Momen Nalendra (Neo)

80 5 0
                                    

'Empat bulan ...' Nalendra memilih untuk bolos kelas, ia benar-benar kehilangan mood untuk belajar di semester dua ini. Sementara kematian Cecilia, dunia yang ditempatinya benar-benar berubah seutuhnya.

Meski masih dengan keluarga, sekolah, dan kota yang sama. Tapi ingatan seluruh orang seolah terdistorsi, tidak ada seorangpun yang kenal dengan Cecilia. Dunia seolah ter-reset ulang, bahkan Bastian yang merupakan seorang penyihir pun tidak mengingat apapun soal Cecilia.

Tidak ada Alyssa, Lyora yang muncul kembali tiba-tiba, dan Delio (Kakek Lyora) yang kembali ke sikap sebelumnya.

Semuanya berubah hanya dalam sehari sejak kematian Cecilia, tidak ada mayat, tidak ada orang. Semua yang dialami Nalendra seperti mimpi yang hilang karena dia terbangun.

Nalendra mengusap wajahnya kasar, ia sama sekali tak bisa memahaminya.

Bagaimana keadaan Rasyanya? Apa sebenarnya Nalendra memang hanya bermimpi soal transmigrasi Rasya, apa sebenarnya memang hanya dia seorang yang dipindahkan ke dunia asing ini?

Pikiran-pikiran itu seolah-olah akan meledakkan kepalanya, belum lagi ia harus mengurus perusahaan Ayahnya sebagai ahli waris satu-satunya. Membuatnya tidak punya waktu untuk mencari petunjuk.

"Woy, bos, ngapain lo diem doang di situ?"

Nalendra melirik ke pintu, Lingga itu benar-benar gemar sekali mengganggu pikirannya. "Apa?"

"Si Devan noh, nyariin bos, katanya sih ada yang mau diomongin," jelas Lingga mengambil rokok dari saku celananya.

Nalendra berdecak, ia memasukkan tangan kirinya ke saku celana dan berjalan pergi dari rooftop.

Lingga langsung memberi jalan begitu melihat eskpresi tak senang di wajah Nalendra, ia bahkan mengangkat kedua tangannya menyerah, kalau-kalau sang Bos tiba-tiba menonjoknya.

🌺🌺

Nalendra duduk di sofa tunggal dan memainkan game di ponselnya, ia kini berada di markas rahasia (gudang yang direnovasi) di belakang sekolah.

"Gue denger ada murid baru," kata Xion memulai percakapan, pria itu tampak sibuk membaca buku bersampul hitam tanpa judul.

"Yoi, kayaknya sih cewek, sekelas Nalendra." Rangga ikut menimpali.

"Serius lo?" Lingga yang baru saja datang langsung tertarik dengan percakapan. "Cantik nggak?" Ia duduk di kursi plastik lalu membuka kantong kresek yang dibawanya.

"Cantik bjir, mana murid pindahan lagi." Fredian ikut berbicara. "Gue liat tadi pas perkenalan di podium, beuh, udah kayak bidadari turun ke bumi!" lanjutnya mengacungkan jempol.

"Namanya siapa, cok? Gue mau kenalan, siapa tau jodoh."

"Tadi kayaknya namanya ... Rasya, deh? Ada Rasyanya gitu," jelas Fredian sedikit lupa.

Nalendra yang fokus pada gamenya diam-diam curi dengar begitu mendengar nama Rasya dipanggil.

"Rasya doang? Yang namanya Rasya di sekolah ini banyak kali, yang lengkap dong!" Lingga terlihat sedikit kecewa.

"Oh! Gue dapet fotonya tadi." Fredian buru-buru merogoh ponsel dari sakunya dan menyalakan layar. "Gue fotonya diem-diem sih," lanjutnya membuka galeri dan menekan satu foto, ia lantas menunjukkannya pada teman-temannya.

"Beuh, gila men." Lingga berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Ini sih bukan bidadari lagi, tapi udah sekelas Dewi."

Rangga tertawa. "Gue liat tadi lo udah jadiin wallpaper aja."

"Yoi! Cewek secakep ini– loh, eh, bos!" Fredian hanya bisa melongo ketika ponselnya tiba-tiba direbut dan dibawa kabur oleh sang ketua.

"... Lah, bjir." Lingga ikut melongo.

NalendLyora [Transmigrasi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang