44. crying?

233 27 12
                                    


_________________

Mobil Alphard putih berhenti di halaman rumah. Mayor Juna turun lebih dulu bersamaan dengan salah satu ajudan lainnya, Deril.

Deril membukakan pintu untuk Pak Johan. "Silahkan, Pak."

"Terima kasih. Kamu boleh melanjutkan tugasmu yang lain!" ucap Pak Johan sembari menepuk pundak Deril usai turun dari mobil.

"Baik. Siap, Pak," sahutnya seraya memberi hormat.

Lantas setelah itu Pak Johan bersama Mayor Juna dan Ageng berjalan hendak masuk ke dalam rumah. Namun, di tengah-tengah langkah, Pak Johan berhenti sejenak dan berbalik menghadap ke arah Mayor Juna.

"Saya mau ngeteh dulu di pendopo," ucapnya memberi tahu.

"Siap, baik, Pak." Mayor Juna mengangguk. "Nanti saya akan memberitahu Mbak Windi, untuk membuatkan teh hangat," sambungnya.

"Biar saya saja, Mayor!" sela Ageng menawarkan diri untuk memberitahu Windi.

Lantas Mayor Juna pun mengangguk saat merespon ucapan Ageng. "Kalau begitu saya permisi deluan, Pak," izin Mayor Juna pada Pak Johan untuk membubarkan diri lebih dulu.

"Saya juga izin permisi mau ke pantry ya, Pak," timpal Ageng ikut meminta izin.

"Ya, silahkan," balas Pak Johan sebelum kembali melangkah.

Ketiganya pun akhirnya berpisah dan memilih jalan masing-masing. Pak Johan berjalan lurus ke depan, Ageng memilih berjalan belok ke kiri sementara Mayor Juna memilih berbelok ke arah kanan.

Hiks...hiks

Dari depan pintu sayup-sayup Ageng mendengar suara isak tangis. Refleks keningnya mengerut sambil bertanya dalam hati.

Kok kaya dengar suara nangis, ya! Siapa yang nangis di dalam?

Karena penasaran, Ageng pun memilih untuk memeriksanya. Pria itu pun menemukan punggung seorang gadis dengan posisi berdiri menghadap jendela kaca luar.

"Mbak Windi?" ucap Ageng menebak sosok yang dilihatnya itu.

Lantas sosok itu berbalik melihat ke arah Ageng dengan ekspresi wajah mengerikan, lebih-lebih pada pisau yang ada dalam genggaman tangannya.

"Astaghfirullah!!"

Sontak Ageng terperanjat begitu mendapati ekspresi wajah Tiara yang terlihat tak biasa, lebih tepatnya terkesan suram.

Air matanya terus berlinang dan memancarkan kemerahan serta nampak berkaca-kaca pada bola mata. Sesekali terdengar ia menarik ingus yang mengalir di hidungnya.

"Kenapa Mas?" tanya Tiara kemudian dengan suara serta ekspresi sendu.

"Kamu yang kenapa?" Ageng justru bertanya balik.

"Saya nggak kenapa-kenapa, cuma sedih aja!" balas Tiara kembali terisak halus.

"Sedih kenapa? Kayanya masalah kamu berat banget, sampai nangis tersedu-sedu begitu!" ucap Ageng usai menilik kesedihan yang tengah Tiara rasakan.

That SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang