71. Kembali

67 3 0
                                    

"Apa kau yakin?"

"Ya, terlalu lama menghilang akan menyebabkan kecurigaan. Kami juga perlu mengantar Neo kembali."

Lois mengangguk dengan senyum santai, ia menoleh ke arah Cecilia. "Jadi, apa kau juga ingin ke dunia modern?"

"Jangan salah paham, Lois. Aku ikut hanya untuk mengawasi mata iblis." Cecilia menatap Neo tajam. "Dia akan semena-mena di dunia yang tak dikenalnya!"

Lois tertawa kecil. "Ya-ya, baiklah. Aku akan menjaga Chie di sini."

"Tunggu-tunggu! Apa maksudmu menjagaku?! Aku juga ingin ikut bersama Lia!"

"Tidak bisa!" Cecilia menatap kesal Lia yang tengah ditahan oleh dua prajurit iblis. "Kau hanya akan membocorkan semuanya jika ikut!"

"Benar-benar, kau hanya akan membuat kami semua dalam bahaya," ujar Alyssa yang ikut menyudutkan Chie.

"Tapi ..." Mata Chie berkaca-kaca, ia menatap mereka bertiga dengan mata memelas.

Namun Bastian hanya acuh, sementara Alyssa yang mengalihkan pandangannya dan Cecilia yang berkacak pinggang.

"Tidak ya tidak!" Cecilia menghela napas gusar, ia menatap Lois. "Lois, aku akan mengunjungimu sesekali. Ingat untuk mengabariku ketika kau menikah! Jangan sampai lupakan adikmu ini!"

"Tenang saja, aku akan mengabarimu lewat Chie, tolong jaga mata iblis juga."

Cecilia terlihat sedikit lesu, namun ia menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman manisnya. "Jaga dirimu baik-baik, jangan sampai Chie mengabariku kalau kau terluka! Semoga kau bisa cepat melihat kembali."

"Ya, terima kasih, Adikku."

🌺🌺

"Biarkan Cecilia istirahat sebentar." Alyssa berdiri dan menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor. "Dia masih belum pulih sepenuhnya." Ia menatap Neo yang menggendong Alyssa. "Bawa dia ke basecamp kalian dulu, aku dan Bastian perlu mengurus sesuatu," lanjutnya sembari menunjuk Bastian dengan ibu jari kanannya.

"Lo nggak buat rencana aneh, kan??" Neo menatap Alyssa dengan kening berkerut.

"Tidak tuh~" Alyssa hanya angkat bahu dengan acuh. "Tapi sebagai sesama penyihir, kami memang perlu mengurus beberapa hal seperti menghapus ingatan teman-temanmu soal penyihir atau hal-hal tentang dunia kami."

"Ya, dan kau perlu membawa Cecilia untuk tetap menjaga kesadaranmu." Bastian berdiri di samping Alyssa.

"... Tch, ya-ya. Gue bakal jaga dia." Neo berbalik dan berjalan pergi, ia melirik Alyssa sesaat dengan seringai. "Jangan sampe mati, gue nggak mau Rasya nggak punya temen."

"He~ harusnya aku yang mengatakan itu padamu, hati-hati ya, mata iblis itu kejam kalau bersangkutan dengan tuannya."

🌺🌺

"Neo, ayo bermain bersama!" Aku tersenyum dengan bahagia, dan menarik tangan Neo agar mau mengikutinya. "Aku baru saja belajar membuat istana pasir dengan Ayah! Kita bisa—"

"Rasya, aku akan ke luar negeri."

Bibirku terasa kaku, tangan dan langkahku berhenti bergerak secara tiba-tiba. Kutatap Neo yang juga menatapku dengan serius, meski samar. Tapi bisa kulihat genangan air mata di pelupuk matanya. "Be-begitu tiba-tiba?"

"Mmh, Ayahku perlu bekerja di luar negeri untuk waktu yang lama, dan aku dan Ibu harus ikut Ayah."

Ekspresi macam apa yang harus kutunjukkan pada wajah sedih laki-laki di depanku? Aku tidak tau, aku terlalu bingung dan tak bisa mencerna ucapannya.

Pergi? Dia akan pergi? Neo akan pergi, meninggalkanku??

Aku tersenyum, senyuman manis yang selalu kuperlihatkan pada orang-orang yang selalu menghinaku. "Berapa lama Neo akan pergi? A-apa kau akan kembali lagi, ke sini??"

"Aku tidak tau, tapi mungkin, aku akan tinggal di sana untuk waktu yang lama. Maaf, Rasya, tapi aku juga baru mendapat kabar hari ini."

"Tidak masalah, aku baik-baik saja." Aku melambaikan tanganku dan tersenyum manis. Apa aku harus menenangkannya? Tapi bagaimana? Aku bahkan tidak tau bagaimana cara membohongi pikiranku sendiri. "Neo, a- kau akan terus mengingatku, kan?" Aku sendiri ragu, dia jelas tidak ingat soal perjanjian pernikahan kita, kan?

Lalu, untuk apa aku berharap lebih. Aku yakin, selama aku tumbuh lebih besar, aku pasti bisa mencari yang lain yang akan menggantikannya. Dia pun pasti sama, dia akan melupakanku, dia akan ...

🌺

'Apa yang sebenarnya kuharapkan?' Cecilia tersenyum kecut, ia menatap gadis kecil yang melambaikan tangannya ke arah pria kecil yang menaiki mobil dan pergi. Meninggalkannya sendirian, lagi.

'Tidak ada yang pernah mengerti aku.' Cecilia menyentuh pipinya, sama seperti yang dilakukan gadis kecil di depannya. "Tanpa wajah ini, apa aku bisa hidup tenang? Seperti manusia lain," gumamnya rendah, bersamaan dengan suara gadis kecil itu.

'Berapa kali aku membohongi diriku sendiri?' Cecilia menatap gadis kecil yang kini menunduk dengan suara isak tangis kecil. "Tidak ada yang pernah menginginkan kita. Sejak awal, kita hanya sendiri." Ia menatap jalan yang baru saja dilewati mobil hitam mewah itu. "Dia akan meninggalkanku, seperti yang lain. Tidak, tidak, aku tidak mau! Aku tidak ingin kehilangannya!"

Cecilia berjongkok sambil mencengkram erat rambutnya. "Aku tidak ingin dia melupakanku, aku tidak ingin kehilangan dia, tidak. Jangan bawa dia pergi! Dia hanya milikku! Milikku-milikku! Tidak ada yang boleh membawanya, tidak satupun!"

Taman kecil yang semula ditempati Cecilia tiba-tiba berubah menjadi pekarangan rumah, ia mendongak. Menatap gadis kecil yang berdiri di depan danau kecil yang dikelilingi bebatuan. Gadis kecil itu sedang berjongkok dan menatap air di danau.

Dengan penuh kebingungan, Cecilia berdiri dan berjalan mendekati gadis kecil itu. Ia menatap apa yang sedang dilakukan olehnya, dan gadis kecil itu sedang menatap bayangannya dengan serius.

"Aku tidak berharap dilahirkan dengan wajah cantik ini," gumam lirih dari gadis kecil itu, ia mengambil batu kerikil di samping kakinya dan langsung membuat goresan panjang di wajahnya menggunakan bagian tajam dari batu.

Bahkan dengan air mata dan bibir yang bergetar, gadis itu tetap merusak wajahnya sendiri. Mata merah darahnya yang terpantul di permukaan air terlihat bergetar. "Aku tidak ingin, aku tidak perlu, hancurkan! Hilangkan saja wajah ini!"

"Rasya!!"

Cecilia menoleh ke belakang, seorang wanita muda berlari tergesa-gesa ke arah Rasya dan langsung merebut batu di tangan gadis itu. Ia menggendongnya dan memeluknya erat sambil berlari dengan panik. "Garend! Garend!!" teriaknya keras, ia begitu panik hingga tak menyadari senyuman di wajah Rasya.

'Apa yang kau pikirkan?' Cecilia menatap tubuh kecil Rasya dan Lilian yang menghilang dibalik tembok, ia menunduk dan menatap kedua tangannya. 'Ah, aku mengerti, arti dari senyumannya.' Cecilia mendongak dan menatap jalanan batu, ia melirik batu dengan jejak darah yang sebelumnya dilempar Lilian.

Cecilia kembali menatap ke jalan kosong yang dilewati ibu dan anak itu, ia tiba-tiba tersenyum dengan cerah. "Ah, aku mengerti. Aku sangat mengerti arti dari senyumanmu itu, aku benar-benar lupa. Kita adalah orang yang sama." Cecilia menyentuh dadanya dengan senyuman lebar. "Baik kau dan aku, kita hanya ingin mendapat perhatian dari satu orang! Tidak perduli bahkan meski harus mengorbankan apapun, selama dia kembali, selama dia di sisi kita. Maka kita akan lakukan! Aku mengerti, Rasya. Aku akhirnya mengerti."

🌺🌺🌺

NalendLyora [Transmigrasi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang