Sandrina memasuki kelas dengan tangan menenteng dua botol susu kedelai hangat. Kaki gadis itu melangkah menuju tempat duduk, tetapi matanya fokus memandang tempat duduk kosong di belakang tempat duduknya. Ia yakin, bahwa tak berangkat terlalu pagi. Namun, seseorang yang biasanya jam segini sudah tidur nyaman di sana belum tampak.
“Tumben banget jam segini Irawan belum dateng,” bisiknya sembari duduk.
Sandrina mengeluarkan ponsel untuk mengirim chat pada Irawan. Murid perempuan itu berniat mengembalikan uang pada Irawan, sebab tadi malam saat bertemu di warteg, Irawan diam-diam membayar sayur dan lauk yang Sandrina beli. Jika keterusan dibayari seperti ini, Sandrina jadi merasa tak enak hati. Terlebih, sang ibu sempat marah padanya karena tahu ia berteman dekat dengan Irawan yang merupakan cucu keluarga Dewangga. Menurut ibunya Sandrina, Sandrina tidak cocok berteman dengan orang dari keluarga Dewangga, sebab mereka memiliki status dan kelas sosial berbeda. Selain itu, Bu Lani juga khawatir Sandrina akan bernasib sama seperti sahabatnya dulu.
[Ir, lo hari ini masuk sekolah, 'kan?]
Selepas mengirim chat, Sandrina meletakkan ponsel ke atas meja. Ia mulai mengeluarkan buku tebalnya untuk mengulas beberapa materi pelajaran sebelum jam belajar mandiri pagi dimulai. Dua detik kemudian, ponsel Sandrina bergetar. Ia segera memeriksa chat yang baru masuk itu.
[Enggak! Gue hari ini ada acara. Kenapa nanya-nanya? Kangen?]
Sandrina berdecih setelah membaca balasan chat dari Irawan. Sungguh rasa percaya diri Irawan harus diturunkan sedikit. Karena terlalu sibuk dengan ponselnya, Sandrina sampai tak sadar, jika ada orang lain yang mengintip dan membaca chat-nya dan Irawan.
“Lo sama Irawan pacaran beneran?” celetuk Paramitha dengan ekspresi datar setelah melihat layar ponsel Sandrina.
Sandrina terkejut dan langsung mengangkat tangan, bersiap untuk memukul orang yang telah mengejutkannya. Paramitha mundur sedikit untuk antisipasi.
“Ngagetin aja lo, Bangsat!” ucap Sandrina kesal.
“Gue cuma nanya. Kalo enggak, ya jawab aja enggak! Kenapa musti lo bikin ribet?” balas Paramitha santai. Lalu, gadis itu duduk nyaman di kursi samping Sandrina.
Rasanya Sandrina tak bisa berkata-kata untuk menimpali balasan Paramitha barusan. Dia yang mengintip chat orang lain, tapi dia tampak biasa saja. Sandrina yang sebenarnya ingin marah jadi mengurungkan niat.
“Sebenernya kalo pun lo pacaran sama Irawan, malah bagus. Seenggaknya lo bisa bikin orang-orang iri karena lo bisa macarin calon pewaris Dewangga Group.” Paramitha kembali berbicara, tetapi tak memandang Sandrina. Mata gadis berambut panjang itu fokus melihat buku kumpulan materi di depannya.
“Lo ngomong sama gue?” sambut Sandrina yang terdengar kesal.
“Enggak! Gue ngomong sendiri!” Lagi, jawaban dari mulut Paramitha membuat Sandrina tak bisa berkata-kata.
“Cewek gila!” bisik Sandrina.
Beberapa saat kemudian, para murid berbondong-bondong masuk kelas. Mereka tampak terburu-buru. Bisa ditebak, jika masuk kelas terburu-buru, pasti sang wali kelas akan masuk. Dan memang benar, selepas para murid duduk di tempatnya masing-masing, Pak Yudi masuk dengan tangan menenteng beberapa buku.
“Selamat pagi, Anak-Anak!” sapa Pak Yudi ramah.
“Pak tungguin!” teriak seorang murid laki-laki yang baru masuk kelas.
Seisi kelas menggeleng melihat penampakan murid tersebut. Pak Yudi memandanginya heran, sebab tak biasanya pemuda itu datang terlambat.
“Tumben telat?” tanya Pak Yudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop [END]
Novela JuvenilSandrina Laily dipaksa menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah drastis. Ia pindah sekolah dan tempat tinggal karena perceraian kedua orang tuanya. Di sekolah barunya, Sandrina mengenal Irawan Pradana Dewangga, seorang murid laki-laki yang suka...