22. Hal Langka Bagi Irawan

29 7 53
                                    

Sandrina membantu sang nenek menyiapkan makanan ke ruang makan. Mereka berencana mengajak Irawan dan Sony makan meski dengan lauk seadanya. Jujur saja, Sandrina sedikit ragu. Namun, ia punya keyakinan, bahwa Irawan tak akan keberatan dengan makanan sederhana buatan neneknya, sebab beberapa kali Sandrina melihat Irawan memakan makanan murah di pinggir jalan dan memakannya dengan lahap.

Suasana dapur yang tenang, tiba-tiba menjadi berisik karena kedatangan Farrel. Nenek Asih maupun Sandrina dibuat terkejut dengan teriakan anak laki-laki itu.

“Nenek, Kak Sandrina! Kak Irawan ....” Farrel menggantung ucapannya karena mengatur napas dulu.

“Irawan kenapa?” tanya Sandrina penasaran.

“Iya. Ada apa dengan Irawan, Nak?” tambah Nenek Asih, tak kalah penasaran.

Farrel bingung bagaimana mau menjelaskan. Akhirnya ia menarik tangan sang nenek dan Sandrina agar ikut dengannya ke halaman belakang rumah untuk melihat langsung bagaimana keadaan Irawan.

Nenek Asih dan Sandrina mengikuti Farrel. Entah apa yang terjadi pada Irawan, sampai-sampai Farrel terlihat begitu panik. Sesampainya di halaman belakang, tampak Irawan dengan pakaian dan wajah yang kotor oleh pupuk kandang. Sedangkan Sony yang berdiri tak jauh darinya hanya bisa menahan tawa melihat tampang sang teman.

“Lho, kok bisa sampai kotor begini?” tanya Nenek Asih sembari mendekat pada Irawan.

“Eum ... tadi aku pas manjat pohon rambutan, nggak sengaja kepleset dan jatuh ke atas tumpukan pupuk,” jawab Irawan menunduk, seolah takut dimarahi oleh Nenek Asih.

Nenek Asih membersihkan wajah Irawan yang kotor dengan tangannya tanpa ada rasa jijik. Sontak hal itu membuat Irawan teringat akan apa yang terjadi beberapa tahun lalu saat ia masih tinggal bersama sang ibu. Saat bermain dan pulang dalam keadaan kotor, sang ibu akan membersihkan wajahnya langsung dengan tangan.

“Nek, jangan marah sama Kak Irawan, ya! Tadi Kak Irawan mau ngambilin aku rambutan. Tapi malah jadi begini.” Farrel menimpali, mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Sandrina dan Sony hanya bisa menggeleng, melihat betapa Farrel menyukai Irawan sampai rela memberikan pembelaan. Sungguh mengharukan.

“Nggak apa-apa! Nenek nggak marah sama Kak Irawan,” kata Nenek Asih pada Farrel.

Kini, Nenek Asih mengalihkan pandangan pada Irawan. Wanita tua itu berniat menyuruh Irawan segera mandi dan ganti pakaian. Akan tetapi, masalahnya di rumah Nenek Asih tak ada pakaian untuk laki-laki dewasa, sebab satu-satunya laki-laki yang tinggal di sana adalah Farrel. Tentunya pakaian Farrel tak akan muat jika dikenakan Irawan.

“Nak, kamu bawa baju ganti, nggak?” tanya Nenek Asih.

“Nggak bawa, Nek. Kalo gitu, aku keluar bentar buat beli baju,” balas Irawan.

“Lo mau beli baju dalam keadaan kayak gini? Yang ada lo diusir sama yang punya toko baju,” celetuk Sandrina.

“Ir, lo tahu, nggak, tampang lo sekarang kayak gembel di kolong jembatan?” timpal Sony dengan terkekeh.

Irawan semakin bingung. Kalau tahu akan begini, Irawan mungkin akan menolak permintaan Farrel untuk mengambilkan rambutan langsung dari pohonnya.

“Nek, bukannya kemarin Nenek dikasih baju baru sama Pak RT?” Farrel mendadak angkat bicara lagi.

“Oh iya, Nenek hampir lupa.” Nenek Asih menepuk keningnya.

“Baju baru dari Pak RT?” Sandrina mengernyitkan dahi, merasa tak tahu-menahu tentang baju yang dimaksud.

***

Sony dan Sandrina tertawa puas melihat penampilan Irawan setelah keluar dari kamar mandi. Dengan mengenakan sarung anak milik Farrel dan kaos berwarna merah beserta gambar caleg di bagian depan dan belakang, Irawan berusaha tak mengindahkan Sony maupun Sandrina. Ia tetap percaya diri dan duduk manis di ruang makan.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang