78. Situasi Sulit Irawan

27 5 51
                                    

Kembang api meletup-letup menghiasi langit taman kota. Diiringi suara tawa orang-orang sekitar semakin menambah keramaian malam. Irawan dan Sandrina duduk berdampingan dengan tangan masing-masing memegang satu cup es krim. Dua remaja itu ikut menikmati keindahan dan keramaian taman kota untuk sekadar melepas penat dan mencari udara segar.

Irawan melihat Sandrina yang tengah tersenyum memandang kembang api yang meletup-letup. Irawan selalu senang melihat senyuman yang terukir di bibir Sandrina tatkala melihat kembang api.

“San!” panggil Irawan.

Sandrina menoleh, menatap Irawan. “Ada apa?”

“Ada sesuatu di bibir lo.”

Irawan menunjuk area bibir Sandrina. Sandrina langsung meraba bibirnya, memastikan apa yang Irawan katakan.

“Nggak ada apa-apa,” kata Sandrina.

Irawan tersenyum nakal. Lalu, mengecup bibir pacarnya itu cepat. Merasa baru saja dibohongi, Sandrina langsung menjitak kepala Irawan.

“Dasar kang modus! Nyari kesempatan dalam kesempitan mulu,” ucap Sandrina kesal.

Irawan tertawa puas. Senang sekali rasanya bisa menggoda Sandrina seperti sekarang. Dan seperti biasa, Sandrina yang bukan tipe manusia penyabar akan langsung mengamuk. Beginilah risiko punya pacar yang kesabarannya setipis jembatan shirothol mustaqim.

Setelah puas mengomel, Sandrina melihat layar ponsel. Ternyata sudah jam setengah delapan malam. Sebentar lagi ibunya akan pulang. Sandrina harus segera pulang, sebab wanita itu akan marah jika Sandrina pulang malam. Apalagi kalau sampai tahu Sandrina keluar bersama Irawan, automatis kemarahannya akan berlipat ganda.

“Ir, udah jam segini. Pulang, yuk!” ajak Sandrina.

Irawan tidak menjawab. Pemuda itu malah menyandarkan kepalanya pada pundak Sandrina. Sandrina lantas mendorong minggir kepala Irawan agar tidak memberikan beban pada pundaknya.

“Ayo pulang! Entar nyokap gue ngamuk, kalo dia udah pulang, tapi gue belum pulang,” ujar Sandrina seraya beranjak berdiri.

Akhirnya Irawan ikut berdiri. Ia harus memahami situasi Sandrina. Jangan sampai Sandrina bertengkar dengan ibunya karena dia. Irawan pun paham, mengapa ibunya Sandrina kurang menyukainya. Dengan reputasi buruk sang ayah, ibu mana pun akan berpikir dua kali untuk membiarkan putri mereka dekat dengan Irawan.

“Eh, bentar!”

Irawan mendadak membuka tas. Sandrina dengan sabar menunggu Irawan mengambil sesuatu.

“Kenapa?” tanya Sandrina heran.

Tak lama kemudian, Irawan meraih tangan kiri Sandrina dan memakaikan sebuah arloji ke pergelangan tangan mulus sang pacar. Sontak hal itu membuat Sandrina terkejut. Secepatnya ia melepas arloji tersebut. Namun, Irawan mencegahnya dengan memegang tangan kiri Sandrina.

“Jangan dilepas!” larang Irawan.

“Gue nggak bisa nerima barang mahal kayak gini. Arloji merek ini harganya lebih dari 10 jeti.” Sandrina masih bersikeras dan berusaha melepasnya.

“Harganya nggak sampe segitu, kok. Percaya sama gue! Lagian, ini barang kw.” Irawan menambahkan.

Sandrina langsung berhenti. Ia menatap Irawan seraya menyipitkan mata. “Beneran kw?”

Irawan langsung mengangguk untuk memperkuat perkataannya. Tidak apa-apa kalau Sandrina mempercayai, bahwa arloji itu barang kw. Sebab kalau Irawan tidak berkata begitu, Sandrina akan terus berusaha melepasnya. Katakanlah, kali ini Irawan berbohong demi kebaikan.

Can't Stop [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang