganti. Tanpa permisi, ia menggandeng tangan Irawan.
“Baobei, habis ini jalan, yuk!” ajak Sherine.
Irawan menyingkirkan tangan Sherine dari lengannya. “Gue ada urusan.”
Setelah menjawab, Irawan melangkah meninggalkan Sherine. Hati Sherine terasa sakit diperlakukan seperti itu. Namun, Sherine akan tetap menahannya dan bersikap seolah tidak kesal atau sakit hati. Masih dengan memasang wajah ceria khasnya, perempuan itu mengejar Irawan.
“Urusan apa emang? Gue boleh ikut, nggak?” tanya Sherine seraya menyamakan langkahnya dengan langkah Irawan.
Irawan berhenti dan menatap Sherine. Ia ingin mengeluarkan kata-kata agak kasar dari bibir mungilnya, tetapi berusaha ditahan. Ada cukup banyak orang yang wara-wiri di sekitar. Akan jadi bahan omongan dan rumor buruk kalau sampai ia bersikap tidak seharusnya.
“Lo bisa, nggak, lepasin gue? Biarin gue menikmati kebebasan sebelum pertunangan kita!” pinta Irawan.
Sherine tersenyum miring. Hatinya kesal, tetapi ia tidak ingin menunjukkannya di depan Irawan. Gadis itu mendekatkan wajahnya ke telinga Irawan.
“Gue nggak akan pernah lepasin lo. Mau lo berusaha lari sampe ke ujung dunia, gue bakalan ngejar dan nangkep lo dengan berbagai cara,” balas Sherine yang terdengar seperti ancaman.
![](https://img.wattpad.com/cover/353957983-288-k990333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop [END]
Roman pour AdolescentsSandrina Laily dipaksa menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah drastis. Ia pindah sekolah dan tempat tinggal karena perceraian kedua orang tuanya. Di sekolah barunya, Sandrina mengenal Irawan Pradana Dewangga, seorang murid laki-laki yang suka...