Pak Eko menghentikan mobil selepas memasuki garasi. Setelah itu, Pak Eko keluar dan membukakan pintu mobil untuk Irawan. Irawan keluar dari mobil. Bibir mungil pemuda itu mengukir sebuah senyuman. Pertemuannya dengan Sandrina beberapa saat lalu seolah memperbaiki mood-nya yang sempat memburuk.
“Pak Eko!” panggil Irawan pada sang sopir.
Pak Eko yang tadinya menutup pintu mobil, kini memandang Irawan. “Iya, Tuan Muda! Ada apa?”
“Apa yang terjadi hari ini, tolong jangan kasih tahu Oma!” pinta Irawan.
“Baik, Tuan Muda!” jawab Pak Eko.
Mendengar jawaban Pak Eko membuat Irawan merasa lega. Meski pertemuannya dengan Sandrina bisa dikatakan karena Farrel, tetapi jika Nyonya Riana tahu, tetap akan dipermasalahkan.
Irawan berjalan memasuki rumah besar keluarga Dewangga. Ia sudah lelah dan ingin segera istirahat. Membayangkan mandi dengan air hangat, lalu tidur di ranjangnya yang nyaman. Ah, Irawan jadi semakin mempercepat langkah menuju kamar.
Ketika akan menaiki tangga, Pak Karjo datang menghampiri Irawan. Mau tak mau, Irawan harus berhenti sejenak.
“Tuan Muda, Nyonya Besar memanggil,” ujar Pak Karjo.
Irawan menghela napas. Beberapa jam lalu sudah menghabiskan waktu bersama, tetapi kini sang nenek ingin bertemu dengannya lagi. Entah apa yang hendak dibicarakan. Membuat Irawan malas saja.
“Iya,” balas Irawan.
Pemuda itu melangkah, menuju ruang kerja sang nenek. Ada begitu banyak hal yang mendadak Irawan khawatirkan. Ia jadi over thinking sendiri. Apalagi tadi ia tidak langsung pulang setelah pertemuannya dengan investor asing.
Sesampainya di depan ruang kerja Nyonya Riana, Irawan membuka pintu. Tampak sang nenek sedang minum teh dengan santai. Wanita itu melambaikan tangan setelah melihat penampakan Irawan.
“Irawan, ayo kita minum teh! Kebetulan ada sesuatu yang mau Oma bicarain sama kamu,” ucap Nyonya Riana.
Irawan mendekat pada sang nenek. Lalu, duduk di sofa seberang meja. Melihat ekspresi wanita yang duduk di depannya, tampaknya bukan hal buruk yang hendak dibahas. Jadi, Irawan bisa merasa sedikit lega sekarang.
“Kamu tahu Ferry Hanggoro, 'kan?” tanya Nyonya Riana sambil menuangkan secangkir teh untuk sang cucu. Kemudian, menyodorkannya pada Irawan.
Irawan mengangguk pelan sebagai jawaban. Setelah itu, meminum teh pemberian sang nenek. Sebelumnya Irawan memang pernah bertemu beberapa kali dan mengobrol dengan orang tersebut.Karena membicarakan sosok pebisnis sekaligus CEO salah satu perusahaan besar, Irawan pikir obrolan kali ini akan membahas seputar kerjasama Dewangga Group dengan Hanggoro Construction.
“Cucu perempuannya yang tinggal di Hongkong akan datang. Oma dan Ferry Hanggoro ingin kalian bertemu dan saling mengenal satu sama lain. Ini merupakan kesempatan bagus untuk mempererat kerjasama Dewangga Group dan Hanggoro Construction,” ungkap Nyonya Riana.
Irawan diam. Ia ingin langsung menolak, tetapi kesepakatannya dengan sang nenek seolah mengekang kebebasannya untuk memilih. Wanita itu melarangnya berpacaran, bahkan dekat dengan Sandrina, tetapi kini malah berniat menjodohkannya dengan gadis lain.
“Oma, aku baru mau naik kelas 12. Kayaknya ini terlalu cepat,” balas Irawan, mencoba memberikan tanggapan yang terdengar umum.
Nyonya Riana tersenyum. Tanggapan Irawan cukup menarik. Ia sempat mengira, Irawan akan langsung menolak. Namun, perkiraannya salah.
“Sama sekali nggak terlalu cepat. Semua sudah Oma perkirakan dan rencanakan dengan baik. Untuk saat ini, kamu dan cucu perempuan Hanggoro bisa memulai pendekatan agar lebih memahami karakter dan kepribadian satu sama lain. Setelah lulus SMA, kalian akan bertunangan.” Nyonya Riana menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Stop [END]
Roman pour AdolescentsSandrina Laily dipaksa menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah drastis. Ia pindah sekolah dan tempat tinggal karena perceraian kedua orang tuanya. Di sekolah barunya, Sandrina mengenal Irawan Pradana Dewangga, seorang murid laki-laki yang suka...