14. Sungguh Memalukan

36 8 59
                                    

Hari dilaksanakannya evaluasi bulanan telah tiba. Semua murid dengan tertib mengikuti sesuai peraturan. Selama enam hari berturut-turut, para murid bertemu dengan berbagai soal yang memiliki tingkat kesulitan berbeda-beda, tergantung kemampuan masing-masing. Peraturan evaluasi bulanan hampir sama dengan ujian akhir semester. Nilai evaluasi bulanan juga akan ikut andil menentukan poin terakhir di akhir semester nanti. Oleh karenanya, tidak ada satu pun murid yang berani meremehkan evaluasi bulanan. Sayangnya, hal itu tidak berlaku bagi Irawan. Masih seperti biasa, jika mengantuk, Irawan akan tidur sekalipun belum selesai mengerjakan semua soal.

Di hari terakhir evaluasi bulanan dilaksanakan, beberapa murid membuat janji dengan teman mereka untuk makan bersama sepulang sekolah. Makan bersama seolah menjadi pelampiasan mereka setelah memeras otak selama enam hari.

Suara bel tanda pulang telah berbunyi beberapa detik lalu. Guru yang bertugas mengawasi jalannya evaluasi bulanan sudah keluar kelas. Para murid mulai membereskan alat tulis. Sementara Irawan malah terus menguap dan membuat Sony tertular virus menguapnya.

“Ir, kalo nularin jangan nguap doang, dong! Tularin kekayaan keluarga lo juga, napa?” Sony memulai acara protesnya.

“Lo mau gue tularin kekayaan keluarga Dewangga?” balas Irawan malah bertanya. Dengan polosnya, Sony mengangguk.

“Sini!”

Irawan menyuruh Sony agar mendekat. Tanpa bertanya, Sony menurut saja. Ia mendekat pada Irawan. Secepatnya Irawan membalikkan badan dan mengeluarkan kentut tepat ke wajah Sony. Suara kentutnya terdengar begitu merdu, membuat beberapa murid yang menyaksikan hal tersebut tertawa terbahak-bahak. Setelah itu, Irawan ambil langkah seribu sebelum Sony mengamuk.

“Irawan bangsat! Jangan lari, woi!” teriak Sony heboh seraya berlari dengan tangan menyambar tas di atas meja.

Irawan berlari menyusuri koridor lantai dua dan menuruni tangga. Pemuda itu tertawa puas mengingat ekspresi wajah Sony saat dikentuti tadi. Lama-lama menyenangkan juga menjaili Sony. Selama ini, Irawan hanya bersikap jail pada Dikta. Namun, semenjak Dikta meninggal, tak ada yang bisa ia jahili. Pemuda itu juga tak dekat dengan siapapun di kelas. Kini, ada Sony yang menjadi teman sebangkunya dan bisa dijaili setiap hari.

Ketika berada di depan gedung khusus Kelas Kompetisi, Irawan melihat Yeslyn melambaikan tangan padanya. Sepertinya Irawan akan memanfaatkan Yeslyn sebagai tameng agar Sony tak berani mengamuk padanya. Secepatnya pemuda itu berdiri di belakang Yeslyn.

“Lo kenapa lari, Ir?” tanya Yeslyn heran.

Irawan mengatur napas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Yeslyn. “Lagi olahraga sore, Lyn,” jawab Irawan berbohong.

“Irawan bang—” Sony mendadak menghentikan ucapannya tatkala melihat Yeslyn berdiri di depan Irawan. Sony tentu harus menjaga reputasinya di depan Yeslyn. Untung saja Sony berhasil mengerem tubuhnya tepat waktu.

Melihat kedatangan Sony, Irawan tersenyum semanis-manisnya pada Sony. Melihat cara tersenyum Irawan yang dibuat-buat membuat Sony sangat ingin menyeret dan menenggelamkannya ke sungai Ciliwung.

“Ir, Oma bilang, kita harus pulang bareng hari ini. Oma udah nunggu di rumah,” ujar Yeslyn.

Irawan menghela napas. Setiap wanita itu pulang, kebebasan Irawan seolah sirna. Irawan dipaksa melakukan ini dan itu.

“Ayo kita pulang sekarang! Motor lo tinggal aja di sekolah!” ajak Yeslyn.

“Tapi hari ini ...” Irawan menggantung ucapan sambil memikirkan alasan yang tepat untuk melarikan diri.

Yeslyn yang tadinya akan membalikkan badan, menunda niatnya untuk beberapa saat. Gadis itu menatap sang saudara melanjutkan ucapan.

“Lo mau kabur lagi?” Yeslyn menebak rencana Irawan.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang