4. Gara-gara ulat

871 53 4
                                    

_______________________

"Kak Tia, ini kenapa pohon kelompok Cici miring ya? Teman-teman yang lain pohonnya berdiri tegak, Kak!" Cici hampir menangis melihat pohonnya tak mau diajak bekerja sama, setelah ia dan 2 temannya bersusah payah untuk membuat pohon mereka berdiri tegak.

"Sini, Kak Tia bantu ya! Jadi, pohon yang Cici dan teman-teman tanam, berdiri dengan posisi yang tidak sejajar. nah lihat, dibawah akarnya juga ada batu kecil jadi Cici harus menyingkirkan batunya terlebih dulu. Sekarang Cici dan teman-teman boleh coba menanam ulang," ujar Tiara dengan nada lemah lembut.

"Iya, Kak, pohon kelompok Cici sekarang udah nggak miring lagi, terima kasih ya, Kak!" seru Cici dan kedua temannya dengan iringan lengkungan senyum lebar.

Tiara tersenyum sambil mengacungkan ibu jari pada Cici dan kedua temannya, pujian tanda kehebatan dalam bahasa tubuh.

"Sekarang semuanya boleh memberikan nama tim pada pohon masing-masing ya! Lalu kalian bisa meletakkan papan nama didekat pohonnya."

"Baik, Kak!" Serentak anak-anak mengangguk paham dan mereka pun satu persatu mulai menulis nama di atas papan hitam berukuran kecil. Setelahnya papan itu diletakkan didekat pohon tiap masing-masing kelompok.

"Nah, karena kegiatan menanam pohon kita sudah selesai dengan lancar, maka kita harus ucapkan?"

"Alhamdulillahirobbilalamin!" seru anak-anak kompak saat mengucap syukur.

"Alhamdulillah. Kalau gitu sekarang kalian bisa kembali ke ruangan, karena sebentar lagi sudah mau mendekati jam makan siang."

"Iya baik Kak Tia!" Bersemangat berjalan kembali ke ruangan.

Anak-anak membubarkan diri dari halaman kebun, tak terkecuali salah satu anak bernama Joshua yang justru berjalan menghampiri Tiara. Anak laki-laki berumur 5 tahun itu menarik lengan kemeja putih milik Tiara.

"Eh, Joshua kok nggak ikut masuk ke ruangan sama teman-teman, ada apa?" tanya Tiara sambil berjongkok di depannya.

Tanpa suara Joshua hanya bisa menunjuk kearah sisi pundak Tiara sebelah kiri. Lantas Tiara pun ikut menoleh ke arah yang ditunjuknya. Dan betapa terkejutnya Tiara saat mendapati seekor ulat daun berwarna hijau bertengger di pundak.

Tubuhnya mendadak kaku tak berani bergerak. "Joshua!" panggil Tiara dengan suara tertekan.

Joshua hanya menatap sambil mengerjapkan mata tanpa ekspresi.

"Bisa tolong kakak singkirin ulat ini?" Meminta penuh harap disertai raut wajah tegang.

Sayangnya, Joshua malah berjalan pergi meninggalkan Tiara yang masih terpaku di tempat. Tepat setelah kepergian Joshua ulat itu justru berjalan menanjak hendak mendekati kerah kemeja. Liukkan pada perut dari ulat itu dapat dirasakan oleh Tiara sambil membayangkan bagaimana bentuk menyeramkan dari hewan sejenis melata itu.

Tak lagi bisa menahan ketakutannya lantas Tiara berlari menghampiri seseorang yang bisa membantu mengusir ulat dari pundaknya. Akan tetapi, suasana lapangan saat ini terlihat sepi, semua anak-anak dan pembimbing sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan.

"Siapapun tolongin dong!"

Melompat-lompat sembari mengoyangan lengan kemeja untuk mengusir ulat itu, Tiara justru terlihat sibuk sendiri. Ekspresi wajahnya bahkan terlihat meringis ketakutan.

That SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang