"Ga gue sangka ternyata itu lo!" Lyora mendengus, dia menyesap teh dan meletakkan kembali cangkir ke atas meja. "Sejak kapan lo ada di kota L?"
"Sejak seminggu yang lalu, Daddy balik karena perusahaannya di sini lagi butuh dia."
"Loh, kenapa bukan lo aja yang ngerjain? Kan lo juga bisa."
"Bisa sih bisa, tapi gue ga mau sibuk."
"Dasar aneh." Lyora terus mencomot kentang goreng di atas piring. "Orang mah seneng kalau bisa sibuk demi uang, lah elo … malah ga mau sibuk. Padahal kan cuma liat-liat berkas, tanda tangan sana-sini. Terus terima duit, simpel," katanya dengan nada enteng.
"Ga sesimpel itu, Gab. Pemegang saham juga harus ngadain rapat, ketemu klien, ngecek berkas, tanda tangan, pokoknya banyak deh."
"Alah~ alasan, bilang aja lo ga mau nerusin pekerjaan Bokap lo."
"Iya deh, serah lo aja. Kapan balik??"
"Hah? Balik kemana??" Lyora menatap bingung. "Lo ga suka gue di sini?"
"Bukan gitu, tapi lo ga takut apa Kakek lo khawatir."
"Kakek gue dan wafat." Lyora berkata dengan enteng.
"Hah? Yang bener?!"
"Kagak."
"Si kampret, cepet balik sana! Ntar gue yang repot kalau abang-abang lo kemari."
"Kagak mau, siapa suruh noh. Anak buah lo nangkep gue."
"Lah lo juga ngapain keliaran di deket rumah sakit?"
Lyora tiba-tiba saja mengangkat bajunya dan membuat pria itu kaget.
"Woy! Lo gila ya?! Tutup balik!" kata pria itu histeris sembari menutupi wajahnya.
"Liat nih, liat pake mata keenam! Perut gue luka, kalau ga ke rumah sakit terus kemana? Ke kuburan??"
Pria itu mengintip dari cela-cela jarinya, dia menatap perban yang melilit erat perut gadis di hadapannya. "Perut lo kenapa??"
"Ga liat nih darah? Ya luka lah! Buat apa diperban kalau ga luka."
"Maksud gue penyebab lukanya apa??" Pria itu hampir kehabisan kesabaran menghadapi Lyora yang banyak berubah.
"Ke tusuk pisau."
"Sama siapa?"
"Tentu saja oleh …" Lyora dengan sengaja menggantung kalimatnya dan membuat pria itu penasaran, dia tiba-tiba saja menunjuk pria itu. "Bukan urusan lo."
"Apasih, kasih tau aja kali. Lagian kan gue sepupu lo."
"Sepupu matamu!"
"Lah, kan gue emang sepupu lo."
"Lih, kin gie iming sipipi li. Berisik!" Lyora berkata dengan nada sarkas, dia berkacak pinggang. "Bawa gue balik."
"Mau balik ke Mansion Alexandra atau mansion gue?"
"Ga ke dua-duanya, gue mau ke rumah Neo."
"Neo?" Pria itu menatap bingung.
"Ma-maksud gue Nalendra, kalau lo ga tau hubungin aja Altezza atau Angkasa. Suruh mereka dateng jemput gue."
Pria itu bersedekap dada. "Kenapa bukan lo aja yang hubungin? Lo tau kan gue ama dua Abang lo itu ga akur."
"Masalahnya nih, ye. Handphone gue ketinggalan di rumah sakit, makanya … salahin tuh anak buah lo!" Lyora melirik sinis pria-pria bertubuh kekar yang berdiri di samping pintu dengan kepala tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NalendLyora [Transmigrasi]
Teen FictionRasya Olivia Abraham, gadis yang terpaksa meregang nyawa karena terpeleset. Di kehidupan pertama, Rasya harus jauh-jauh dari rumah agar tidak bertemu kakak yang menyayanginya dalam arti kata lain. Di dunia kedua, bukannya menjalani kehidupan yang te...