52. Desa

223 5 0
                                    

"Kakak, aku tahu kakak bukan orang yang lemah. Kakak masih bisa berusaha untuk hidup, kakak tidak boleh menyerah pada hidup!"

Air mata mengalir begitu saja, Lyora menutup matanya. 'Itu tidak mungkin. Aku tidak punya, siapapun untuk diandalkan. Ibu, yang pernah berjanji … padaku. Tidak pernah, menepati janjinya. Sama sekali. Aku, tidak memerlukan hidup ini lagi.' Dia perlahan membuka matanya, Lyora tersenyum tipis dengan jejak darah di bibir dan wajahnya. 'Lyora, kuserahkan … kembali tubuh ini, padamu.'

🌺🌺

'Eh, aku masih bisa mengendalikan tubuhku?' Lyora menatap kedua tangannya, dia menggerakkan jarinya. Lyora meraba-raba tubuhnya dan tersenyum manis. 'Aku, aku masih hidup!'

Tiba-tiba, pintu dari gubuk tua yang ditempatinya terbuka.

Lyora menatap kaget seorang wanita dengan pakaian yang tampak kumuh. "Itu … siapa, kau?" tanyanya tersenyum canggung.

Wanita itu masih terus menatapnya datar, dia perlahan tersenyum. "Selamat, datang."

'Hm, cara bicaranya kaku sekali.' Lyora menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Em, kau siapa?"

"Valentina." Senyum tipisnya berubah menjadi senyum manis. "Kamu bisa memanggilku Tina."

"Ah, halo. Aku Gabriella, aku ada di mana sekarang?"

"Kamu ada di kampung kami, kakakku menemukanmu tidak sadar di bawah tebing. Apa kamu … baik-baik saja?" tanya Tina dengan ekspresi khawatir.

Lyora tersenyum. "Ya, aku sudah baik-baik saja sekarang. Terima kasih sudah mau merawatku."

"Tidak." Tina menggeleng pelan, dia membalas dengan tetap mempertahankan senyumannya. "Sudah sewajarnya kami membantu. Apa kamu … ingin makan sesuatu?"

"Ah, tidak perlu. Tidak perlu merepotkanmu lagi, terima kasih."

"Kalau begitu, aku akan keluar. Panggil aku saat kamu butuh sesuatu."

"Oke." Lyora melambaikan tangannya ke arah Tina yang berjalan keluar dari gubuk tua itu.

Setelah Tina benar-benar pergi.

Lyora kini menunduk dan menatap kedua telapak tangannya, dia mengepalkan tangannya dan menatap tanpa eskpresi. 'Jika aku mengambil alih kembali tubuhku, lalu … bagaimana dengan jiwa Kak Rasya?' Lyora menyatukan kedua tangannya di depan dada dengan mata tertutup. "Tuhan, kumohon. Tolong lindungi dan jaga jiwa Kak Rasya."

Lyora kembali membuka matanya, dia menatap sedih. 'Kenapa jiwaku, masih bisa berada di tubuh ini? Bukankah seharusnya tubuh ini sudah menjadi milik Kak Rasya? Seharusnya jiwaku sudah menghilang, lalu kenapa …'

🌺🌺

'

Tidak. Aku tidak bisa merasakan keberadaan Lyora sama sekali!' Alyssa memejamkan matanya erat, dia berusaha menajamkan indera pendengarannya dan juga jiwanya. 'Tidak, tidak mungkin.' Alyssa membuka matanya dengan ekspresi sedih. 'Serpihan jiwanya padaku … memudar. Apa … Lyora sudah mati?'

Alyssa menggelengkan kepalanya, dia menatap penuh keyakinan. 'Tidak, tidak akan terjadi apapun pada Lyora! Selama aku bisa menghentikan serpihan jiwanya menghilang, maka aku pasti bisa menghidupkannya kembali! Tapi bagaimana caranya??'

"Alyssa."

Alyssa seketika menoleh ke asal suara, air mata mengaliri pipinya begitu saja. "Neo …"

"Apa lo bisa ngerasain keberadaan Lyora?"

NalendLyora [Transmigrasi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang