Irawan berjalan di koridor yang masih sepi. Pemuda itu memang sengaja berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Murid yang datang masih bisa dihitung dengan jari. Irawan datang lebih awal ke sekolah tentu karena memiliki tujuan. Dengan berbekalkan ponsel yang sudah dipasangi alat pelacak, Irawan mencoba melacak nomer ponsel orang yang meneror Vino.
Sebelumnya, Irawan meminta tolong pada salah satu orang neneknya dari Dewangga Group untuk membantunya melacak keberadaan nomer ponsel yang dikirim Vino padanya. Menurut orang itu, nomer ponsel tersebut berada di area SMA Mahardika. Dengan begitu bisa dipastikan, bahwa si peneror adalah murid dari sekolahnya yang setiap hari mengawasi Vino dan Irawan.
Irawan menaiki tangga menuju koridor lantai dua. Detail lokasinya terasa semakin dekat tatkala Irawan hampir sampai ke kelasnya. Ketika berada di depan kelas 11 IPA 3, Irawan melihat seorang gadis meletakkan sesuatu ke atas meja Vino. Sosok murid perempuan itu tak asing bagi Irawan meski kini Irawan hanya bisa melihat punggungnya.
“Jangan-jangan dia,” bisik Irawan.
Irawan memerhatikan gadis berambut panjang itu dari balik jendela kaca. Saat gadis itu menoleh, Irawan dibuat terkejut.
“Sandrina?”
Irawan nyaris tak percaya. Secepatnya ia memasuki kelas 11 IPA 2 untuk bersembunyi. Belum bisa dipastikan, apakah Sandrina yang meneror Vino atau tidak. Namun, kini Sandrina menjadi daftar orang pertama yang dicurigai Irawan. Rasanya Irawan tak bisa memercayainya. Logika dan perasaannya kini saling bertentangan.
Sandrina keluar dari kelas 11 IPA 3 dan melewati depan kelas 11 IPA 2. Untuk memuaskan rasa penasarannya, Irawan memutuskan untuk mengikuti Sandrina dari kejauhan.
Sandrina terus berjalan menuruni tangga. Gadis cantik itu berjalan cukup cepat menuju minimarket sekolah yang baru buka beberapa detik lalu. Bahkan penjaga kasir minimarket masih sibuk membersihkan debu di meja kasir. Irawan masih mengikuti dengan ikut masuk minimarket.
Di dalam minimarket, Irawan malah kehilangan jejak Sandrina. Ia menoleh kanan dan kiri, tetapi tak menemukan gadis itu.
“Lo nyariin siapa, Ir?” tanya Sandrina yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Irawan dengan memegang satu bungkus roti cokelat ukuran jumbo.
Irawan terkejut sampai menjatuhkan ponsel di tangan. Secepatnya Sandrina mengambil benda pipih itu untuk diberikan pada pemiliknya. Namun, mendadak Irawan malah merampasnya dengan kasar.
“Lo kenapa, Ir?” tanya Sandrina heran.
“Nggak kenapa-kenapa,” jawab Irawan sembari membalikkan badan.
Sontak sikap Irawan yang terkesan berbeda membuat Sandrina penasaran. Entah ada apa, sampai-sampai Irawan bersikap aneh pagi ini. Padahal Sandrina ingat, kemarin Irawan masih bersikap baik padanya.
Irawan keluar dari minimarket dengan mengumpat. Entah fakta macam apa yang ditemukannya pagi ini. Jika dipikir lagi, mana mungkin Sandrina pelakunya. Gadis itu bahkan belum hafal jalanan kota karena baru pindah sekitar tiga bulan lalu. Sementara orang itu sudah meneror Vino sekitar satu tahun.
“Nggak mungkin Sandrina! Nggak! Pasti ini cuma kebetulan,” ucap Irawan tampak frustrasi.
Kaki Irawan terus berjalan hingga tanpa sadar sudah sampai di halaman sekolah. Ada begitu banyak murid yang baru datang wara-wiri dengan kendaraan menuju tempat parkir.
“Adik Ipar!” panggil Sony keras.
Irawan menoleh ke arah sumber suara yang memanggil. Terlihat Sony mengendarai motor matic-nya ke arah Irawan. Sony menghentikan kendaraan roda dua tersebut tepat di depan Irawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop [END]
Novela JuvenilSandrina Laily dipaksa menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah drastis. Ia pindah sekolah dan tempat tinggal karena perceraian kedua orang tuanya. Di sekolah barunya, Sandrina mengenal Irawan Pradana Dewangga, seorang murid laki-laki yang suka...