55. Ulang Tahun yang Berkesan

26 7 62
                                    

Matahari bersinar semakin terik, pertanda pagi hari telah usai dan digantikan oleh siang hari. Setelah menaiki beberapa wahana ekstrem dan menyenangkan, Sandrina dan Irawan beristirahat di taman kecil yang letaknya masih berada di area taman hiburan.

Dua remaja beda gender itu duduk di kursi panjang dekat kedai es krim dengan masing-masing tangan memegang satu cup es krim. Sandrina melirik cup es krim Irawan yang merupakan ukuran paling kecil dan berharga murah. Sementara cup es krim miliknya adalah cup es krim ukuran jumbo dengan harga paling mahal. Sandrina masih heran, mengapa Irawan membeli es krim yang paling kecil dan murah. Padahal ia yakin, Irawan tak jatuh miskin hanya karena ibu kandungnya meninggal dunia.

“Ir, kenapa lo nggak beli yang cup besar aja?” tanya Sandrina yang pada akhirnya tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

“Kenapa? Lo khawatir entar gue minta es krim lo kalo es krim gue habis duluan?” balas Irawan sambil menyendok es krim. Ia tak menatap Sandrina karena sibuk makan es krim.

Sandrina berdecih. Ternyata perkiraan gadis itu salah besar. Ia mengira, hari ini Irawan akan kalem dan tidak menyebalkan. Nyatanya, sifat pemuda itu masih sama.

Sandrina mulai memakan es krim. Biasanya jika Irawan berkata sesuatu, ia akan melakukannya tanpa ragu. Jadi, Sandrina harus menghabiskan es krimnya lebih dulu sebelum Irawan benar-benar memintanya.

Di tengah kegiatannya memakan es krim, diam-diam Irawan melirik Sandrina yang juga sedang makan es krim sampai belepotan. Bibirnya tersenyum, tetapi disembunyikan. Keberadaan Sandrina di sampingnya saat ini membuat Irawan cukup bahagia di tengah rasa duka yang masih menyelimuti.

Tak sampai tiga menit, Irawan sudah menghabiskan es krim. Ide jail pun terlintas di benaknya. Disendoknya es krim Sandrina dan melahapnya tanpa ragu. Secepatnya Sandrina menggeser posisi agar Irawan tak lagi bisa menyendok es krimnya. Sayang sekali, hal itu tidak mempan pada Irawan. Tanpa ragu, Irawan mendekat pada Sandrina dan kembali menyendok es krim Sandrina.

“Woilah, ini es krim gue!” sungut Sandrina yang sudah tidak tahan.

Irawan tertawa, menampakkan gigi kelincinya yang membuatnya terlihat menggemaskan. Rasanya sudah lama ia tidak membuat Sandrina marah. Irawan jadi rindu melihat Sandrina mengamuk.

“Kenapa ketawa?” tanya Sandrina dengan ekspresi kesal.

Irawan mengeluarkan sapu tangan dari sakunya. Lalu, mengelap area bibir Sandrina yang belepotan dengan benda tersebut. Sandrina terdiam, seolah terhipnotis oleh sikap manis Irawan.

“Ngakunya udah gede, tapi makan es krim masih belepotan. Kalo gitu, apa bedanya sama Farrel?” kata Irawan.

Baru sadar dengan tatapan Sandrina padanya, Irawan jadi salah tingkah sendiri. Tiba-tiba ia menghentikan kegiatannya dan memberikan sapu tangan pada Sandrina.

“Lap sendiri!” perintah Irawan.

Sandrina berdecih. Baru saja ia memuji sikap manis Irawan dalam hati, tetapi mendadak pemuda itu bersikap menyebalkan lagi. Rasanya Sandrina ingin menarik kembali pujiannya tadi.

Sandrina mengambil sapu tangan pemberian Irawan dan mengelap area bibirnya. Selesai dengan kegiatannya, Sandrina baru memperhatikan sapu tangan itu. Ia melihat sulaman gambar cumi-cumi di sana. Seperti beberapa waktu lalu, Irawan juga memberinya sapu tangan dengan sulaman gambar cumi-cumi.

“Gemoy banget,” bisik Sandrina.

“Sebenernya, udah sejauh mana Vino ngasih tahu lo soal gue dan ibu kandung gue?” tanya Irawan, yang pada akhirnya melempar pertanyaan yang sejak tadi ingin ditanyakan. Kini, ia menatap Sandrina lekat.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang