Malvino Arshaka. Tanda nama tersebut melekat pada seragam murid laki-laki yang baru keluar dari perpustakaan. Kegiatan Vino masih tak berubah setiap pagi. Pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku yang berkaitan dengan materi pelajaran hari ini. Sosok tinggi itu memang cukup ambisius. Sejak berhasil menjadi murid SMA Mahardika, Vino berkeinginan untuk masuk ke Kelas Kompetisi. Sayangnya, hingga ia menginjak kelas 11, bisa masuk Kelas Kompetisi masih menjadi impian.
Apa itu Kelas Kompetisi? Singkatnya, Kelas Kompetisi adalah kelas unggulan yang berisi murid-murid terbaik di SMA Mahardika. Tiap angkatan memiliki satu kelas kompetisi di masing-masing jurusan yang biasanya berisi 25 murid. Setiap semester setelah ujian akhir, murid dari kelas biasa yang memiliki nilai tinggi di beberapa mata pelajaran inti, akan mengambil alih posisi murid dengan nilai terendah di Kelas Kompetisi. Meski diperlakukan istimewa, tak semua murid di SMA Mahardika ingin masuk kelas tersebut. Beberapa dari mereka ada yang lebih memilih duduk manis di kelas biasa dengan standar nilai pada umumnya.
“Target bulan ini harus naikin nilai biologi sama kimia,” bisik Vino yang kini berhenti di depan gedung khusus Kelas Kompetisi. Mata indahnya memandang bangunan tersebut intens dengan penuh ambisi.
“Gue bukan produk gagal!” Vino bergumam sembari mengepalkan tangan.
Selang beberapa detik, pemuda itu kembali berjalan. Ia harus segera ke kelas untuk mengikuti sesi belajar mandiri pagi. Sebagai Ketua Kelas, Vino merasa harus menjadi contoh yang baik bagi teman-temannya.
Kaki Vino yang panjang membuatnya sampai lebih cepat ke kelas. Sayangnya, kelas yang seharusnya menjadi tempat belajar yang tenang, kini berubah menjadi arena duel dan taruhan. Suasana kelas yang sangat gaduh dan ramai membuat Vino merasa tak sanggup menenangkannya sendiri. Terlebih, yang membuat keributan di kelas adalah seorang Irawan Pradana Dewangga.
“Baru masuk udah bikin masalah,” kata Vino pelan tatkala melihat Irawan sibuk bertengkar dengan Sandrina.
Secepatnya murid laki-laki berkulit putih itu berlari menuju ruang guru untuk melaporkan apa yang terjadi pada wali kelas. Belum sampai ke tempat tujuan, Vino sudah bertemu dengan orang yang dicari.
“Vino, kamu mau kemana? Ini udah waktunya sesi belajar mandiri pagi,” tegur Pak Yudi.
Vino berhenti dan mengatur napas sejenak. Kebetulan sekali bertemu Pak Yudi di ujung koridor lantai dua. “Kebetulan ketemu sama Bapak. Kelas lagi ribut, Pak. Irawan bikin masalah lagi.”
Pak Yudi menepuk kening. Baru beberapa menit lalu ia mencegah Irawan bolos. Namun, sekarang Irawan sudah berulah.
“Ya udah. Ayo kita ke kelas!” Pak Yudi mempercepat langkah menuju kelas. Vino menanggapi dengan mengangguk sembari mengikuti Pak Yudi.
Sesampainya di kelas 11 IPA 3, Pak Yudi langsung melerai Irawan dan Sandrina. Kedatangan Pak Yudi secara tiba-tiba membuat beberapa murid kaget dan langsung kembali duduk ke tempatnya. Hiburan sudah berakhir. Kini, saatnya kembali belajar.
“Kalian ikut Bapak ke ruang guru!” ucap Pak Yudi tegas dengan tangan kanan memegang lengan Irawan dan tangan kiri memegang lengan Sandrina.
“Dia yang bikin masalah duluan, Pak!” Sandrina menunjuk Irawan tanpa ragu.
Irawan berdecih sembari menampakkan ekspresi julid. Melihat mimik wajah Irawan membuat Sandrina ingin memberontak dan menjambaknya.
“Cukup! Kita bicarain di ruang guru!” Pak Yudi membawa paksa Irawan dan Sandrina keluar kelas.
***
Sandrina dan Irawan memandang hamparan lantai yang dipenuhi kertas bertebaran dan beberapa kursi yang berserakan. Hukuman telah menanti keduanya. Mereka harus membersihkan aula yang cukup luas. Tangan kanan Sandrina menggenggam gagang sapu, sementara tangan kanan Irawan menggenggam gagang pel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop [END]
Ficção AdolescenteSandrina Laily dipaksa menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah drastis. Ia pindah sekolah dan tempat tinggal karena perceraian kedua orang tuanya. Di sekolah barunya, Sandrina mengenal Irawan Pradana Dewangga, seorang murid laki-laki yang suka...