30. Anak Haram?

39 5 43
                                    

Sandrina membolak-balik buku tugas, memastikan tugas matematika yang harus dikumpulkan hari ini sudah dikerjakan. Suasana kelas masih sepi, hanya ada Sandrina dan dua murid perempuan lain yang juga melakukan hal sama. Setelah selesai memastikan tugasnya telah dikerjakan, Sandrina bisa tenang dan mulai mempelajari materi olimpiade yang tinggal beberapa hari lagi dilaksanakan.

Sandrina membuka buku tebal yang penuh dengan materi dan rumus matematika. Di salah satu halaman, terlihat tulisan Semangat. Sandrina menghela napas sejenak. Tulisan tersebut adalah tulisan Maya saat memberikan dukungan pada Sandrina. Jujur saja, Sandrina sangat kecewa pada Maya. Ia sudah menganggap Maya sebagai sahabat dekat. Akan tetapi, ternyata Maya tak benar-benar menganggapnya sahabat. Rasanya Sandrina seperti orang bodoh saja.

Sudah tiga hari sejak terungkapnya identitas si peneror, Maya tidak masuk sekolah. Irawan dan keluarga Dewangga yang mengurus masalah tersebut. Melihat tak ada murid lain yang tahu tentang kejadian malam itu, berarti Irawan meminta keluarganya untuk mengurus secara diam-diam. Entah bagaimana nasib Maya pada akhirnya. Menurut pengakuan Irawan, kemungkinan Maya akan dikeluarkan dari sekolah tanpa sepengetahuan murid lain.

“Sial banget gue. Baru juga punya satu temen, eh ternyata iblis,” bisik Sandrina.

Beberapa saat kemudian, seorang murid perempuan yang tak Sandrina kenal memasuki kelas. Gadis itu berjalan ke arah Sandrina dan menatap Sandrina tajam. Sandrina yang sibuk berkutat dengan buku-bukunya tak peduli pada murid perempuan berambut panjang tersebut. Sandrina pikir, gadis itu adalah murid dari kelasnya yang baru datang.

Setelah sampai di dekat tempat duduk kosong di samping Sandrina, murid perempuan dengan tanda nama Paramitha Indriana itu membanting tas ke atas meja. Sandrina yang berada di sana dibuat terkejut dan langsung menoleh.

“Lo apa-apaan, sih?” sungut Sandrina tak terima.

Sandrina yang bertemperamen buruk, tentu tak akan diam jika ada yang berani menindasnya. Apalagi ini masih pagi. Bisa-bisanya ada yang ingin membuat masalah dengannya.

“Kenapa? Nggak terima?” balas Paramitha, malah membentak.

Sandrina dan Paramitha saling menatap. Mata keduanya bak laser yang saling menyorot tajam. Selang beberapa detik, seorang pria berusia awal empat puluhan memasuki kelas untuk melerai ketegangan antara dua murid perempuan bertemperamen buruk tadi.

“Paramitha, hentikan!” teriaknya dengan nada tegas.

Bukannya berhenti, Paramitha justru menarik rambut panjang Sandrina. Sandrina tak mau kalah. Ia membalas dengan menjambak rambut Paramitha. Sontak hal itu membuat pria tadi yang merupakan kepala sekolah SMA Mahardika bingung. Keduanya benar-benar membuat kekacauan di pagi hari.

“Paramitha, lepasin tangan kamu!” perintah pria yang biasa disapa Pak Wahyu itu.

“Nggak mau! Lagian, kenapa cuma aku yang Papa suruh? Kenapa dia enggak? Apa karena dia anak haram Papa?” tolak Paramitha dengan suara lantang, membuat beberapa murid yang baru datang dan kebetulan lewat di depan kelas berhenti sejenak untuk melihat keributan di kelas 11 IPA 3 tersebut.

Semua yang mendengar perkataan Paramita kaget, termasuk Sandrina. Sementara Pak Wahyu menggeleng, berusaha membantahnya.

“Enggak! Kamu salah paham, Mitha! Sini, biar Papa jelasin semuanya!” Pak Wahyu mendekat pada sang putri yang sedang emosi.

Paramitha semakin kuat menarik rambut Sandrina, begitu juga dengan Sandrina. Ia semakin kuat menarik rambut Paramita. Dua-duanya tak ada yang mau mengalah. Apalagi Sandrina yang mendadak dituduh sebagai anak haram kepala sekolah, tentunya tak akan terima begitu saja.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang