Sunyi senyap melanda keduanya, baik Cecilia yang menunggu jawaban, dan Neo yang diam mencari alasan meyakinkan.
"... Sejak kapan Anda sadar?"
"Aku sudah katakan, bukan? Saat ketika Alan menyerangku."
Neo tersenyum. "Saya memang tidak bisa membohongi Anda. Benar, saya sudah mengambil alih tubuh ini lebih awal, saya melakukannya bukan tanpa sebab. Tapi supaya Anda tidak terbuai dengan manusia ini."
"Hah? Memangnya kau yang merupakan harta karun juga memiliki perasaan??"
"Tentu saja!" Neo memejamkan matanya. "Saat kami dibuat, kami dipaksa bersumpah untuk hanya menjadikan orang pertama sebagai tuan kami. Dan jika kami melanggarnya, maka kami akan dihancurkan tanpa belas kasih. Itu sebabnya, sampai saat ini pun, yang benar-benar saya akui hanya Anda seorang ... Yang Mulia," ucapnya sambil menatap Cecilia. "Tak ada satupun orang kecuali Anda."
"... Bahkan Lois—"
"Bahkan Tuan Lois sekalipun."
Cecilia mengepalkan tangannya. "Apa itu sebabnya ..." Ia menatap Neo serius. "Apa itu sebabnya kau membiarkannya buta?!"
"Benar, kami pernah melakukan perjanjian. Selama aku membantunya memulihkan penghalang, maka dia akan mencari cara untuk membuatku kembali pada Anda."
Cecilia hanya diam mendengarkan, perasaannya begitu campur aduk hingga dadanya terasa sangat sakit. Ia tak tahu harus mengatakan apa, karena sejak awal. Cecilia-lah yang memberi ide untuk memberikan mata iblis pada Lois.
"Apa Anda sekarang membenci saya?"
Cecilia memejamkan matanya, ia berusaha mengontrol napas dan detak jantungnya. Beberapa detik dalam kesunyian, ia kembali membuka matanya dengan ketenangan. "Aku tidak akan membencimu."
"Benarkah? Saya senang jika—"
"Tapi bukan berarti aku sudah memaafkanmu." Cecilia menatap Neo dengan datar. "Mata iblis, penghalang diterobos hari ini karena ulahmu, dan itu termaksud pengkhianatan. Aku tidak membencimu karena mengambil penglihatan Lois atau karena membohongiku, tapi aku tidak akan bisa memaafkanmu karena memanfaatkan ku seperti orang bodoh."
🌺🌺
'Tragedi tidak akan terjadi jika aku tetap membiarkannya di ruang penyimpanan.' Cecilia bersandar di dinding dengan mata terpejam, ia menghela napas panjang dan terperosok ke lantai. 'Aku sangat lelah.' Cecilia memeluk kedua lututnya. 'Hal tragis selalu saja terjadi pada orang di sekitarku. Entah itu Lois, Neo ... bahkan Chie dan, kucing tak bersalah pun.' Ia kembali menghela napas.
"Cecil, ini aku."
Ketukan pelan yang ragu dari pintu dan suara samar dari sana membuat Cecilia mendongak, ia buru-buru berdiri dan merapikan gaun dan rambutnya yang sedikit berantakan. 'Ah, aku lupa, Lois tidak bisa melihatku lagi.'
"Apa kau sedang istirahat?"
Cecilia mengangkat gaunnya dan buru-buru berjalan ke arah pintu tanpa membuat rambutnya begitu rapi, ia membuka pintu dan tersenyum seperti biasa. "Ada apa, Lois? Kupikir kau akan menemui kekasihmu lebih dulu."
"Kekasih?"
"Benar, berkas-berkas yang menumpuk di ruang kerjamu!" Cecilia berkacak pinggang. "Aku dipaksa mengerjakan semuanya karena kau hilang, tau! Kenapa kau harus kehilangan penglihatanmu dan semakin membebaniku??" tanyanya dengan kesal. "Rion dan Sean sudah pasti tidak mau tinggal di istana! Tolonglah, kak! Kau mau buat aku stress sampai gila??"
Lois hanya tertawa dengan hambar. "Maafkan aku, kau pasti sangat terbebani selama aku tidak ada." Ia mengangkat tangannya dan meraba wajah Cecilia dengan senyuman lembut. "Jangan khawatir, Bastian akan membantumu untuk sementara waktu." Ia menepuk-nepuk kepala Cecilia.
"Hentikan, kenapa kau selalu memperlakukanku seperti anak kecil??" Cecilia menepis tangan Lois di kepalanya, ia menatap sang kakak dengan eskpresi masam. Lalu bibirnya tertarik membentuk senyuman manis yang terkesan sedih. "Dasar ..."
"Ha ha ha. Apa dokumen-dokumen itu begitu memberatkanmu?" Lois tersenyum dengan paksa.
"Benar, mereka itu lebih susah dilawan dibanding melawan monster." Cecilia mengangkat bahunya acuh, matanya tanpa sengaja menatap ke samping belakang Lois. Dimana Alyssa dan Bastian sedang mengintip dibalik tembok. 'Penguntit,' batinnya dengan eskpresi masam.
"Aku akan bisa melihat lagi, jangan khawatir." Lois dengan lembut mengusap pipi Cecilia.
"... Penyihir??" tanya Cecilia ragu-ragu, ia menatap Lois yang mengangguk dengan senyuman lembutnya. "Kak, apa kau yakin??"
"Kita tidak bisa melakukan hal lain, kan?" Lois tersenyum kecut. "Satu-satunya cara agar penglihatanku kembali adalah meminta bantuan penyihir, yang berarti aku harus menikah dengan Putri klan mereka."
'... Menikah ...?' Cecilia menyentuh dadanya yang terasa sakit, ia menatap Lois dan tanpa sadar menelan salivanya. "Lois, aku—"
"Cecil! Chie, Chie masuk ke ruangan Neo!!" teriak Alyssa yang berlari menghampiri mereka. 'Tidak bisa, jika kau mengatakannya, maka semuanya akan berakhir.'
"Apa masalahnya?" Cecilia menatap Alyssa yang selalu saja ikut campur, ia benci itu.
"Aku melihat Chie sangat marah dan matanya, matanya ..." Alyssa berusaha menjelaskan dengan napas tersengal-sengal.
'Mata?' Cecilia membelalakkan matanya, ia tanpa berkata apa-apa langsung lari meninggalkan mereka. Cecilia bahkan tak repot-repot menyapa Bastian yang berjalan ke arah Alyssa dan Lois.
"Ada apa?" tanya Bastian kebingungan, ia membawa Lois masuk dan mendudukkannya di sofa.
"Penglihatan," jawab Alyssa dengan tampang seriusnya. "Jika Cecil terlambat sedetik saja, maka Neo akan mati."
"Separah itu?"
Alyssa mengangguk, ia menatap Lois. 'Perubahan besar pada takdir. Cecil, masa depan berada di tanganmu.'
✧~♥~✧
"Sinus!" Cecilia membuka pintu dengan kasar, ia langsung masuk dan mendorong Chie menjauh dari Neo. "Apa yang kau lakukan?!" tanyanya marah, begitu tiba. Ia langsung melihat Chie mencekik Neo.
"Master, dia orang hina yang berani melukai Anda." Chie berujar dengan dingin, matanya tampak kosong seperti boneka tanpa jiwa. "Aku tidak bisa membiarkan orang lain memanfaatkan Master."
"Aku tidak dimanfaatkan atau dilukai siapapun! Kau tidak boleh membunuhnya! Dia masih bagian dari rencana yang kubuat!"
"Aku bisa mencarikan orang yang lebih baik darinya. Aku tidak bisa membiarkan siapapun menghina Master, karena itu sudah jadi prinsip dan pendirian ku."
"Sinus, ini perintahku." Cecilia berujar dengan eskpresi serius. "Jangan lukai dia."
"Tap—"
"Perintahku tidak boleh dibantah!"
Chie yang ingin mengatakan sesuatu dengan terpaksa menelan kembali ucapannya, ia menatap Neo dengan penuh kebencian sebelum keluar dari ruangan bernuansa abu-abu tua itu.
"Ha, ha ha. Apa Anda khawatir?" tanya Neo bercanda, ia terduduk di atas kasur dengan tubuh terkulai, tak bertenaga sama sekali. Ia hanya bisa mengangkat sedikit kepalanya untuk menatap eskpresi wajah Cecilia yang sedang berbalik ke arahnya.
"Kau masih bisa mengatakan hal itu setelah hampir mati?" Cecilia menatap Neo tanpa eskpresi, ada bekas luka cambuk di punggung pria yang sedang bertelanjang dada itu. "Berbaringlah, aku akan meminta Aurora membuatkan pil untuk memilihkan kekuatanmu."
"Anda juga bisa membantu saya, kan?"
"... Aku akan menghubungi Aurora secepatnya, istirahatlah untuk sementara, akan kupastikan Chie tidak masuk kemari."
"Apa, Sinus yang Anda bilang tadi adalah harta karun?"
"Ya, harta karun sepertimu, dan dia hanya setia padaku seorang ... seperti kau."
🌺🌺🌺
KAMU SEDANG MEMBACA
NalendLyora [Transmigrasi]
Teen FictionRasya Olivia Abraham, gadis yang terpaksa meregang nyawa karena terpeleset. Di kehidupan pertama, Rasya harus jauh-jauh dari rumah agar tidak bertemu kakak yang menyayanginya dalam arti kata lain. Di dunia kedua, bukannya menjalani kehidupan yang te...