72. Identitas

60 4 0
                                    

Cecilia membuka matanya, ia bangun dan menatap sekelilingnya yang benar-benar asing. Ketika ia menunduk dan menatap kedua telapak tangannya, senyuman terbit di wajahnya. 'Ah, aku ingat. Aku, Rasya ...!'

"Gue tau! Gue bakal nelpon Kakek lo–" Nalendra yang membuka pintu kamar langsung terhenti begitu melihat gadis yang sudah tertidur selama hampir seminggu itu sedang duduk di atas ranjang dengan rambut berantakan. "Ra– Cecilia, lo udah sadar?"

"Ya." Cecilia tersenyum manis. "Dan gue udah ingat semuanya, Nalendra. Gue ingat, nama gue yang sebenarnya ... Rasya Olivia Abraham," katanya dengan senyuman manis yang sama. 'Hipnotisku sepertinya sudah hilang karena pengaruh mata iblis.'

Handphone di tangan Nalendra langsung jatuh, ia membelalakkan matanya dengan kaget. "Ra-rasya, lo, lo udah inget gue?"

"Ya, nggak mungkin gue lupain lo, lo pacar yang pal~ing gue sayangi."

Dengan langkah gemetar, Nalendra mendekati Cecilia dan memeluknya dengan erat. "Gue, gue rindu banget sama lo! Gue kira, kita nggak bakal bisa ketemu lagi!"

"... Maafin gue, ya. Lo pasti kesusahan pas gue nggak ada." Cecilia balas memeluknya. "Ini salah gue yang nggak ngertiin lo, maaf~ banget."

"Ini bukan salah lo!" Nalendra melepas pelukannya. "Gue seneng lo bisa inget gue lagi! Kalau kayak gini, kita bisa ngelanjutin janji masa kecil kita!"

Cecilia memiringkan kepalanya dengan eskpresi kebingungan.

"Lo udah lupa? Janji pernikahan kita pas masih kecil!"

"... Eh?!!" Cecilia menutup mulutnya, ia sungguh tak bisa menahan keterkejutannya.

"Lo lupa?" Ekspresi wajah Nalendra berubah masam, ia terlihat sangat sakit hati dengan ekspresi yang lebih dramatis.

"Nggak, bukan gitu. Gue cuma kaget karena lo masih inget, itu udah sejak kita kecil dan gue kira lo udah lupa."

"Nggak mungkin kan gue lupa, lagipula, gue cuma suka lo seorang," ucap Nalendra diakhiri senyuman manisnya yang menawan.

"Ah ..." Cecilia termenung sejenak. 'Dia masih ingat? Mustahil! Nggak mungkin, kan?! Bercanda, kan!!'

"Kenapa? Lo pikir gue nggak bakal ingat hal yang spesial buat gue?"

"Ah, nggak. Gue cuma–" Cecilia tiba-tiba menggantung kalimatnya, ia menatap Nalendra yang juga menatapnya dengan serius. "Neo, gue kira ... kita udah ngelupain sesuatu."

🌺🌺

"Selesai sudah." Alyssa berkacak pinggang, ia hampir kehabisan tenaga setelah menyelesaikan semua urusannya. Ia beralih menatap Bastian yang juga kelelahan.

"Ya, sepertinya sudah selesai."

Keduanya menatap lapangan besar yang sebelumnya dipenuhi reruntuhan.

Alyssa membungkuk dan mengambil sebuah serpihan kecil, ia berdiri dan menatap Bastian. "Kota M dan seluruh penyihir, benar-benar sudah menghilang." Tubuhnya tiba-tiba kehilangan tenaga.

Untungnya, Bastian yang berdiri di sampingnya sigap dan menahan tubuh Alyssa.

"Terima kasih." Alyssa bersandar di dada Bastian. "Aku benar-benar lelah."

"Mmh, istirahatlah sebelum kita menemui mereka."

Alyssa memejamkan matanya dengan senyum tertahan. "... Ya."

'Semuanya benar-benar berakhir sekarang.' Bastian menatap lurus ke depan. 'Kota penyihir, sudah lenyap seutuhnya.'

🌺🌺

NalendLyora [Transmigrasi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang