Papan pengumuman ramai oleh para murid yang melihat daftar nama peserta terpilih untuk berpartisipasi di kompetisi pidato bahasa Inggris dan Mandarin. Jika biasanya peserta kompetisi didominasi oleh murid dari Kelas Kompetisi, kini terlihat lebih bervariasi. Memang ada yang berasal dari Kelas Kompetisi, tetapi hanya tiga peserta saja. Sementara sisanya berasal dari kelas biasa, bahkan ada yang berasal dari kelas 10.
Sandrina dan Vino melihat papan pengumuman dengan antusias. Keduanya penasaran, siapa yang pada akhirnya akan mewakili sekolah. Sebenarnya Sandrina tidak ikut mendaftar, tetapi ia ke sana untuk menemani Vino yang beberapa waktu lalu mendaftar untuk menjadi kandidat peserta pidato bahasa Inggris.
Setelah membelah kerumunan dan mendapat tempat, tampak nama Vino terpampang di kolom terakhir untuk peserta pidato bahasa Inggris. Awalnya, Vino tak melihat namanya, sebab sibuk mencari di urutan teratas. Namun, Sandrina yang menemukannya terlebih dahulu.
“Vin, lo berhasil terpilih,” kata Sandrina seraya menepuk pundak Vino.
Vino langsung mengalihkan pandangan ke arah yang ditunjuk Sandrina. Dan memang benar, namanya terpampang sebagai peserta paling akhir. Tidak apa-apa diurutkan untuk yang pertama atau terakhir, yang penting Vino punya peluang untuk menambah poin dan masuk Kelas Kompetisi.
Selepas melihat kolom khusus untuk peserta pidato bahasa Inggris, kini perhatian Sandrina teralihkan pada kolom khusus peserta pidato bahasa Mandarin. Yang membuat kaget dan tak percaya, nama Irawan ada di urutan pertama, padahal setahu Sandrina, Irawan tidak mendaftar.
“Vin, ini Irawan manusia random yang duduk di belakang gue, 'kan?” tanya Sandrina untuk memastikan.
Vino ikut melihat apa yang Sandrina lihat. Ia tahu, kalau Irawan cukup fasih berbahasa Mandarin, tetapi ia baru tahu kalau Irawan akan ikut serta. Terlebih, selama ini Irawan seperti menyembunyikan kelebihannya tersebut. Hanya pernah sekali saja Irawan menunjukkannya.
“Karena nama belakangnya ada embel-embel Dewangga, ya, pastinya Irawan yang kita kenal,” jawab Vino.
Sandrina tertawa kecil. Murid perempuan itu tidak tahu, kalau Irawan cukup fasih berbahasa Mandarin, sebab saat Irawan menunjukkan kebolehannya mengerjakan puisi kuno bahasa Mandarin beberapa waktu lalu, kebetulan Sandrina tidak masuk sekolah. Sandrina heran, entah mimpi apa Bu Mira, sampai-sampai memasukkan nama Irawan ke daftar peserta lomba pidato bahasa Mandarin. Sungguh di luar dugaan.
“Irawan fasih bahasa Mandarin, lho!” ungkap Vino, seolah memberitahu Sandrina, bahwa Bu Mira memilih peserta yang tepat.
Sandrina kaget mendengar pernyataan Vino barusan. “Seriusan?”
“Irawan pernah tinggal di Beijing sampe dua tahunan. Pas masuk SMP, dia balik lagi ke sini.” Vino menjelaskan.
Sandrina mengangguk. Memang benar kata orang-orang, bahwa tidak boleh menilai sesuatu dari casing-nya saja. Karena terkadang sesuatu yang terlihat biasa saja, sebenarnya memiliki hal luar biasa di dalamnya. Begitu pula dengan Irawan. Tampang Irawan yang tidak meyakinkan itu memang tidak boleh dianggap remeh.
Vino melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Saat ini, ia harus pandai mengatur waktu untuk membagi antara belajar untuk mempersiapkan evaluasi bulanan dan berlatih pidato. Oleh karenanya, murid laki-laki itu harus memanfaatkan waktu luang untuk hal-hal yang bermanfaat.
“San, gue mau ke perpustakaan. Lo ikut, nggak?” tawar Vino.
“Boleh. Kebetulan gue mau nyari bahan materi tambahan biologi yang bab kemarin. Gue belum begitu paham,” balas Sandrina, menerima tawaran Vino dengan senang hati.
Keduanya berjalan bersama menuju perpustakaan. Di jam istirahat pertama memang belum saatnya menyerbu kafetaria, sebab masih terbilang belum siang dan perut juga belum terasa lapar. Karena itu, di jam istirahat pertama, kebanyakan murid hanya pergi ke minimarket sekolah untuk membeli camilan. Sementara bagi murid gila belajar seperti Vino, tentunya perpustakaan jadi alternatif. Jangan bertanya tentang Irawan, karena dia pasti sedang tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop [END]
Teen FictionSandrina Laily dipaksa menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah drastis. Ia pindah sekolah dan tempat tinggal karena perceraian kedua orang tuanya. Di sekolah barunya, Sandrina mengenal Irawan Pradana Dewangga, seorang murid laki-laki yang suka...